Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

“Apa ada yang mau denganku setelah aku berumur dua puluh enam tahun?”

Gambar
“Semakin lama aku mennggu Untuk kedatanganmu Bukankah engkau telah berjanji Kita jumpa disini Datanglah, kedatanganmu kutunggu Telah lama, telah lama kumenunggu” Sebuah lagu dangdut ciptaan Rhoma Irama berdendang menemani malam. Sisa rintik-rintik hujan masih menetes dari atap. Lagu yang sudah begitu lama mengudara, tiba-tiba kini berputar mengingatkan akan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan. Hujan. Nyanyian yang tak pernah henti untuk memutar rekaman kehidupan. Jejak yang tidak mudah terlupa. Pernah memang jalan ini membuat patah hati, menjadikan raga teramat lelah dan mengahirinya dalam tetesan lembut kelopak mata. Namun dalam jalan ini pula berjumpa denganmu, mengenal senyum dan tawa. Mengurai keresahan menjadi harapan. Esok atau suatu hari nanti akan aku dapati bunga yang tumbuh dari biji yang tersiram hujan. “Apa ada yang mau denganku setelah aku berumur dua puluh enam tahun?” sebuah status yang terpampang jelas di wall sosmed. Sebuah pertanyaan sederhan

Tentang Rindu "Januari"

Gambar
Bukankah Januari sudah berakhir? Bukankah sudah selesai? Aku lebih nyaman berada dalam kegelisahan study -ku yang tidak juga pasti daripada harus peduli tentangmu. Belum mampu lebih dari ini rasa yang aku punya. Hanya sampai kepastian ini yang aku miliki. Aku jalani study- ku dan kau lengkapi hidupmu. Tidak ingin aku mengusiknya lagi. Hati dan fikiran memang susah bersatu, jarang sependapat dan sering berdebat. Itulah kegalauan. Rasa ini tulus padamu, cinta. Enam tahun merajut kisah bersama mustahil bila tanpa rasa. Meski dalam setiap langkahku terisi kisah yang lain, menapak kota yang lain namun saat aku kembali pulang selalu tentangmu. Semua tanya kembali tentangmu. Selalu dirimu dan hanya dirimu yang mereka tanyakan. Sekali ini biarkan semua berjalan seperti dahulu. Anggap tidak pernah ada yang tahu, meski nyatanya mereka terus menanyakanmu, perjalanan kita yang terpisah jarak. Biarkan waktu tetap bersahaja, memudarkan senyum dan merajut kerinduan. Biarkan jarak tetap pad

Pendidikan Untuk Semua

Anak-anak.. Mereka sangat berharga dalam kehidupan ini. Penerus peradaban yang akan membawa pada kejayaan. Bukan hanya kota-kota tempat mereka belajar. bukan hanya gedung-gedung sekolah, seragam juga sepatu. Tetapi aku pernah menyapa pendidikan dalam rimba. Mereka yang masih terabai. Bersama sukseskan pendidikan Indonesia Ary Pelangi

Puing-puing Keresahan

Gambar
Kebersamaan ini banyak caranya. Melewati pagi yang berganti senja juga malam yang menggantikan siang. Melewati badai dipenghujan juga merasakan gersang dikemarau. Waktu dengan sendirinya menemani kita berkisah. Masihkah kau bertanya tentang waktu? Sudahlah. Waktu sanngat bersahabat, mempertemukan kita yang telah sempat jauh meski pada akhirnya waktu mempertemukan kita kembali dengan jarak. Sebuah kesempatan untuk kembali merajut rindu. Waktu ini tidak akan lama lagi. Kembali kaki harus melangkah meninggalkan rumah. Menempuh ratusan kilometer untuk perantauan selanjutnya. Jalan ini harus aku tempuh, sekalipun terasa begitu pahit. Saat aku rasa benar-benar merasa lelah. Bukankah harusnya aku bahagia? Formasi pendidikan berasrama sudah keluar. Beasiswa yang sudah pasti ada ditangan. Hanya ada dua pilihan, menerima atau membebaskannya. Sedang dari jauh sana. Akun medsos banjir dengan teman-teman lama yang mulai merapat. Mengabarkan ada beasiswa S2 untuk guru dikdas. Ada juga yang m

Pesan dari Rantau

Gambar
Seperti biasa, hari ini berharap terlalu tinggi. Ingin menggapai langit-langit yang jauh disana. Seperti biasa, diri ini menggepakkan sayap terlalu kuat. Tetapi diri ini telah lupa, ada sayap yang pernah patah. Harusnya kusadari itu namun terlambat sudah. Raga ini melesat jauh dari awan-awan, hingga tiada lagi awan menangkapku. Mata terbuka, “Mengapa masih bernafas?” sedang sakit menjalar disekujur tubuh. Masih sendiri. Seekor pipit jatuh diantara gerimis Karanganyar, 18 Desember 2015 Ary Pelangi             Malam yang semakin gelap tampak semakin gelapnya. Diluar sana bintang-bintang pun enggan bersinar. Mungkin bukan enggan bersinar hanya berembunyi dibalik selimut mendung. Dingin tidak ingin kalah, turut serta hadir merobek-robek raga yang hampir seminggu terus saja meriang.             Langit hendak menumpahkan hujan, tetapi tampak keraguan. Sesekali hanya tetes gerimis yang terdengar.             Harusnya aku matikan handphone malam ini hingga tidak aku temuka

Aku, Kau dan Rumah Singgah

Gambar
“Aku akan S2. Kuliah disini tidak harus menjadi guru bukan?” Kata Alif hari itu. Entah itu hari yang keberapa disemester yang keberapa. Hanya saja kalimat itu jelas masih ada dalam ingtan Sasa.             Sudah dua tahun lalu Sasa mendapatkan gelar sarjananya. Hari ini dia kembali duduk dibawah pohon memandang rumah singgah. Ada seorang teman yang dinantikan kehadirannya. Sore ini Sasa akan menemui seorang teman yang setahun lebih tidak ditemuinya. Seorang teman yang setia mendengar cerita Sasa saat diperantauan.             Sebotol air mineral dan sekotak permen coklat. Sebuah novel telah dibacanya beberapa halaman. Lantas dia teringat akan ucapan Alif yang membuatnya kembali memandang rumah singgah. Sebuah bangunan yang dulu mempertemukannya dengan Alif dan juga sahabat-sahabat terbaiknya di universitas. “Aku anak pertama dan masih punya dua adik perempuan. Bagaimana bisa aku hidup sesuka hatiku.” Kata Alif “Aku harus bisa hidup hemat disini.”             Hari itu Sasa m