Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Surat Cinta

Gambar
“Dear diary, hari ini aku senang sekali karena aku bisa berkumpul bersama-sama di Griya Kreatif. Disana aku diajari oleh guru-guru yang baik hati, sabar dan suka bercanda. Disana aku diajari sampai bisa. Aku senang sekali les di Griya Kreatif, karena tempatnya nyaman buat saya. Saya betah disana.”  (1 November 2013)             Malam mulai larut. Kesepian mulai menyapa diantara tumpukan kertas yang berserakan. Rasanya ingin terpejam saja mata ini yang sudah berhari-hari berjaga menatap tulisan-tulisan yang kadang sulit tuk dimengerti artinya.             Baru saja aku membongkar map merah yang setiap hari aku bawa ke tempat kerja juga kampus tempat aku selesaikan tugas akhirku. Hanya berniat mencari catatan revisi bimbingan hari kemarin yang aku tulis dalam selembar kertas. Tidak ketemu juga padahal sudah aku keluarkan semua isi yang ada dalam map. Lantas jari-jariku mulai meraba kantong-kantong kecil si black, ransel hitamku yang setia menemani hari-hari indahku . Sele

Tentang Cinta

Gambar
"Bukan karena kau, aku dan mereka." Selama ini semua baik-baik saja. Perjalanan ini begitu menyenangkan denganmu. Langkah ini teramat nyaman menapak seiring dengan langkahmu. semua itu karena ada ada cinta. Benar, ada cinta yang terlanjur mengisi ruang dalam hati. Ada cinta yang selalu terasa dalam nafas yang tak sempurna. Perjalanan ini teramat istimewa. Saat dengan sadarku aku rela ada kehidupan lain mengisi relung-relung yang dulunya hampa. Kedua mataku terbuka dengan jelas dan aku pandangi wajah yang teramat asing dalam ingatan. Hingga semua menjadi biasa karena telah terbiasa memandang. Telinga telah biasa mendengar detak langkah kakinya. Suara-suara sumbang yang turut mengusik ketenangan senja. Cinta, mungkinkah cinta ini terlalu cinta yang melampaui batasnya? Maafkan aku wahai Sang Pemilik Cinta. Kenyataannya memang seperti itu. Bagaimana bisa terus berbohong dengan kata yang tak sempurna. Membiarkan metafora terus beradu dengan kenyataan. Semua ini kadang

Impian Masa Lalu

Gambar
Kaki ini melangkah menelusuri lorong panjang. Aroma ini yang selalu aku rindukan. Terlebih lagi bila ada di lorong panjang ini. aroma yang sangat nyata bisa aku rasakan. Meski bagi orang-orang ini bukan aroma yang menyenangkan. Bagiku ini adalah bagian dari kehidupan yang pernah aku impikan. Lorong panjang yang membuat aku mengingat ketukan langkah sepatu terburu-buru dan roda yang berdecit memekakan telinga beriring rasa cemas orang-orang yang memandangnya. Tatapan yang menyisakan rasa iba dalam hati lantas beriring nama yang Maha Kuasa dalam ucap dzikir yang menenangkan jiwa.             Pagi ini kembali aku terhanyut dalam suasana yang telah lama hilang dari kehidupanku. Memang sudah aku siapkan diri ini sejak beberapa hari lalu untuk mengingat semua detil ini. Aku yakinkan diri ini bahwa akan mampu untuk mengingatnya tanpa menyisakan rasa luka. Aku telah siap melewati lagi lorong-lorong itu. ”Aku benar-benar siap.”             Langkah kakiku  telah menyatu dengan langkah-l

Masihkah Ada Cinta?

Gambar
“Perenungan Kecil dalam Malam yang Semakin Larut” Perantauanku hampir saja berakhir. Itu harapan kedua orangtuaku. Mereka ingin aku segera pulang dan memasuki dunia baru. Harapan itu ada dalam hari-hari mereka. Tetapi aku masih menikmati pengembaraanku, Cinta. Setelah dari sini aku telah memilih tempat untuk menjadi tanah perantauan. Aku memilihnya karena disana ada begitu banyak cerita yang menarik perhatianku. Ada begitu banyak kisah yang membuatku ingin berada disana.            Tengah malam sebentar lagi namun mata ini belum juga ingin memejamkan mata. Adikku telah tertidur pulas. Mungkin karena sudah terlalu lelah seharian mengerjakan tugas-tugas kuliah. Adikku? Benar Cinta. Malam ini aku ada di rumah. Maaf tidak aku katakana padamu kalau aku pulang. Sudah dua hari aku melepas rindu di pondok kedua orang tuaku. Aku berharap mampu menemukan lagi kebersamaaan yang telah lama tidak bisa penuh aku rasakan. Maaf, aku tidak berani mengetuk pintu kamarmu. Padahal aku tahu

Aku, Engkau dan Mereka dalam Kereta

Gambar
Pertemuan dengan dirimu yang ternyata aku rindukan. Bukan karena apa-apa. Mungkin aku yang terlalu mengenang perjalanan ini. Engkau yang pernah hadir dalam langkah kaki ini. mengiringi derap-derap langkah yang pernah ada. Dan mungkin inilah jawaban yang mampu aku berikan atas surat-suaratmu selama ini. Surat-surat panjang yang telah engkau tulis. Pesan-pesan yang kini hanya bisa aku baca ulang. Karena dulu aku tidak tahu harus mengirimkan jawabannya kepada siapa, kecuali hanya pada barisan angka yang ada disana. Hari ini aku kembali memandang kotak besi yang biasa hanya bertahta diatas almari buku di sudut kamar. Awalnya tidak ada niatan sedikitpun untuk aku menuliskan barisan kata ini. Hanya ada niatan untuk menata ulang kamar yang sudah beberapa bulan ini aku abaikan. Bahkan lebih sering aku lepaskan lelahku diruang depan. Terlelap dikursi panjang yang hanya cukup nyaman untuk aku rebahkan badanku disana. Aku hanya menyingkirkannya dan mengabaikankan kotak besi yang ternyata s

Hilangnya Butiran Mutiara

Gambar
… Tetapi kenyataan memang tidakla h mudah Ketika tidak lagi mampu berkilau Ketika tidak lagi terjaga keberadaannya Mungkinkah hanya akan menjadi “sampah” Onggokan sampah yang hanya diabaikan Menjadi sindiran dan cibiran Andaikan bisa, Ingin aku merangkainya menjadi perhiasan Sebuah gelang, kalung, liontin atau mungkin mahkota Hingga nilainya lebih dari sebutir mutiara

Seri1: Satu Milyar Kata Untuk Cinta

Barisan Kata dalam Cinta Teruntuk hati yang telah lama terikat, Teringat aku akan aroma yang pernah kita rasakan saat pertama kali berjumpa. Membayankannya, inilah pertemuan yang akan menyimpan sejuta cerita persahabatan. Disinilah langkah ini berawal.  Saat takdir mempertemukan kita dengan begitu sempurna karena kehendak-Nya yang Maha Sempurna. Saat itu cukuplah bagiku untuk sekedar mengenal namamu dan melihatsenyum dalam raut wajahmu. Cukuplah bagiku mendengar lirih suaramu yang akhirnya terekam dalam ingatan. Semua ini untuk hati yang pernah bersama-sama mengukir kenangan. Meski sebelumnya tak pernah terbayangkan untuk merajut asa denganmu. Untuk hati yang sudah hampir empat tahun mengisi hari-hari yang menyenangkan. Tetapi aku mengingatnya, seolah ini adalah takdir yang bagiku adalah kesalahan. Karena kadang dalam hari-hari ini dihiasi prasangka yang tak menentu. Membuatku berfikir “Mungkinkah ini…” atau “Mungkinkah begitu?” Sering berucap “Mengapa begini?” Namun

Selamanya . . .

Gambar
  Cinta, Masihkah engkau sering menatap kaca itu? Menyaksikan pohon-pohon berlarian? Masihkah pandangan itu hampa seperti hari kemarin? Sudahlah cinta. Cukupkanlah imajimu itu. Tenang sesuatu yang hanya akan mengembalikan dunia ”autis” yang telah lama engkau tinggalkan. Sesalku yang tak bisa menjagamu untuk tetap terjaga dalam kehidupan ini. Sedihku melihatmu kembali berada dalam imaji ”autis” yang sulit tuk berganti. Aku merindukan senandungmu. Ingin aku dengar lagi tawamu. Melihatmu dalam bahagia itu menyenangkan hatiku. Memandangmu bersama mereka menenangkan hariku. Dimana kini semua itu, Cinta? Dalam hidup ini kadang kita memang harus kehilangan. Suka atau tidak suka kita harus melewatinya. Kehilangan sebagian kecil ataupun banyak dari kehidupan yang kita miliki.tapi bukan berarti kehilangan yang sedikit ini harus membuatmu kembali menyelam dalam duniamu yang dulu. Bukan berarti kau harus kembali pada masa itu sebelum kau memiliki yang hilang saat ini.

Bertahanlah

Gambar
Sinar matahari di siang menjelang sore. Sinar itu yang dengan halus menyibakkan tirai gerimis yang mehanku untuk sejenak berhenti. Disebuah bangunan yang harusnya tenang namun suara bising mesin-mesin pengaduk semen membuatku jengah. Aku pergi meninggalkan tempat persinggahanku. Masih melangkah kaki ini entah kemana. Tidak peduli dengan gerimis ini. Masa bodoh dengan sinar matahari yang sesekali menyilaukan. Tidak ada pelangi. Hanya saja tidak ada pilihan lain lagi selain aku melangkah dan membiarkan gerimis mengiringi langkahku. Cinta…. Aku yakin engkau sedang menangis. Mengapa cinta? Tidakkah engkau lebih dewasa sedikit lagi? Hanya sedikit saja lebih dewasa menyikapi keadaan ini. Bukakah engkau sendiri yang pernah berkata akan menyelesaikan ini sampai akhir? Lantas mengapa kini engkau menangisi pilihanmu? Engkau sudah cukup dewasa dalam mengambil keputusan juga dalam bersikap. Kau bingung? Tentu. Karna sedihmu dan bimbangmu hanya untuk dirimu sendiri. Tidak pernah e