Gadis Penjaga


Suara debur ombk terdengar begitu jelas. Betapa dahsyat kekuatannya. Wajar saja bila mampu mengikis kokohnya tebing yang menjulang di tepi pantai. Namun begitu tetap saja memikat hati manusia untuk bermain dan bercanda dengannya. Tetap ramah menyapa kehidupan.
            Belum puas rasanya menikamati keindahan alam yang satu ini. Namun senja sebentar lagi. Tubuh ini juga sudah lengket oleh air laut. Meski panas tak lagi membakar raga. Dan kegembiaraan dalam canda tak bisa lebih lama lagi. Sudah saatnya melepaskan mimpi untuk terdiam  lebih lama lagi.
            Wenny, gadis ceria dengn segala kepolosannya. Keceriaan tampak menghiasi wajahnya. Mungkin hari ini dia gembira. Bukan mungkin lagi, tapi pasti dia gembira. Hari ini pantai begitu ramai dan ramah padanya.
            Dunia ini memang ramah. Sasa berdiri di samping Wenny. Dengan senyuman yang tidak kalah ramahnya. Bercakap-cakap sesaat lalu kembali diam. Sasa mencari-cari sesuatu dari dalam dompetnya. Tak berapa lama dia temukan juga selembar uang lima ribuan. Lalu membentangkannya dan memastikan tidak basah. Sasa menunjukkannya pada Wenny.
“Berapa Mbak?” Tanya seorang laki-laki yang baru saja keluar dari salah satu ruang daiantara deretan ruang yang ada di belakang Wenny.
Dengan kepolosan dan ketidaktahuannya Wenny balik bertanya, “Apa?”
Sasa juga masih bengong tidak percaya dengan yang didengarnya. Pandangan Sasa tertuju pada laki-laki dengan dompet di tangannya dan siap mengeluarkan beberapa lembar uang. Dan tanpa banyak kata lagi seolah laki-laki itu menyadarinya.
“Maaf Mbak, saya kira mbak yang jaga.” Kata laki-laki itu. “Maaf Mbak. Benar-benar maaf. Saya tidak tahu mbak.” Sepertinya dia benar-benar menyesali perbuatannya.
Lelaki itu menghilang bersama dengan seorang temannya entah kemana. Sasa tidak lagi bisa menahan tawa. Wenny masih dengan wajahnya yang tidak lagi seriang tadi. Tidak lagi seceria memerapa menit yang lalu.
Tidak berselang lama datang serombongan orang muda. Beberapa laki-laki dan dua perempuan. Mereka asyik bercengkerama. Begitu riangnya mereka namun hanya sesaat mereka mengalihkan perhatian Wenny dan Sasa.
Seorang perempuan diantara mereka telah selesai mencuci muka dan membersihkan pasir dari sepatu karetnya. Lalu keluar dengan wajah yang lebih segar lagi.
“Bayarnya nanti ya Mbak. Saya mau mandi dulu sekalian.” Kata seorang laki-laki yang mungkin pacarnya.
            Wenny kembali dengan ekspresinya seperti tadi. Ingin marah tapi tidak bisa. Kesal katanya. Dan Sasa seketika meledak tawanya. Begitu juga beberapa dari orang dalam rombongan itu ikut tertawa.
“Itu lho bapaknya yang jaga.” Kata seorang teman laki-laki dari rombonga itu sambil menunjuk seorang laki-laki paruh baya duduk agak jauh kamar mandi miliknya.
“Maaf Mbak. Saya kira Mbak…” Laki-laki itu tidak melanjutkan kalimatnya.
            Tidak berapa lama setelah tawa mulai mereda Tiwi keluar dari dari salah satu ruang disana. Menghampiri Wenny dan Sasa. Yang dinanti telah datang. Mereka bertiga meninggalkan pemandian setelah memberikan selembar uang lima ribuan dan selembar uang seribuan kepada bapak penjaga. Sasa masih sering cengar-cengir sendirian dan Wenny merasa lebih kesal dari sebelumnya.

----0----
Umi Satiti
11 Maret 2012
Pantai Siung, Gunung Kidul

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe