Postingan

Menampilkan postingan dengan label KISAH

Ruang Bercerita Griya Amaryllis

Gambar
  “Menulis saja, sekalipun tidak menyembuhkan luka, setidaknya dapat mengurangi rasa sakit yang kau rasa.” Rasanya sudah lama sekali tidak mengisi ruang blog ini dengan catatan. Terakhir 2021, itu sudah cukup lama untuk menyimpan banyak cerita. Blog yang awalnya berjudul “Cerita Cinta Bersama Sahabat” kini aku renovasi menjadi “Griya Amaryllis”. Semu aitu bukan tanpa alasan, justru karena banyak cerita sehingga aku putuskan untuk menata ruang blog ini. Meski baru sekadar warna latar dan mengubah papan nama, semoga ini menjadi awal untuk cerita-cerita selanjutnya. Setidaknya masih bersama pemilik yang sama, Ary Pelangi, nama pena dari Umi Satiti.             Ruang ini kembali dibangun untuk mewujudkan cita-cita memiliki sebuah kedai kopi yang nyaman untuk berbagi cerita. Sebuah tempat yang nyaman untuk menuturkan kisah-kisah kehidupan. Ruang yang tidak akan tersapu badai meski jalan hidup seringkali mengacak-acak semangat. Teman-teman pembaca juga bisa menjadi bagian dari “Griya Ama

Ambigu

Gambar
Kau merajut cinta dengan dia, menyiramnya dengan perhatian, dan mencoba menyembnyikannya. Sayangnya, aku terlalu peka dengan riak rasa yang kau cipta. Namanu pernah tersebut dalam sebuah percakapan yang menghadirkan tawa penuh sayatan luka. Bukan karena aku kehilangan kamu lagi, hanya saja aku tahu akhir ceritamu akan berujung luka. Bunga yang kamu siram, kamu jaga hingga akarnya, dan kamu banggakan akan menemui tuannya. Itu bukan kamu yang bekerja keras membuatnya tersenyum ketika luka. Sebuah ingatan membawa akan percakapan lintas masa. Mempertemukan aku dengan sahabatmu dan mendengar pengaduan tentang kisah hidupmu. Semua itu seirama, jejak yang membuatku hanya menjadi pendengar setia lalu tertawa dalam luka. Ingin mematahkanmu hari itu juga, tetapi kamu begitu yakin bahwa dia akan menjadi milikmu. Hidup bersamamu dan menikmati alam ciptaan Yang Maha Esa dalam kebersamaan yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Itu hanya mimpimu yang ingin aku hapus sejak kamu mengaku memperjuangkan

Paket Komplitnya Kamu

Gambar
    Kamu adalah paket komplit yang menemani perjalanan ini begitu lama. Kamu adalah paket komplit yang tak bisa diurai untuk dipilih mana yang aku suka lantas aku singgkirkan bagian yang tidak kuinginkan. Kamu adalah paket komplit yang tidak pernah bisa ditawar. Malam ini hujan deras menjelang waktu tidur. Inginku menarik selimut saja menutup hari dengan doa-doa untuk hari esok. Seperti biasa, aku tuntaskan dulu pesan-pesan di ponsel agar tidak menjadi tanggungan hari berikutnya. Sayangnya, pesan atas namamu muncul dalam sebuah label percakapan, entah mempercakapkan apa, aku tidak begitu mengerti. Aku mengenalmu saat rintik hujan, dalam sebuah perjalanan dan mengisahkan riak-riak air langit yang jatuh di atap. Aku mengenalmu dalam senja yang tidak pernah sempurna kemerah-merahannya. Dalam jauhnya langkah yang menelusuri trotoar, di sanalah aku memahami dirimu yang lain. Sisi hidup yang tidak aku inginkan ada padamu. Sosok keras kepalanya kamu dan dinginnya sifatmu. Ingin sekali aku

Suara Hati

Gambar
   Hujan sore ini mengingatkan aku akan banyak cerita. Rintiknya membawaku berkelana pada ribuan aksara yang pernah tersaji dalam lembar karya. Sesekali kilat menyambar membangunkan lamunan bahwa pernah tercipta luka dari sebuah kelana. Guruh bersuara membenarkan bahwa ada bekas luka yang masih tersisa dalam goresan pena. Salah siapa? Hati menyalahkan logika yang terlalu angkuh mengambil setiap keputusan tentang rasa. Sementara akal berteriak mengutuk hati yang terlalu lemah dan tidak pernah mampu memilih kebijakan. Keduanya terus beradu hingga kumandang azan memanggil untuk berbuka. Diri meneguk air setelah sehari menahan dahaga. Aku tidak mengerti mengapa mereka selalu berdebat? Hati dan logika tidak pernah sepakat tentang paket cinta yang datang menyuguhkan masa depan. Sementara jari-jari tangan memilih akrab dengan lembaran kertas dan pena. Merekam setiap perdebatan lantas menyuguhkannnya di atas panggung pameran. Sementara mata menjadi bagian paling sengsara sebab harus meng

Menghilang di Batas Rasa

Gambar
Malam ini, bolehkah aku habiskan air mata untukmu? Setidaknya untuk yang terakhir kali dan besok tidak akan ada lagi. Aku lelah bila tiba-tiba hariku harus basah oleh air mata yang menyebut namamu. Boleh ya, sekali ini saja aku menangis? Aku lelah terus berpura-pura tersenyum setiap kali namamu dihidangkan dalam percakapan. Bukannya aku tidak suka. Aku hanya lelah terus mengunyah remukan rengginang sembari menjawab pertanyaan tentang perjalanan hidupmu. Sebentar lagi Syawal, itu artinya namamu akan kembali menjadi sajian meramaikan meja tamu yang berhias kaleng roti. Kau bisa membayangkan betapa indahnya namamu tersaji. Membuatku ingin meneguk secangkir kopi, tetapi selalu gagal. Tanganku terlalu lihai membuat campuran air sirup dan menyuguhkannya dengan senyum paling munafik yang kupunya. Malam ini, Ramadhan kembali menyapa. Aku menjadi sangat gembira karenanya. Sebab aku akan menjadi perempuan yang lebih kuat dan lebih bijak berkata-kata. Seperti itulah Allah mempersiapkan aku

Jangan Makan Cinta (Bagian Tiga)

Gambar
Arypelangi ,- Apa yang kita bicarakan diangka usia kedua puluh enam? Diangka itu, tepatnya saat libur hari raya aku membicarakan pernikahan dengan sahabat lelakiku. Libur lebaran, dan aku pun libur dari rutinitas pendidikan profesi di ibu kota. Kami membicarakan pernikahan tanpa bertatap muka. Hanya dengan menatap barisan kalimat yang saling berbalas dalam layar handphone. Disanalah kami membicarakan pernikahan juga rasa yang akhirnya terungkap setelah lama terpendam waktu. Tepat sekali, hati yang tidak jadi dan tentunya itu bukan pernikahan kami berdua. Ini adalah tentang cinta “Mrs.A” dan “Mr.B” yang telah lama berusaha dijaga dan diperjuangkan. Langkah yang telah serius dan telah berkenalan dengan keluarga masing-masing. Namun hati manusia siapa yang tahu. Tahu-tahu rasa yang telah dipupuk itu ambyar begitu saja ketika “Mr.B” mengajukan nama “Mrs.C” untuk menemani sisa usianya. “Mr.B” telah menemukan pilihannya. Seiring waktu, kini mereka telah hidup dengan pasangan masin

Jangan Makan Cinta (Bagian Dua)

Gambar
Ary Pelangi, - Pagi yang membuatku enggan beranjak terbangun lagi setelah kewajiban pagi tertunaikan. Hari libur memang, hingga tidak perlu beraktifitas untuk cepat-cepat sampai di ruang kerja. Sederet agenda full hari sabtu telah tertata dengan janji-janji yang telah lama disepakati. Nyatanya aku harus beranjak juga menuju kota Bengawan untuk menuntaskan janji-janji temu yang telah disepakati. Undangan pernikahan seorang teman membuat tema berbeda dipagi yang tidak lagi sejuk. Antara menghadiri undangan atau tidak, dilema. Teman-teman sekampus sudah jauh dengan takdir kehidupan masing-masing. Pekerjaan dan pernikahan banyak menghadirkan kisah baru. Pernikahan adalah pembicaraan yang tidak pernah habis. Begitu juga dengan gadis yang teman-temannya sudah menggandeng suami dan anak ke acara kondangan. Pasangan adalah topik emas untuk ditabuh menjadi inti percakapan.

Jangan Makan Cinta (Bagian Satu)

Gambar
Foto Yeti Naura Arypelangi,- Jangan menikah hanya karena cinta sebab setelah menikah tidak akan kenyang hanya dengan makan cinta. Carilah laki-laki yang bertanggungjawab, dengan begitu dia akan menyelesaikan segala kewajibannya sebagai seorang kepala keluarga. Jika memutuskan menikah hanya bermodalkan cinta maka dapat dipastikakn cinta itu akan pudar seiring dengan bertambahnya usia pernikahan. Berpaling kelain hati dan ditinggalkan mencari cinta yang lebih dia cintai adalah masa depan yang menghantui. Sementara kebutuhan pasca pernikahan tidak hanya perihal cinta namun juga tentang kebutuhan hidup yang lain. Tentang kebutuhan fitrah manusia, tentang finansial keluarga, tentang waktu, ketenangan, pengasuhan anak juga kebahagiaan. Semua itu tidak cukup dibayar hanya dengan kata cinta.

Aku, Habibie dan Sebuah Pertemuan

Gambar
Aku dan Prof. Habibie satu ruang Bertemu Habibie, sebuah jalan cerita yang membuat tatanan hidup ini menjadi lebih bermakna. Meski sebuah temu yang teramat singkat namun begitu banyak makna yang tercipta. Terlebih untuk jiwa yang semangat hidupnya harus selalu dikobarkan. Agar tidak rapuh dan tak mengenal lelah dalam membangun negerinya. “Hanya anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan untuk membangun Indonesia. Tidak mungkin kita mengharapkan dari bangsa lain.” (BJ Habibie)

Kebangkitan Novel Indiva

Gambar
Cinta Suci Adinda dan Tahun Kebangkitan Novel Indiva Keberadaan Penerbit Indiva sebenarnya tidak bisa dilepaskan dengan novel. Di awal berdirinya, Indiva telah menggebrak dunia perbukuan dengan berbagai novel yang khas, seperti De Winst (Afifah Afra), Livor Mortis (Deasylawati P), Rose (Sinta Yudisia) dan Jasmine (Riawani Elyta). Namun, beberapa tahun terakhir ini, Indiva mulai agak jarang menerbitkan novel. Ternyata, hal ini cukup dikeluhkan oleh pembaca. Beberapa pembaca setia Indiva mengaku rindu dengan hadirnya novel-novel inspiratif Indiva. “Kok Indiva jarang cetak novel baru, novelnya masih itu-itu saja,” keluh mereka. Menanggapi keluhan tersebut, CEO Penerbit Indiva, Afifah Afra, kemudian merespon dengan menjadikan tahun 2018 sebagai “Tahun Kebangkitan Novel Indiva.” Di awal tahun, dua novel baru pun terbit, yaitu Cinta Suci Adinda (Afifah Afra) dan Sabda Luka (Gegge Mappangewa. Saat ini, di dapur Indiva sedang digodok novel-novel lainnya. Pada artikel ini, a

Sepaket Hadiah di Ibu Kota

Gambar
Teruntuk yang istimewa Hadiah sederhana untuk sahabat yang luar biasa. Meski kau sudah memiliki bukunya, atau sudah memnonton filmnya tetapi tetap buku ini akan menjadi hadiahnya. Hahaha. Semoga cerita di buku ini, akan menjadi satu diantara berjuta rasa, berjuta alasan, berjuta pemahaman untuk terus menggapai cita.. Karena bumi Allah Sungguh Luas Saudaraku... Dimanapun kita berada, saat ini dan nantinya. Tujuan kita sama untuk pulang ke tempat yang kita cita-citakan, dan setiap tanah yang kita pijak, setiap udara yang kita hirup, dan setiap detak jantung. adalah kesempatan adalah mimpi adalah cita adalah karya Jakarta, 230117 -R- ***

Suamiku Mantan Narapidana

Gambar
Ketika datang kepadamu wahai perempuan. Ketika datang kepadamu seorang laki-laki memintamu menjadi istrinya. Seorang laki-laki dengan rambut ikal sebahu. Dia seorang mantan narapidana. Sedang kau adalah seorang perempuan dengan pekerjaan mapan pada sekolah ternama di suatu kota. Semua orang tahu bagaimana perjuanganmu menuntut ilmu di universitas. Lalu apa jawabanmu? Bersediakah engkau menjadi istrinya?? Ini tentang cerita hidup Kak Kasma. Ketika pendidikan, adat dan agama berada dalam satu rangkaian jalan hidup yang tidak terpisahkan. Sedang pernikahan adalah ibadah seumur hidup, penyempurna separuh agama. *Aku sama denganmu. Kalau saja Bapakku memberikan tawaran itu padaku mungkin aku akan memutar otak jutaan kali memikirkannya.* Bolehkah aku bertanya kepadamu, apa yang kau cari dari sebuah pernikahan? Suami seperti apa yang kelak akan mendampingi hidupmu? Kisah apa yang nantinya akan kau tuturkan apa anak cucu?

Nostalgia UTN PPG SM-3T

Gambar
Perjalanan ini akan selesai sebagaimana aku memberi tanda titik untuk cerita-ceritaku. Tanda titik yang bukan untuk selesai. Hanya sebuah tanda untuk mengakhiri sebuah paragraf. Lantas membuka lembaran baru untuk cerita yang lain. Malam ini seperti kembali pada akhir tahun lalu. Sebuah kamar yang di pintunya tertulis 4B8. Sepetak ruang di lantai empat yang penuh dengan drama kehidupan rantau. Jum’at 16 Desember 2017.   Subuh yang terasa begitu menyesakkan. Seorang kawan membangunkanku, mengatakan pengumuman UTN telah keluar. Belum benar-benar aku tersadar dari lelapnya malam, namun jari-jari seakan lincah memainkan layar handphone mencari lembar pengumuman. Terang saja hari kemarin aku sudah mendapat info hanya ada satu orang yang lolos untuk jurusanku. Kala itu kami hanya 22 orang di negeri ini dan kebetulan merapat di Ibu Kota. Satu nama itu adalah temanku kuliah S1 di Kota Bengawan. Yuups dia menjadi satu-satunya yang lulus untuk jurusan kami untuk UTN utama. Tida

Akhiri dengan Bijaksana

Gambar
Sesering apapun cerita tentangmu sampai kepadaku. Sesering apapun kita bercakap lewat kata yang tertulis dalam layar. Sesering apapun kita mampu bercanda, berdebat juga berselisih tanpa harus bertatap muka. Sesering apapun rencana bertemu yang pada akhirnya hanya tetap rencana tak terwujud. Takdir memang kadang seperti itu. Aku buka tiga seri buku catatan harianku. Ketika aku kuliah di Kota Bengawan, ketika aku menelusuri rimba di Negeri Seribu Bukit dan satu lagi catatan ketika berada diantara gedung-gedung pencakar langit Ibu Kota. Ada satu rangkaian cerita yang nyatanya tidak terputus. Ada tulisan yang ingin aku sudahi namun ternyata belum juga selesai. Malam ini semua catatan itu menjelma dihadapanku seakan meminta untuk dituntaskan. Aku mengerti, sangat mengerti bahwa catatan ini harus terselesaikan segera. Sesegera mungkin, seindah mungkin dengan bijaksana.

Cerdas, Meski Tanpa Toga

Gambar
“Kadang tidak semua mimpi harus jadi nyata. Tidak semua keinginan harus terpenuhi. Tidak semua harapan akan kita miliki. Dan tidak semua cita-cita dapat kita raih.” Januari lalu kedua kalinya aku wisuda. Setelah wisuda sarjana tiga tahun lalu di kampus tempat kita bertemu. Januari lalu pengembaraan membawaku menikmati wisuda di Ibu Kota. Tanah rantau yang katanya menjanjikan banyak untuk masa depan. Kota yang katanya keras. Kota yang katanya tidak yang tidak pernah terlelap. Bukankah kau pernah punya mimpi untuk S2? Lantas sampai kapan kau akan menunda meraih gelar sarjanamu? Kau yang membuatku ikut bermimpi. Mengimbangi kawan-kawanku untuk belajar meraih magister atau kelak saat kita bercakap aku mampu mengimbangi. Meski nyatanya saat teman-temanku sudah M.Pd aku baru selesai dengan pendidikan profesi guru. Jalan ini memang sedikit berbeda, tetapi seperti yang kini sering engkau katakan “Apalah arti selembar kertas, ijazah?” kadang juga kau bilang “Apalah arti sebua

Dan

Gambar
Long time no see. Hari itu terakhir kau lambaikan tanganmu di sebuah bangunan berlantai dua, sebuah masjid di ibu kota. Terlalu lama kita tidak bertegur sapa. Jelas, semua itu sebab engkau tidak tampak oleh kedua mataku, bahkan bayanganmu pun tidak terlihat. Segala tentangmu tertutup hari itu dan kau hanya bilang, “Aku ada disini, bila suatu saat engkau mencari.” Selanjutnya, hari-hari terasa begitu ringan. Aku tidak perlu bercakap denganmu. Aku tidak berbagi cerita denganmu dan engkaupun tidak mendikteku untuk setiap keputusan yang aku inginkan. Sejak hari itu aku tanpamu, saat menikmati hiruk pikuk ibu kota. Dan, itu pertama kalinya engkau melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal. Aku tidak keberatan Dan. Justru sebaliknya. Aku tidak harus terus bersamamu untuk setiap langkahku, untuk setiap jejakku dan untuk setiap lamunku. Hari itu aku paham betul bahwa aku dan kau tidak harus terus bersama.

Angka Itu “26”

Gambar
Begitu saja segalanya meleleh malam itu. Air bening begitu hebatnya menembus kokohnya kelopak mata. Bahkan dia tidak tahu malam itu untuk siapa air mata itu tumpah. Air mata yang deras mengalir untuk nama yang belum dia tahu. Untuk wajah yang belum pernah dia temui. Malam yang mulai larut mengantarkan canda pada percakapan indah. Dia tidak menanggapinya karena baginya lelaki itu hanya seorang kawan yang keterlaluan bercanda. “Mau ga? Temenku ada yang siap nikah nih.” Lelaki itu menulis sebuah komentar di akun sosmednya.             Resah. Malam itu hanya dengan membaca komentar sederhana itu dia mengakhiri canda dalam tulisan di akun. Seorang lelaki seperti itu, teman yang mampu memposisikan diri dalam bercanda. Dia kira lelaki itu sangat keterlaluan. Sudah bukan sepantasnya lagi bercanda tenang pernikahan.             Angka dua puluh enam mengajarkannya tentang kedewasaan yang membuat lebih memahami betapa indah dan rumitnya perjalanan cinta. Rasa yang telah mengombang ambi

Diam “Untuk Jalanan”

Gambar
“Mbak kangen jalanan ga?” Agh, adik. Bahkan aku jarang sekali menampakkan diriku dijalanan seperti dirimu. Hanya sesekali saja, dan tidak sering. Bahkan aku tidak ingin bila sampai tertangkap kamera. Kau tahu kenapa? Suatu hari hari nanti kau juga akan tahu, seperti mereka yang dengan mudahnya memahami pertanyaanmu. Dan seiring hari berlalu bahkan aku tidak disisi kalian meyiapkan perbekalanan untuk berada dijalanan. Apa kau kira aku sudah berubah? Kau kira aku tidak lagi peduli? Bahkan sekalipun aku jelaskan semua itu mungkin tidak akan berarti. Bukahkah aku tidak harus menjelaskan tentang siapa diriku. Bahkan dengan bebas kau bisa menilai bagaimana diriku dengan caramu sendiri atau dengan cara orang-orang yang ada disekitarmu.

Letter

Gambar
Teruntuk engkau yang masih aku sebut dalam doa. Semoga setiap jejak perjalananmu masih menyenangkan. Semoga kekuatan dan kesehatan tetap menjadi nikmat yang mengisi hari-harimu. Aku tahu engkau sakit saat pertama aku mengucap doa itu. Sebuah doa yang sengaja aku tumpahkan dalam senja. Aku tahu beberapa hari engkau terbaring di kontrakan milik temanku, kota Solo. Cukup aku tahu semua itu menjadi penegur akan doa-doaku. Sedikit pun tidak pernah ada niatan untuk memutus tali diantara kita. Bahkan kita masih tetap saling bertegur sapa, bercerita dan sedikit mengisi percakapan dengan pertengkaran kecil. Semua seakan biasa. Namun perantauanku juga doa yang aku ucap tidak lagi sama, meski masih namamu terucap namun harapku sudah tidak sama lagi. Banyak cerita berubah begitu saja, bukan karena keinginan sesaat. Hanya saja aku sudah tidak tahu lagi harus menjalaninya seperti apa. Senja itu aku memangkas banyak harapan dalam doaku. Senja itu pula aku memiliki banyak harapan untuk ke

Sebuah Kepasrahan (UTN ULANG 2 PPG SM-3T)

Gambar
Ketenangan itu tiba-tiba saja menjelma menajadi sebuah ketakutan yang hebat. Ya, kira-kira empat puluh lima menit berlalu setelah pukul 08.30. Kepercayaan diriku yang sejak malam tadi cukup untuk dipertaruhkan mengantarkan kalian menuju UTN Ulang kedua. Jujur ditengah waktu yang dijadwalkan keresahan-keresahan itu menjelma, ketakutan yang tiba-tiba saja mengisi mata, pikiran juga hati. Meski begitu aku coba mengembalikan keyakinanku seperti diawal aku melangkah meninggalkan asrama, memenuhi janji menemani kalian hingga masuk ruang ujian. Kumohonkan pertolongan pada-Nya. Aku meminta kelulusan untuk kalian yang tengah berjuang melawan kata. “Semoga lulus.”             Tidak ada yang bisa aku berikan lagi ketika aku lihat wajah-wajahmu yang lelah oleh perjuangan. Mendengar cerita-ceritamu aku hanya bisa katakan “Ikhlaskan yang telah diperjuangkan.” Tidak ada yang bisa aku berikan, maka aku biarkan kalian melelehkan air mata. Aku tidak ingin menahan air matamu yang harus menemani per