Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerpen

Symphony Padang Rumput

Gambar
“Aku akan menunggu Sa, satu tahun.” Faisal menatapku lekat-lekat. “Bahkan dua tahun sekalipun sampai kau selesaikan pendidikanmu.”   Aku palingkan wajahku dari tatapan Faisal. Bagaimana mungkin aku percaya akan kesetiaannya? Dia lelaki yang baik tetapi aku tidak sanggup bila membiarkan dia menunggu. Satu tahun tugasku di tanah rantau lantas satu tahun berikutnya pendidikan. Siapa yang akan mampu bertahan selama itu? Faisal? “Percayalah padaku, Sa. Aku akan menunggu.” “Tetapi aku tidak ingin kau mennggu Sal.” Jawabku sambil meniup dandelion.             Keheningan menyambut senja yang mulai jingga sinarnya. Biar angin tetap saja membelai kesunyian. Bagaimana mungkin aku biarkan lelaki sebaik Faisal menungguku yang akan banyak berubah? Bagaimana aku bisa percaya kalau dirinya juga tidak akan berubah?

Ombak Samudra Hindia

Gambar
“Melamun, Sa.” Begitu saja Wayang duduk disampingku.             Aku hanya mengangguk menanggapi kehadiran Wayang. Sedikitpun aku tidak meliriknya. Mataku masih tertuju pada langit yang menyatu dengan laut dihadapanku. Menatap ombak yang terus saja berlomba menepi. Menikmati kesejukan angin samudra yang telah lama tak mengusap ragaku.             Aroma laut ini masih saja sama dengan setahun yang lalu saat aku duduk di tepi samudra ini juga. Tetap saja laut masih biru. Awan masih putih bersih. Meski banyak pemandangan sekitar yang belum berubah. Hanya saja payung-payung tenda itu dulu tidak ada. Kuda-kuda juga semakin banyak. Anjing penjaga pantai masih tetap saja agresif berpatroli.             Hari ini tidak akan aku temui senja disini. Karena sebelum senja itu menyapa munngkin aku sudah akan pergi meninggalkan deburan ombak yang kini bersahabat. Aku tahu tidak akan aku nikmati senja seperti setahun yang lalu saat semua kisah itu menjadi awal yang berbeda. Ketika keramahan

Impian Masa Lalu

Gambar
Kaki ini melangkah menelusuri lorong panjang. Aroma ini yang selalu aku rindukan. Terlebih lagi bila ada di lorong panjang ini. aroma yang sangat nyata bisa aku rasakan. Meski bagi orang-orang ini bukan aroma yang menyenangkan. Bagiku ini adalah bagian dari kehidupan yang pernah aku impikan. Lorong panjang yang membuat aku mengingat ketukan langkah sepatu terburu-buru dan roda yang berdecit memekakan telinga beriring rasa cemas orang-orang yang memandangnya. Tatapan yang menyisakan rasa iba dalam hati lantas beriring nama yang Maha Kuasa dalam ucap dzikir yang menenangkan jiwa.             Pagi ini kembali aku terhanyut dalam suasana yang telah lama hilang dari kehidupanku. Memang sudah aku siapkan diri ini sejak beberapa hari lalu untuk mengingat semua detil ini. Aku yakinkan diri ini bahwa akan mampu untuk mengingatnya tanpa menyisakan rasa luka. Aku telah siap melewati lagi lorong-lorong itu. ”Aku benar-benar siap.”             Langkah kakiku  telah menyatu dengan langkah-l