Tentang Surat Ibu



Cinta…….
Kini aku sedang memandang langit yang begitu gelap. Seperti biasa, ditemani segelas kopi panas yang mengepul uapnya. Udara disini belum terlalu dingin, cinta. Meski malam juga semakin larut namun aku masih tersadar dengan sederet kat untuk dirimu.

Apa kabar cinta? Semoga engkau sehat dan masih dengan semangatmu yang selalu membara. Sudah lama aku tidak mendengar ceritamu. Aku hany sesekali membaca kisahmu dari posting-an di blog kecilmu. Atau hanya sekedar membaca pesan singkat darimu yang lebih sering aku abaikan. Maaf cinta. Aku masih sibuk dengan aktivitas-aktivitas disini. Yach aku pikir engkau bisa memahaminya.

Jangan pernah berhenti bercerita, cinta. Kau bisa menulis ceritamu dib log milikkuseperti yang sudah kita sepakati sebelumnya. Walau aku akan jarang membacanya juga. Namun suatu saat nanti akan aku luangkan waktu untuk membacanya. Disini sulit untuk bisa online. Mngkin itu juga menjadi penghambatku untuk membaca ceritamu. Handphone-ku, kita sudah sepakat tidak kalau kau ataupun aku tidak akan saling menelfon. Sekalipun itu dalam keadaan darurat.



Cinta….
Kau belum bercerita tentang sekolah barumu. Sekolah yang akan menjadicatatan penting dalam hidupmu. Bagaimana rasanya mengajar di sekolah? Pasti senang sudah dipanggil “Bu Guru”? pasti sangat mengagumkan.

Bukankah semester ini terlalu padat untukmu? Praktek mengajar di sekolah, kuliah, dan kau pernah bilang sedang menggarap kegiatan yang lumayan memusingkan dirimu. Semoga kau bisa melewati itu semua dengan senyumanmu. Aku menunggu cerita darimu tentang sekolah dan kegiatan mengajarmu. Kirimlah pesan bila kau sudah menuliskannya. Aku akan berusaha membacanya lebih cepat.

Sudah beberapa hari ini aku sulit untuk tidur lebih awal. Jangan kau bilang wajar karena efek kopi yang serin menemani aku kini. Bukan pula karena banyak laporan yang menumpuk, itu sudah biasa. Bahkan aku bisa mengabaikan tugas-tugas kuliahku yang sudah menanti untuk segera diselesaikan. Tetapi karena surat yang aku terima seminggu yang lalu. Beberapa hari lalu aku membacanya lagi. Belum juga aku beri balasan akan surat itu. Aku bingung harus menjawabnya seperti apa. Aku berada dalam posisi yang rumit. Awalnya aku tidak ingin bercerita tentang isi surat itu padamu, namun aku berubah pikiran sekarang. Siapa yang lebih memahami Ibu selain dirimu? Ibu. Surat itu datang dari Ibu. Surat yang tidak pernah aku duga sebelumnya.

Sudah lama aku meninggalkan kampung halaman, namun baru kali ini aku mendapat surat dari Ibu. Apa kau masih sering bercerita pada Ibu tentang diriku? Kau tahu aku hanya mampir saja jika aku lewat. Atau sekedar pulang sebentar dan pergi lagi. Belum sempat aku bercerita banyak pada Ibu. Sulit bagiku untuk pulang. Maaf lebaran kemarin aku juga belum pulang. Syawal sudah berlalu semoga belum terlambat untuk aku mengucapkan “Selamat hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir batin.” Titip salam buat Ibu, Bapak juga saudara-saudaramu.

Aku belum membalas surat dari Ibu. Apa Ibu sering duduk di depan pintu dan menantikan kehadiran pak pos? semoga saja tidak. Aku belum menemukan kata yang tepat untuk menanggapi cerita Ibu. Aku tidak ingin menambah kesedihanmu juga Ibu.
Cinta….
Meski tidak tertulis namamu disana secara jelas aku mampu mengerti tentang surat itu. Aku tahu ada banyak hal yang ingin Ibu sampaikan padamu namun tidak bisa disampaikan langsung padamu. Mungkin itu satu-satunya alasan mengapa Ibu mengirim surat padaku. Mungkin karena Ibu juga terlalu khawatir padamu. Maaf aku tidak bisa menemani dirimu disaat yang berat ini.

Aku ingin engkau juga membaca surat itu. Tapi aku rasa itu juga tidak mungkin. Entahlah, mungkin nanti atau besok atau kapan saja akan aku ketikkan surat itu untukmu. Terlalu panjang isi surat itu. Mungkin Ibu sudah tidak sanggup untuk memendamnya sendiri. Ibu bercerita banyak tentang dirimu. Tentang engkau yang kini telah menjadi dewasa. Engkau yang dubanggakan juga menjadi harapan. Ibu bercerita tentang kisah masa lalumu, masa kecilmu yang begitu berharga baginya. Aku tahu kau sedih bila aku bicara tentang masa lalu. Biarlah itu menjadi rahasia antara kita. Aku tidak ingin membahasnya disini dan aku juga yakin kaupun begitu. Nanti bila aku sempat, aku akan pulang bulan depan. Semoga saja aku bisa meluangkan setidaknya sehari saja untuk melihat Ibu.

Aku selalu kehabisan kata-kata bila mengingat apa yang tertulis dalam kertas itu. Batu aku ingin menjawabnya cinta. Meski hanya dalam do’a. Kau lebih memahami Ibu. Kau yang lebih dekat dengan Ibu. Aku yakin kau juga memahami apa yang kini terjadi. Apa yang sedang Ibu khawatirkan. Cinta, kau sudah dewasa. Kau juga semakin cantik dan membanggakan. Hatimu cinta juga dirimu. Aku percaya kau bisa menjaganya. Kau pernah berjanji akan menjaga dirimu juga hatimu. Kau pernah berjanji akan menjaga air matamu. Kau pernah berjanji akan menjaga diri, hati juga air matamu.

Tersenyumlah cinta. Ini bukan sesuatu yang meyakitkan. Bukan pula sesuatu yang akan membuatmu bersedih. Ini tentang sesuatu yang akan mendewasakan kita. Aku sadar cinta, kita memiliki dunia yang berbeda. Kita juga punya jarak yang tidak terdefinisikan. Namun kita punya cerita bersama. Aku ingin engkau benar-benar bisa menepati janjimu untuk menjaga dirimu, hatimu juga air matamu. Percayalah pelangi akan tetap mewarnai hidupmu.

Jangan bersedih cinta. Lewati semua ini dengan senyuman. Jalani kisah ini dengan ketegaran. Tunjukkan kesabaranmu, cinta. Aku percaya kau bisamelewati hari-hari indah ini. Cerita cinta yang kini engkau rajut dengan dia. Dia....

Jagalah dia, cinta. Jagalah dia yang kini bersamamu. Dia yang melewati hari-hari bersamamu. Jagalah senyumnya agar tetap mampu untuk terus tersenyum. Temani dia dengan setia menjalani hari yang berat. Jagalah hatinya agar tidak terluka, meski pernah engkau terluka olehnya. Cinta, aku ingin kau jalani kisahmu dengannya tanpa ada sesal. Aku tidak ingin engkau berpaling dan meninggalkan dirinya melewati semua ini. Sungguh aku ingin engkau bahagia melewati waktumu bersamanya.

Aku percaya diapun ingin menjadi sesuatu yang berharga dalam hidupmu. Bila tidak bisa kau terima perhatiannya, terimalah cinta. Aku yakin dia juga tulus ingin menjagamu. Aku yakin dia juga mencintaimu. Jangan engkau salah mengartikan, cinta.

Cinta,...
Meski sering ini terasa menyakitkan. Percayalah ada pelajaran berharga dalam setiap ketukan langkah. Satu demi satu kisah ini akan usai dan berganti dengan kisah yang baru. Kita bisa memilih bagaimana menentukan akhir dari kisah yang tidak kita sadari awal ceritanya.

Aku ingin melukis pelangi untukmu. Tersenyumlah. Harapan itu masih ada dalam setiap do’a. Selalu ingatlah Dia yang memberi nafas dalam kehidupan. Ucapkan syukur dan memnta maaf pada-NYA. Sholatmu, sedekahmu, tilawah juga berdo’a. Jangan sampai engkau lalai akan hal-hal kecil yang besar makananya. Didalam ragamu ada ruh yang merindukan ayat-ayatNYA.

---0----
16 September 2012
Ary Pelangi
Kota Negeri Khayalan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe