Menghilang di Batas Rasa
Boleh ya, sekali ini
saja aku menangis? Aku lelah terus berpura-pura tersenyum setiap kali namamu
dihidangkan dalam percakapan. Bukannya aku tidak suka. Aku hanya lelah terus
mengunyah remukan rengginang sembari menjawab pertanyaan tentang perjalanan
hidupmu.
Sebentar lagi Syawal,
itu artinya namamu akan kembali menjadi sajian meramaikan meja tamu yang
berhias kaleng roti. Kau bisa membayangkan betapa indahnya namamu tersaji.
Membuatku ingin meneguk secangkir kopi, tetapi selalu gagal. Tanganku terlalu
lihai membuat campuran air sirup dan menyuguhkannya dengan senyum paling
munafik yang kupunya.
Malam ini, Ramadhan
kembali menyapa. Aku menjadi sangat gembira karenanya. Sebab aku akan menjadi
perempuan yang lebih kuat dan lebih bijak berkata-kata. Seperti itulah Allah
mempersiapkan aku untuk menghadapi hari raya yang di sana tersemat namamu. Aku
harus mengumpulkan pundi-pundi kekuatan raga agar kaki tetap kokoh berpijak.
Menata batin agar tak goyah ketika mereka mempertanyakanmu yang tidak aku tahu
kisahnya.
Bolehkah aku menutup
cerita ini dengan paksa? Nanti, saat Syawal tiba, tak akan ada lagi namamu
bersanding dengan kaleng roti. Tidak akan ada lagi cerita bersama remukan
rengginang. Boleh ya, aku tutup paksa aksara yang sempat berkisah luka?
Hai, aku pergi bukan karena benci. Aku pergi
juga bukan karena marah. Aku hanya lelah dan perlu ruang untuk sebentar beristirahat.
Aku tidak apa-apa, hanya perlu beristirahat dari namamu yang biasa tersaji
indah lewat percakapan-percakapan hari raya. Aku hanya takut jika tubuh tidak
mampu menanggung lara bila nanti harus mengupas lagi namamu dalam sebuah reuni.
Tahukah kamu, pandemi sudah cukup membuat diriku mengeluarkakn tenaga agar
tidak terjatuh.
Sudah ya, memang sudah
waktunya kisah-kisah ini berjumpa dengan titik terakhir. Sebuah tanda penutup
yang menjawab segala tanya bahwa tidak akan ada lagi cerita lainnya.
Setelah ini, aku akan
fokus dengan diriku sendiri. Aku akan fokus dengan Ramadan yang kulalui.
Menikmati hari untuk diriku sendiri dan mimpi-mimpi yang telah lama terpendam
kenyataan. Ya, aku harus berganti buku, berganti cerita agar tidak selalu
tentangmu.
Suatu hari nanti, jika
catatan ini sampai kepadamu, kau akan mengerti mengapa tiba-tiba aku
menghilang. Sebab sudah waktunya aku kembali fokus pada diriku dan
mimpi-mimpiku. Kembali menepi dan menikmati sepi seperti dahulu. Menata hati, mengumpulkan energi, dan
melangkah pergi.
Terima kasih ya, ini
adalah titik yang tidak mudah aku sematkan dalam cerita. Hanya saja, aku tidak
punya pilihan lain. Aku juga harus memikirkan diriku sendiri. Menjemput bahagiaku
dan membuat kisahku.
Sudah ya, jika
berlama-lama lagi aku takut jika jemari menghapus lagi tanda titik itu. Terima
kasih untukmu yang sudah mengajari aku untuk kuat hingga hari ini. Menuntun untuk
bersabar pada jeda perjalanan ketika aku hampir menyerah. Terima kasih sudah
menjadi teman berjuang dan mencipta karya.
Maaf.
Maaf adalah penutup kisah kita untuk penebus segala hilang. Semoga Ramadanmu tahun ini lebih tenang dan hari raya nanti kau akan senang. Aku, Kamu, dan Sepotong Hati.
Karanganyar, 13 April
2021 // 1 Ramadan 1442 H
Ary Pelangi
Komentar