Kenangan
Bukan jarak yang membuat aku
berhenti memikirkanmu. Sama sekali bukan. Aku sudah pergi jauh ke ujung barat
Indonesia. Terbang dengan burung besi melintasi lautan. Lantas menempuh
perjalanan semalam untuk menjacapi tempat jauh yang jauh dari keramaian kota.
Daerah terpencil. Sudah sejauh itu aku pergi tetapi tidak cukup untuk menghapus
cerita tentangmu.
Bukan gunung yang tinggi yang akan
membuatku lupa akan dirimu. Aku bersembunyi dibalik Seribu Bukit. Memendamkan
diriku setahun disana. Tetapi itu tidak cukup untuk melepaskan bayangan tentang
dirimu.
Bukan hujan yang menghalangi kita
untuk saling bertemu. Hujan justru mendekatkanku dengan semua kenangan yang
pernah aku lalui bersamamu. Membuka tirai kenangan yang tertutup hingga semua
masa lalu menjadi jelas.
Sejauh apapun aku pergi. Sejauh
apapun kaki ini melangkah pada akhirnya aku tahu, lari bukanlah jawaban dari
rasa sakit yang aku rasa.
Mungkin rasa sakit ini sudah
terlalu lama. Sudah terlalu sering aku rasakan. Hingga kini mungkin sudah menjadi
luka yang entah bagaimana rasanya.
Aku tidak tahu mengapa namamu yang
mereka sebut dalam hidupku. Sudah begitu lama sekali, saat kita masih sering
menghabiskan waktu bersama mereka. Itu sudah bertahun-tahun lalu. Bahkan saat
aku masih terlalu sibuk dengan diriku yang pontang-panting untuk menggenapi
biaya kuliah. Sampai kini dua tahun aku telah resmi dengan gelar sarjana.
Masih sama. Namamu yang mereka
sebut-sebut dalam hidupku.
Aku selalu mengabaikannya. Bukan.
Aku tidak mengabaikannya. Aku hanya mengingkarinya. Mengganggap semua itu tidak
lebih dari sekedar sendau gurau.
Aku tidak menikmatinya dan tidak
ingin menikmatinya. Aku terlalu angkuh. Sama. Kau pun tak pernah memberi
jawaban apapun saat namamu disebut disana. Tidak tahu atau memang benar-benar
tidak tahu.
Mungkinkah kau mengerti apa yang
aku rasa? Semoga tidak. Hingga kau tidak perlu sedih atau sekedar merasa
bersalah.
Hanya kini ada yang pasti selain
keraguan dan kebimbangan yang sering mereka tanyakan padaku. Mendesakku untuk
jujur tentang posisimu dalam hidupku. Kau sama dengan teman-teman lelakiku yang
lain.
Waktu terus menjawabnya. Aku
semakin sibuk begitu juga dirimu. Aku disini menyiapkan perantauan untuk tahun
depan dan engkau entah dimana. Sedang terus saja tanya tentangmu datang padaku.
Apa yang bisa aku jawab selain senyuman.
Waktu terus menjawabnya. Sedang
aku dan kau sama-sama menjadi saksi dari sahabat kita yang mengikat cinta suci
dalam janji pernikahan. Aku dan kau hanya semakin membongkar rahasia tanpa
pernah kita tahu artinya. Senyuman telah menguncinya. Diam.
Apa semua tanya tentangku juga
sampai pada dirimu?
Biar saja. Seperti biasa, aku
masih mengingkarinya. Kau pun boleh begitu. Aku tidak akan sakit saat
dihadapanku kau menjawab “hanya teman”. Atau bilang pada mereka “tidak ada
apa-apa”. Aku akan berterimakasih kau menjawab begitu. Sekalipun yang kau rasa
tidak seperti itu.
Pertemuan tidak akan mengobati
rasa sakit karena kesalahan masa lalu. Tetapi punya kesempatan untuk mengucap
kata “maaf”
Jarak tidak akan pernah memastikan
tentang rasa dan keraguannya. Tetapi cukup untuk membuat kita mengerti tentang
rindu.
Hujan tidak akan pernah menghapus
jejak kenangan yang pernah terjadi. Tetapi mampu menjadikannya pengingat saat
kita telah lupa.
Waktu akan mengubur keraguan dan mengobati
rasa sakitnya. Tetapi tidak akan pernah hadir kembali untuk mengulang hari
kemarin.
Kau dan aku, hanya segelintir
orang yang tahu. Suatu kenangan yang dihiasi oleh pertengkaran, perbedaan,
cinta, pengertian, teriakan dan pengingkaran.
Karanganyar, 13 Desember 2015
Ary Pelangi
Komentar