Pertemuan dalam Ramadhan

Malam itu aku pernah meminta pada Allah tentang sebuah hati yang baru. Sebuah hati yang baru aku minta dari Rabb tempat aku akan kembali. Rabb yang pernah meniupkan ruh ke dalam ragaku. Aku meminta hati yang baru sebab aku tidak tahu lagi tentang hatiku yang telah begitu lama terasa hampa.
“Ya Allah, berikanlah aku hati yang baru. Hati yang lembut menjalankan ketaatan pada-Mu. Hati yang kuat untuk tabah melewati ujian dari-Mu. Hati yang menambah kecintaanku pada-Mu. Hati yang baru, hati yang hidup dan bersih. Saat aku terbangun esok hari, aku ingin bahagia dan teguh dalam syariat-Mu.”
Aku hela nafas dalam ketenangan tengah malam. Saat orang-orang telah terlelap dan aku masih tertunduk tidak berdaya. Mungkinkah aku telah kalah dengan diriku sendiri? Ataukah tawakal terakhir yang bisa aku lakukan?

Raga juga jiwa yang aku miliki telah ikhlas aku kembalikan kepada Sang Pencipta. Aku tidak tahu apakah malam itu aku bertawakal atau telah benar-benar menyerah. Seingatku malam itu aku benar-benar tidak berdaya dengan diriku sendiri.
Tenang. Itulah yang aku rasakan dalam sisa malam yang masih aku miliki hari itu. Rasanya aku terlelap begitu lama. Menjalani kisah yang begitu tenang dalam lelapku. Hingga panggilan Subuh membelai ketenanganku. Membuatku terbangun dan melaksanakan kewajiban dua rakaat.
Mengapa namamu yang terucap dalam do’a usai kewajiban dua rakaat tertunaikan? Wajah yang telah lama hilang dari pandangan. Suara yang telah begitu lama tidak aku dengarkan. Juga pertengkaran yang telah begitu lama teredam. Itulah engkau yang telah lama pergi meninggalkan aku, berpamitan disepetak ruang. Kau yang tidak mampu aku tahan kepergiannya. Kau yang pernah seharian menemaniku menyelesaikan skripsi di perpustakaan. Kau yang juga menyapaku di gerbang kampus. Memberikan sedikit senyuman kecil kala senja menyapa halte tempat menunggu.
Kini Ramadhan akan berakhir. Setelah begitu banyak kado yang aku dapatkan. Kejutan-kejutan indah yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sedang engkau kembali hadir dalam sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Hati ini adalah hati yang baru. Hati yang telah aku minta pada Allah. Lebih kuat dan teguh dalam syariat. Biar saja kisah ini tetap tertulis. Cerita yang aku tulis malam ini sebelum Ramadhan berakhir. Cerita yang  kuharap akan kau baca sebelum aku terbang dengan sayap-sayap besi. Masih perlu berjuangan panjang sebelum aku benar-benar terbang dan aku tidak ingin ada keraguan lagi dalam langkahku.
Perjalanan ini akan mendewasakan kita. Aku dengan pengembaraanku dan kau dengan petualanganmu. Kalau saja perpisahan pernah mampu meredam pertengkaran kita maka kali ini Ramadhan akan menjadikan kita saling ikhlas memaafkan seperti yang pernah terkirim dalam pesanku.
Semoga Ramadhan ini menjadi menjadikan kita lebih bertaqwa. Semoga nanti akan berjumpa dengan Syawal yang akan menambah ketaqwaan kita.

24 Juli 2014

Ary Pelangi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Suara Hati