Postingan

Sabtu Malam - Aku Tak Sendiri

Gambar
Sabtu malam, aku menyebutnya malam Minggu seperti kebanyakan orang menamakannya. Satu malam yang panjang dan mengasyikkan, itu kata mereka. Malam Minggu yang tiada beda dengan malam-malam lainnya cukup sederana dalam jeda waktu yang tiada panjang. Duduk didepan layar televisi. Memberi komentar pada berita-berita tentang eloknya negeri ini. Sesekali menikmati sajian drama yang sering menjenhkan. Kadang menghabiskan waktu berkisah dengan saudara. Apapun dapat menjad cerita, eloknya negeri ini sekalipun. Bahkan cerita di pelosok desa mampu terdengar. Sering kali tertawa sambil menikmati apapun yang disebut camilan. Malam terasa singkat bila aku di kota. Duduk-duduk di trotoar memandang-lampu-lampu yang lewat. Bercerita dengan kawan sekolah tentang masa lalu dan juga mimpi-mimpi yang terlanjur terwujud. Tentang masa depan keluarga baru juga kekasih hati. Menikmati wedhang Ronde yang harganya cukup minimal, cukuplah dengan kantong anak muda. Hidup ini sungguh menyenangkan.

Hari Esok

Mengapa begini? Salah apa diri ini? Harus terlahir tiada sempurna Hidup dalam keterbatasan Terhimpit belenggu keadaan Mereka mencibir dan mencaci Memandang sebelah mata Menganggap aku lemah, terhina Satu dua tetap tersenyum Hadir menemani diri Tetapi hanya sesaat Meski begitu mereka abadi Dalam kehidupan ini Menyatu dengan raga dan doa Hari ini aku bertanya lagi Bagaimana masa depan kami? Hari esok masih misteri Tapi aku takut, khawatir Bekal ini terlalu sederhana Rasanya tak cukup, Bagaimana masa depanku? Aku begini adanya Terlahir jauh dari sempurna Dipandang sebelah mata Tersisih, Lagi, aku bertanya Bagaimana masa depanku? Aku ingin kaya Aku ingin sukses Aku ingin bahagia Aku punya cita-cita Meski aku tahu tak mungkin meraihnya 11 Oktober 2014 Ary Pelangi Gayo Lues – Aceh

Symphony Padang Rumput

Gambar
“Aku akan menunggu Sa, satu tahun.” Faisal menatapku lekat-lekat. “Bahkan dua tahun sekalipun sampai kau selesaikan pendidikanmu.”   Aku palingkan wajahku dari tatapan Faisal. Bagaimana mungkin aku percaya akan kesetiaannya? Dia lelaki yang baik tetapi aku tidak sanggup bila membiarkan dia menunggu. Satu tahun tugasku di tanah rantau lantas satu tahun berikutnya pendidikan. Siapa yang akan mampu bertahan selama itu? Faisal? “Percayalah padaku, Sa. Aku akan menunggu.” “Tetapi aku tidak ingin kau mennggu Sal.” Jawabku sambil meniup dandelion.             Keheningan menyambut senja yang mulai jingga sinarnya. Biar angin tetap saja membelai kesunyian. Bagaimana mungkin aku biarkan lelaki sebaik Faisal menungguku yang akan banyak berubah? Bagaimana aku bisa percaya kalau dirinya juga tidak akan berubah?