Suara Hati

 


 Hujan sore ini mengingatkan aku akan banyak cerita. Rintiknya membawaku berkelana pada ribuan aksara yang pernah tersaji dalam lembar karya. Sesekali kilat menyambar membangunkan lamunan bahwa pernah tercipta luka dari sebuah kelana. Guruh bersuara membenarkan bahwa ada bekas luka yang masih tersisa dalam goresan pena.

Salah siapa?

Hati menyalahkan logika yang terlalu angkuh mengambil setiap keputusan tentang rasa. Sementara akal berteriak mengutuk hati yang terlalu lemah dan tidak pernah mampu memilih kebijakan. Keduanya terus beradu hingga kumandang azan memanggil untuk berbuka. Diri meneguk air setelah sehari menahan dahaga.

Aku tidak mengerti mengapa mereka selalu berdebat? Hati dan logika tidak pernah sepakat tentang paket cinta yang datang menyuguhkan masa depan. Sementara jari-jari tangan memilih akrab dengan lembaran kertas dan pena. Merekam setiap perdebatan lantas menyuguhkannnya di atas panggung pameran. Sementara mata menjadi bagian paling sengsara sebab harus mengurainya dengan air mata. Seperti malam ini, masih ada yang coba ditahan hingga mencipta merah.

Hujan masih mencipta basah di halaman rumah. Menyaksikan perdebatan hati dan logika yang masih saling menyalahkan. Kali ini hati terdengar lebih tangguh, mungkin telah marah sebab lelah terus menanggung resah. Dimintanya logika untuk beranjak memandang mata yang semakin memerah dan hampir tumpah. Kali ini hati berjuang agar dia yang memenangkan rasa. Menunjukkan suaranya dan mencoba memenangkan perdebatan.

Secangkir teh hangat telah lenyap dari cangkirnya. Hujan mulai mereda dan kulit basah oleh air kran.

Bukan perkara siapa yang memenangkan perdebatan. Hanya saja sudah waktunya jiwa dan raga untuk sejenak beristirahat. Sudah waktunya mata meluapkan setiap sedihnya dan membersihkan air mata. Sudah waktunya jari-jari tangan berhenti menuliskan kemarhan dan pertengkaran. Ya, sudah waktunya pula hati dan logika duduk berdampingan mengambil peran untuk waktu yang akan datang.

Malam ini, dalam sisa rintik hujan aku kumpulkan segala pertikaian, lelah, kecewa juga marah dalam satu singgasana peraduan. Aku meminta hati yang baru untuk menemani perjalannan hidupku. Lantas aku ingin dia memimpin langkah agar tidak salah arah. Kuberikan penghargaan kepada logika untuk menjadi teman berbagi, agar sesekali ada yang mengingatkan kala hati merapuh. Mungkin dengan begitu mata tidak akan pernah lagi merasa perih dan jari-jari tangan akan mementaskan kisah kebahagiaan kepada semesta.

Kali ini, aku izinkan hati untuk memberikan suaranya setelah lama kemenangan ada pada logika. Karena memang hatilah yang harusnya peka perkara rasa. Memimpin diri untuk merasa bahagia, berkoordinasi dengan amarah, dan menangkis kecewa.

Pada menghujung harap, aku pasrahkan hati pada Sang Pencipta agar Dia menjaga erat hatiku. Hingga tidak akan pernah lagi lemah dan hilang arah. Esok akan ada mula untuk perjalanan panjang tanpa lelah meski harus membuka lembar lama untuk berkisah.

Kepada raga yang merasa lelah, cobalah sejenak untuk istirahat. Kepada logika yang mulai angkuh bertahta, cobalah sejenak untuk diam dan mengalah. Kepada hati yang sempat rapuh menanggung luka, pulihlah dengan segera. Sebab suara hati adalah nasehat terbaik tanpa dusta.

 

Karanganyar, 14 April 2021 // 2 Ramadan 1442 H

Ary Pelangi

 


 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe