Surat untuk Keluargaku


#memory 1 Januari 2012
hanya tertulis dalam kertas
surat untuk keluargaku

Bicarapun aku tak mampu
Terlebih dihadapanmu yang aku sayangi
Untuk mengungkapkan semua ini
Hingga semuanya hanya bisa aku tulis
Dalam lembaran pelangiku
Jangan marah,
Terlebih memintaku untuk bicara
Surat cinta ini untukmu
Warna dalam pelangiku


Sendiri di Rumah
Sendiri. Sendiri dalam ruang yang sempit dan penuh dengan kertas-kertas. Di depanku ada begitu banyak lembaran koran yang serantakan. Sengaja tidak aku rapikan. Aku biarkan saja semua berantakan. Kertas-kertas yang entah masih terpakai atau tidak. Spidol yang tercecer dilantai. Juga stempel yang keluar dari tempatnya. Di pojok  ruangan itu sebuah meja berdiri dengan angkuhnya. Aku lihat kalender kata motivasi yang ditulis teman-temanku. Meja itu, penuh dengan lembaran kertas juga. Sengaja aku tidak menyusunnya. Aku tahu masih banyak sebenarnya surat-surat yang harus aku rapikan. Tapi sudahlah.
Di luar sana hujan mengguyur bumi. Deras. Deras sekali. Kucium aroma tanah yang basah oleh hujan. Suaranya semakin jelas saat kupanddangi dari balik kaca. Sesekali aku melihat keluar arah lapangan basket. Sepi. Hanya nyanyian hujan yang aku dengar. Nyanyian air yang membuatku mampu berimaji merangkai kata-kata indah dalam duniaku. Dunia hujan.
Suara getar hanphone yang menemani aku bercakap. Aku bicara dengan tulisan dengan seseorang yang ada jauh disana. Aku bercerita padanya tentang sepinya rumahku hari ini. Yach, hari minggu yang sepi.

Petir datang silih berganti. Mengubah suasana hati. Tiada kurasakan lagi indah nyanyian hujan. Tiada lagi kedamaian dalam hati. Aku mulai merasa kedinginan. Sangat dingin. Dingin yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak tahu apa yang membuat nafas ini juga terasa berat. Rasanya sulit sekali untuk aku bernafas. Padahal aku tahu, aku bukan penderita asma. Aku juga bukan penderita fobia petir seperti temanku yang satu itu. Hujan semakin deras. Petir datang silih berganti memberi cahaya dalam hujan. Kembali aku raih handphone-ku. Aku meraih jaket hitan yang menggantung di lemari. Aku tidak menemukan kehangatan sedikitpun. Padahal tlah aku kenakan jaket tadi. Belum terasa longgar nafasku, malah semakin terasa sesak. Aku minta temanku yang ada jauh disana untuk tetap menghubungi agar aku tetap terjaga. Tapi lama juga tak ada jawaban pesan darinya.
Aku sudah tidak tahan lagi. Nafasku sudah semakin berat. Aku semakin merasa dingin. Hampir setengah kardus roti aku habiskan seorang diri sampai aku merasa kenyang dan sangat kenyang. Aku tidak tahu lagi. Aku tidak membenci hujan dan juga petir. Tapi.. Ada sesuatu yang mengalir membasahi pipiku. Aku tidak ingin menangis. Tapi aku berharap akan ada seseorang yang pulang hari itu. Setidaknya untuk menemaki aku duduk. Tapi tidak seorangpun pulang.
Aku hanya bisa menulis dalam kertas. Betapa aku ingin terbebas dari semua ini. Aku tidak ingin membenci hujan. Sungguh bukan hujan yang ingin aku benci. Bukan nyanyiannya yang membuatku jenuh.
Wajah-wajah itu tersenyum padaku. Aku bercanda dan tertawa dengannya. Sejak aku mengenalnya hidupku banyak berubah. Aku memasuki hidupnya. Menjadi bagian dari langkah kakinya. Aku percaya padanya. Dalam senyumnya aku melihat begitu banyak harapan dan impian. Dalam canda tawanya aku melihat kebahagiaan. Hari-hari yang indah dirumahku ini. Melihat dia tersenyum menatap “lepi-nya”, melihatnya membaca koran dan bercerita. Betapa indahnya dunia itu.
Meski kadang aku tahu. Senyuman itu palsu. Senyuman itu tidak tulus. Aku tidak suka melihat senyuman itu. Aku tidak suka. Jujur aku tidak suka. Meski begitu aku tetap sering melihatnya. Dalam hari-hariku bersamanya. Haruskah aku marah? Ingin sebenarnya. Tapi aku tidak bisa. Aku tahu masih banyak luka yang terpendam dalam hati. Jujur aku juga pernah terluka. Aku datang dengan senyuman hampa. Aku hadir dengan semangat palsu. Mestinya aku simpan saja semua luka ini. Aku simpan saja semua kecewaku. Aku tahu, luka ini tidak hanya menggores di hatiku. Dihatimu juga seperti itu. Luka yang kau pendam. Yang tidak ingin seorangpun kau tahu. Saat kau pergi diwaktu yang tidak aku inginkan. Itu juga menyakitkan. Aku kecewa saat aku hanya diam tak tahu apa yang terjadi. Aku bertanya tapi tidak kutemukan jawabnya. Aku ingin bicara. Tapi tak satu katapun terucap. Aku diam. Diam dalam duniaklu.
Ini adalah proses. “Disini kita belajar.” Kau sering katakan itu. Benar disini aku belajar. Aku dapatkan banyak hal. Aku belajar dari keluargaku. Aku belajar sedih, kecewa, marah, dan aku belajar sakit. Tapi apa kau tahu. Ada banyak lagi yang aku pelajari. Saat aku bersamamu. Aku belajar dari hidupmu. Sungguh. Aku belajar menjadi dokter. Yach aku belajar menyembuhkan sedihku, kecewaku, marah juga sakitku. Aku belajar menjadi guru darimu. Aku belajar tentang kasih sayang, memaafkan, ketulusan juga keikhlasan. Masih banyak sebenarnya yang aku pelajari darimu. Keluargaku.
Aku rasakan betapa indah hari-hari itu. Saat aku dalam satu cerita bersamamu. Betapa indah dan manisnya kasih sayang yang selama ini telah aku dapatkan darimu. Aku tahu dia menjagaku, mengisi hari-hariku dan membuat aku tersenyum. Aku ingat ketika kau mengatakan “aku sayang” sungguh itulah kata cinta yang indah.
Ada sesuatu yang berbeda dari keluargaku. Ada pelangi. Yach. Aku melihtnya. Warna pelangi yang dulu aku impikan. Aku emnemukannya. Aku yakin itu. Meski belum sempurna.
Hujan masih belum reda. Tapi hari sudah semakin gelap. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. Tapi semakin sepi dan sepi saja. Aku sudah bisa kembali dalam ketenangan semu. Aku masih merasa takut. Sungguh. Aku takut hujan akan membawa semua kenanganku. Aku takut hujan akan menghapus jejak kisahku. Aku takut hujan akan menghancurkan hari-hariku.
Mengapa kau suka pelangi?
Seperti keluargaku yang selalu memberi warna. Indah dalam perbedaannya. Selalu indah dimataku. Sejak kecil aku sudah suka dengan pelangi. Aku merasa senang bila bisa melihatnya. Aku merasa damai melihatnya.
* umi_pelangi
----0---
@ Dunia Pelangi
11 Januari  2012
Umi Satiti

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe