Aku dan Tinta Biru

Kembali aku dalam hari-hari yang indah. Mengisi setiap langkah dengan cerita indah. Menuliskan kisahku dengan sebatang pena dalam selembar kertas. Aku lukiskan bahagiaku disana. Aku goreskan sisa luka yang tidak mampu lagi aku rasakan. Dalam selembar kertas yang menyimpan begitu banyak cerita. Dalam selembar kertas tempat aku bercerita.

Sampai kapan aku harus dengan semua ini? Ada diantara tumpikan kertas yang penuh dengan makna. Sampai kapan aku berada diantara tumpukan kertas yang begitu sarat akan makna? Perjalanan ini membawaku sampai pada titik ini. Sampai aku berada dalam garis yang tak pernah aku duga sebelumnya. Ingin aku berpaling saja dari cerita-cerita ini. Ingin aku lepas saja dari kisah-kisah ini. Sudahi saja kisah ini sampai disini.
Aku teringat akan sebatang coklat depan rumah yang pernah kau beri. Sungguh manis rasanya. Tapi disitulah pilihan pahit menantiku. Aku minta kau tuk menunggu jawaban dariku. Sungguh waktu itu engkau menunggu. satu hari, dua hari, tiga hari terlewati tanpa aku mengambil sikap. Seminggu pertama aku mulai berfikir tuk menjawabnya. Sedih, berat galau dan risau menemani hari-hariku. Sudah aku katakan pada hatiku akau tidak akan menerima. Sudah bulat keputusanku. Sudah cukup.

Dering suara handphone malam itu. Membuatku kembali berfikir. Haruskah aku mengakhiri semua disini. Menjawab iya atau tidak. Belum sempat aku berikan jawaban. kau sudah tahu pilihanku. Kau bilang tidak apa-apa aku menolak. Saat itu asku tidak tahu hatiku. Sungguh aku tidak tahu inikah hancur karena sakit atau bahagia karena kau tahu apa inginku. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Karena aku tidak tahu dimana hatiku. Harus seperti apa aku? Bahagiakah? Sedihkah? mengapa aku seperti itu?
Tapi kau bilang masih ada kesempatan. Masih ada kesempatan yang lain. Kau pun memintamku kembali untuk tetap ada dirumah. Menemanimu dalam langkahmu. Harus jawaban apa yang aku beri. Aku tidak tahu mengapa aku katakan "iya" aku tidak tahu mengapa hanya kata itu yang terucap sebelum salam berakhir. Sudahlah.. Aku juga belum mengerti.
Aku pernah merasakan saat seperti ini. Saat itu aku kehilangan banyak yang aku punya. Kepercayaan, kebahagiaan, waktu bermainku. sampai aku kehilangan ceria yang aku miliki. Sejak saat itu aku berubah.Sungguh kehidupanku tidak sama lagi. Dan hari ini aku ada dalam masa itu mengingat butiran-butiran bening yang tak mudah tuk dihapus. Sisa sakit yang tak tertahankan dalam jiwa. Aku yang yang tidak ada rasa. Aku yang hanya ada bersama kebekuan dan air mata. Aku yang ada dalam diamku. Aku yang ada dalam dunia fantasiku. Aku yang hilang dari kehidupanku.
Tidak. Aku tidak menyalahkanmu karena membawaku kembali dalam dunia ini. Aku yang dulu memilih untuk berada dalam jalan ini. Aku yang dulu menerima melewati jalan ini. Bukan salahmu. Dan aku juga yakin ini bukan keinginanmu. Aku hanya ingin katakan terimakasih padamu. Bukan kau yang membawaku dalam kehidupanmu. Tetapi aku yang dulu membawamu dalam langkah ini. Andai saja bukan kau juga bukan aku. Andai bukan untuk mereka dan juga diri ini. Tidak akan ada hari seperti hari ini. Tidak akan masa seperti yang kini harus terlewati.
Kertas-kertas itu yang sering membuatku jenuh. Kertas dan tinta itu yang sering membuatku marah. tinta biru itu yang sering membuatklu pusing. Aku ingin lebih mengahargai saja tinta biruku. Tinta ajaib yang bisa merubah segalanya...
Meski hidupku berubah, aku tidak menyesalinya. Aku tidak menysal. tidak akan pernah. Aku tahu adlam tinta biru bukti legalitas, disanalah ada celah yang mampu menenggelamkan aku. Namun disana pula aku akan mengawali untuk terbang lebih tinggi lagi.

08 Juni 2012
Ary Pelangi
Kota Negeri Khayalan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe