Postingan

Pesan dari Rantau

Gambar
Seperti biasa, hari ini berharap terlalu tinggi. Ingin menggapai langit-langit yang jauh disana. Seperti biasa, diri ini menggepakkan sayap terlalu kuat. Tetapi diri ini telah lupa, ada sayap yang pernah patah. Harusnya kusadari itu namun terlambat sudah. Raga ini melesat jauh dari awan-awan, hingga tiada lagi awan menangkapku. Mata terbuka, “Mengapa masih bernafas?” sedang sakit menjalar disekujur tubuh. Masih sendiri. Seekor pipit jatuh diantara gerimis Karanganyar, 18 Desember 2015 Ary Pelangi             Malam yang semakin gelap tampak semakin gelapnya. Diluar sana bintang-bintang pun enggan bersinar. Mungkin bukan enggan bersinar hanya berembunyi dibalik selimut mendung. Dingin tidak ingin kalah, turut serta hadir merobek-robek raga yang hampir seminggu terus saja meriang.             Langit hendak menumpahkan hujan, tetapi tampak keraguan. Sesekali hanya tetes gerimis yang terdengar.             Harusnya aku matikan handphone malam ini hingga tidak aku temuka

Aku, Kau dan Rumah Singgah

Gambar
“Aku akan S2. Kuliah disini tidak harus menjadi guru bukan?” Kata Alif hari itu. Entah itu hari yang keberapa disemester yang keberapa. Hanya saja kalimat itu jelas masih ada dalam ingtan Sasa.             Sudah dua tahun lalu Sasa mendapatkan gelar sarjananya. Hari ini dia kembali duduk dibawah pohon memandang rumah singgah. Ada seorang teman yang dinantikan kehadirannya. Sore ini Sasa akan menemui seorang teman yang setahun lebih tidak ditemuinya. Seorang teman yang setia mendengar cerita Sasa saat diperantauan.             Sebotol air mineral dan sekotak permen coklat. Sebuah novel telah dibacanya beberapa halaman. Lantas dia teringat akan ucapan Alif yang membuatnya kembali memandang rumah singgah. Sebuah bangunan yang dulu mempertemukannya dengan Alif dan juga sahabat-sahabat terbaiknya di universitas. “Aku anak pertama dan masih punya dua adik perempuan. Bagaimana bisa aku hidup sesuka hatiku.” Kata Alif “Aku harus bisa hidup hemat disini.”             Hari itu Sasa m

Merindu Januari

Gambar
Rindu ini bukanlah hutang yang harus kau lunasi. Bukan pula janji yang harus kau tepati. Rindu ini hanya tentang hujan di lereng Lawu. Kenangan lama yang hanya terjamah dalam ungkapan kata “Rindu”. Enam tahun Cinta. Waktu yang kini hidup dalam kenangan. Bait-bait masa lalu yang tidak akan mungkin akan terungkap dalam kejujuran. Kaupun tidak ingin mengakuinya bukan? Kita sama Cinta. Melewetkan enam tahun yang seakan hanya biasa. Kini angin mendesah mengingatkan akan lembaran-lembaran masa lalu. Masihkah kau mengingkarinya? Ya, aku masih mengabaikannya meski jelas isyarat-isyarat itu terlukis untukku. Mungkinkah aku yang salah mengerti? Aku berharap satu hal Cinta, aku salah mengartikan isyaratmu. Hujan hari kemarin mengingatkan aku akan pertemuan hari pernikahan sahabat kita. Pesta yang begitu sederhana untuk orang yang begitu istimewa. Sahabatku yang juga sahabatmu, Cinta. Tentang undangan bulan Januari tahun yang akan datang. Aku hanya merindu Januari.

Kenangan

Gambar
Bukan jarak yang membuat aku berhenti memikirkanmu. Sama sekali bukan. Aku sudah pergi jauh ke ujung barat Indonesia. Terbang dengan burung besi melintasi lautan. Lantas menempuh perjalanan semalam untuk menjacapi tempat jauh yang jauh dari keramaian kota. Daerah terpencil. Sudah sejauh itu aku pergi tetapi tidak cukup untuk menghapus cerita tentangmu. Bukan gunung yang tinggi yang akan membuatku lupa akan dirimu. Aku bersembunyi dibalik Seribu Bukit. Memendamkan diriku setahun disana. Tetapi itu tidak cukup untuk melepaskan bayangan tentang dirimu. Bukan hujan yang menghalangi kita untuk saling bertemu. Hujan justru mendekatkanku dengan semua kenangan yang pernah aku lalui bersamamu. Membuka tirai kenangan yang tertutup hingga semua masa lalu menjadi jelas. Sejauh apapun aku pergi. Sejauh apapun kaki ini melangkah pada akhirnya aku tahu, lari bukanlah jawaban dari rasa sakit yang aku rasa. Mungkin rasa sakit ini sudah terlalu lama. Sudah terlalu sering aku rasakan. Hingg

Aku Sahabat “Terbaik”mu

Gambar
Tulisan yang engkau janjikan. Benar kau telah menepati janjimu untuk pertemuan kita kemarin. Sebuah kisah yang engkau tunjukkan pada semua orang bahwa akulah sahabat terbaikmu. Terima kasih.             Aku baru saja turun dari bus. Duduk diemperan toko pinggir jalan raya sambil meneguk air puih dari botol. Belum lama dan aku mencoba mengirim pesan untuk sahabat yang setahun hidup seatap denganku di Gayo Lues. Hari itu aku memang telah berjanji berkunjung kerumahnya. Mengabarkan padanya di tempat yang telah dia janjikan akan menjemputku. Yogyakarta, aku membaca kisahmu di kota yang selalu meninggalkan kenangan saat aku menapak disana. Jari-jari tanganku lincah menyentuh layar handphone lantas mengetikkan beberapa huruf hingga tertulis nama kerenmu. Benar saja catatan terbarumu yang pertama aku baca. Catatan yang berjudul “ Dia” Sahabatku . Aku membacanya dikeramaian, masih menunggu sahabatku di depan toko. Paragraf-paragraf yang sungguh romantis. Air mataku jatuh dikeramain kat

Tentang Suatu Masa "Lawu"

Lawu... Lawu... Darinya aku belajar kepercayaan Tentang arti sebuah impian Kerelaan melepas cinta demi cita Lawu... Darinya aku mengerti arti sebuah keluarga Disana ada pertengkaran dan penerimaan Tentang berjuta perbedaan Sakit yang berbuah luka dalam senyuman Kerelaan ciptakan jarak demisekeping harapan Lawu... Darinya belajar ketangguhan Kala tetes hujan menari beriring rintihan hati Kepercayaan seakan tiada arti Hanya tawa dalam lambaian tangan Sudahi cerita ini Kerelaan pergi tuk ciptakan kedamaian Lawu.. Akankah menjadi saksi perjalanan kita Saat kita rela menerima kedewasaan Saat jarak menghubungkan cita Saat waktu merangkumnya dalam kenangan Lawu... Sudahkah kau dapati citamu? Sudahkah kau temukan cintamu? Lawu... Atau kita akan kembali duduk bersama Berbicara tentang cita dan cinta Karanganyar, 26 Oktober 2015 Ary Pelangi

Bintang Lawu

Lawu pun pernnah berbintang. Aku memandangnya dari surau kecil perkampungan. Aku telah lupa dimana catatan itu. Hanya saja pernah ada cerita disana. Dia. Benar dia mengajarkan aku tentang langit dan bintang-bintang. Tentang malam juga dingin yang selalu mendekap. Diajarkannya ketulusan cinta padaku. Kisah suatu perjalanan hidup yang tak pernah mudah. Hari itu hati terlanjur bicara mengisahkan ceritanya. Lawu pernah berbintang. Ada cerita langit yang masih menggema. Apa kau mendengarnya? Percakapan di surau kecil. Masihkah kau mengingatnya? Tentang langkah-langkah yang terus menapak. Tentang gerimis yang tak jadi hujan. Cinta. Mengapa kata itu tertulis? Namanya hadir dalam bayanganku kemarin. Dia yang mengajarkan aku. Tentang langit dan bintang-bintang Lawu. Karanganyar, 25 Oktober 2015 Ary Pelangi