Lahirnya Seorang Bayi Perempuan

Bukan hari yang masih terlalu pagi untuk memulai aktivitas. Bahkan mata sudah terbuka sejak setengah empat dini hari. Dari situ pagi berawal. Harusnya kulit-kulit segera bersentuhan dengan air membangunkan syaraf-syaraf tubuh. Namun cucuran keringat yang justru menyapa lebih dahulu. Masih gelap memang, tapi begitulah sepetak kamar yang selalu menyala dua kipas angin besarnya, masih terasa gerah. Biar terlalu pagi aku biarkan angin menerobos masuk lewat jendela dan orang-orang masih banyak yang terlelap.
Jarum jam berdetak menunaikan kewajibannya. Suara adzan subuh sudah beralih pada iqomah, di masjid orang-orang sedang menunaikan kewajiban dua rakaat. Disini jarum jam merangkak menuju pukul lima pagi. Semburat warna matahari mulai tampak di langit. Disinilah pagi yang beriring rasa syukur. Meski harus berjumpa dengan rutinitas yang sama untuk berada duduk manis diatas kursi menatap layar notebook. Begitulah rutinitas satu semester yang tengah aku jalani.
Masih terlalu pagi untuk berkemas. Sengaja aku membuka layar handphone, mungkin ada berita menarik pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya. Justru pertama aku buka akun sosial. Mungkin ada kabar baik kelanjutan kabar baik malam tadi. Sudah ada banyak percakapan dihari yang masih begitu pagi. Tidak berselang lama kabar kelahiran seorang bayi perempuan beriring rasa syukur menghangatkan pagi yang sudah terasa gerah. Kelahiran bayi dari seorang sahabat yang jauh dari Ibu Kota.

Handphone sengaja aku tutup, beralih pada rutinitas-rutinitas harian yang mulai berirama. Sepagi ini aku harus segera bersiap. Menyiapkan segala keperluan untuk kuliah. Meninggalkan kamar, memanggil teman-teman dari kamar sebelah, menuruni anak-anak tangga, presensi pagi, sarapan di ruang makan dan menyapa orang-orang yang aku temui. Lantas menyapa jalan raya dan berjumpa dengan keramaian Jakarta menuju gedung tempat mengais ilmu.
Aku berjumpa dengan keramaian jalan raya. Nak, engkau bayi cantik yang lahir di bulan Mei. Aku bukan seorang penafsir hari atau pembaca nasib. Seperti banyak orang yang aku temui dan menanyakan hari lahirku lantas mereka bicarakan banyak hal tentang diriku. Mereka sebutkan banyak hal tentang kehidupan yang akan aku lewati tanpa aku memintanya. Aku mempercayainya? Tidak. Tidak semudah itu aku percaya pada orang-orang yang datang itu meski banyak masa lalu yang mereka sebutkan tentang diriku itu benar, namun aku tidak memperayai kemungkinan-kemungkinan yang mereka katakan tentang kesulitan hidupku. Diriku memilih untuk lebih percaya pada takdir kehidupan yang telah ditentukan Allah.
Nak, engkau terlahir begitu cantik. Terlahir dari rahim ibu yang begitu tangguh dan engkau memiliki ayah yang hebat. Lantas engkaupun harus lebih hebat dan tangguh dari ibu dan ayahmu. Suatu hari engkau yang harus menguatkan mereka. Mengingatkan mereka akan mimpi-mimpinya. Mengingatkan ayah dan ibumu akan idealisme dan memperbincangkannya dengan realita kehidupan. Ayahmu punya mimpi di ibu kota, bila bukan ayahmu maka akan ada saudara lelakimu kelak yang akan mewujudkannya.
Kau bayi cantik, anak pertama. Bila kelak engkau memiliki adik lelaki maka kaupun harus menjadi kakak yang tangguh. Karena engkau akan menjaga adik lelaki yang hebat.
Aku ingin sampaikan tentang mimpi ayahmu... mimpi yang pernah diungkapkan pada orang-orang termasuk diriku. Tetapi aku tidak tahu apa engkau akan mempercainya. Ini cerita pertamaku padamu sebelum kita bertemu. Aku tidak tahu kapan kita akan berjumpa. Pun kalau kita memang ditakdirkan untuk tidak bertemu, aku berharap engkau akan menemukan tulisan ini.
“Ayahmu ingin menjadi presiden, Nak. Ayahmu punya niat baik untuk memperbaiki negeri yang carut marut ini. Maka ingatkan ayahmu akan niat baiknya itu. Berbincanglah bersamanya. Mungkin saat usiamu dua puluh tahun nanti kau sudah menjadi gadis hebat yang mampu menjadi penguat bagi ayahmu.”
Tahun lalu ketika aku masih bertugas di daerah kritis sempat punya keinginan untuk berada di istana. Sempat berfikir akan lebih cepat bila berada disana dan mampu mengubah sistem pendidikan lebih ideal dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi semua itu berubah saat aku kini melewati jalanan-jalanan Ibu Kota. Aku tidak ingin berada dibangunan megah itu. Namun aku akan tetap menjadi bagian darinya di tempat yang jauh.
Kelak bila aku lupa, atau usiaku tidak sampai pada dua puluh tahun lagi tetaplah berbincang dengan ayah dan ibumu. Ingatkan mereka akan tugas mulia itu. Sebab sudah aku putuskan untuk berdamai dengan kehidupan. Menjadi guru untuk anak-anak. Mengabdikan diriku untuk peradaban masa depan. Membangun pendidikan ditengah buruknya citra guru profesional. Mencoba menjadi guru profesional diantara ricuhnya perbincangan nilai materi guru seorang guru. Aku bahkan tidak berfikir akan mendapat honor yang besar setelah aku selesaikan pendidikan ini. Aku ingin memurnikan pendidikan.
Nak, bila kelak memang waktu membatasi pertemuan kita maka ingatkanlah ayahmu. Banyak orang berharap tujuan mulia itu akan tercapai. Bila bukan ayahmu maka saudara lelakimu. Dan kau harus menjadi penguat sekaligus pengingat bagi mereka.
Catatan ini aku menuiskannya disela-sela waktu kuliah. Disela-sela perjalanan menjadi seorang guru yang katanya profesional. Aku selesaikan tulisan ini sore hari menjelang senja di hari lahirmu.
Semoga kelak engkau akan bertemu dengan guru-guru berdedikasi yang akan mengantarkamu pada perjalanan indah menemani keluargamu. Membahagiakan orang-orang disekitarmu dan menjadi saksi terwujudnya cita-cita ayahmu.
Berpetualanglah, Nak. Nikmati kesejukan gunung, lembah juga bukit. Nikmati deburan ombak dan kesejukan angin pantai, berlayarlah seberangi lautan hingga kau tahu dunia ini tidaklah sempit. Mungkin sesekali kau juga harus melihat dunia ini dari atas, menyaksikan keelokannya dan melihat bahwa kita bukan siapa-siapa. Tetapi jangan pernah lupa untuk menyelam, dasar laut menjanjikan keindahan yang jarang tersentuh. Menyelamlah sampai dasar hatimu dan kau yang akan memahaminya sendiri.
Selamat menikmati kesegaran dunia.

Salam dari Pusat Studi & Serifikasi Guru
Universitas Negeri Jakarta
Ary Pelangi

Jakarta, 4 Mei 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe