Aku Sahabat “Terbaik”mu

Tulisan yang engkau janjikan. Benar kau telah menepati janjimu untuk pertemuan kita kemarin. Sebuah kisah yang engkau tunjukkan pada semua orang bahwa akulah sahabat terbaikmu. Terima kasih.
            Aku baru saja turun dari bus. Duduk diemperan toko pinggir jalan raya sambil meneguk air puih dari botol. Belum lama dan aku mencoba mengirim pesan untuk sahabat yang setahun hidup seatap denganku di Gayo Lues. Hari itu aku memang telah berjanji berkunjung kerumahnya. Mengabarkan padanya di tempat yang telah dia janjikan akan menjemputku. Yogyakarta, aku membaca kisahmu di kota yang selalu meninggalkan kenangan saat aku menapak disana.
Jari-jari tanganku lincah menyentuh layar handphone lantas mengetikkan beberapa huruf hingga tertulis nama kerenmu. Benar saja catatan terbarumu yang pertama aku baca. Catatan yang berjudul “Dia” Sahabatku. Aku membacanya dikeramaian, masih menunggu sahabatku di depan toko. Paragraf-paragraf yang sungguh romantis. Air mataku jatuh dikeramain kata dalam kalimat kelima “...dia adalah sahabat terbaik bagiku.” Entah apa arti air mata itu, aku tidak menyadari kehadirannya dan semakin tenggelam dalam kata sederhana yang teramat istimewa. Lantas kembali aku mengulangnya “...dia adalah sahabat terbaik bagiku.” Ada yang terasa berat di kedua pundakku, ada yang menahan nafasku. Maaf, aku minta maaf untuk itu. Maaf karena engkau telah menjadikanku sahabat terbaikmu.

            Kau istimewa sahabat. Sangat istimewa menemani perjalanan hidupku di universitas. Tetap ada saat satu demi satu banyak teman yang membebaskan diri dari pertemuan-pertemuan indah di rumah singgah. Tetap menanyakan kabarku saat aku lama tidak mengirim cerita padamu. Dua tahun kita melewati kisah di rumah singgah dekat lapangan tenis. Sedang sisa hari-hari selanjutnya masih di universitas, kau masih sering mengunjungiku di rumah singgah. Setia mendengar keresahan dan kebimbangan. Bahkan setelah engkau lulus kau masih hadir memberi inspirasi agar segera aku raih gelar sarjanaku.
            Benar saja, kau istimewa. Kau datang saat aku resmi memasangkan tiga huruf “S. Pd” di belakang namaku. Kau juga istimewa dengan segala waktu dan kesibkanmu, tepat sehari sebelum aku terbang ke pulau Sumatra kita bertemu di masjid kampus. Kau selalu datang saat bilang akan datang dan aku selalu memilih tempat agar kau yang datang menjemputku. Kau datang, kau kirim sebuah lagu ke handphoneku “Leaving On a Jet Plane”
            November, kita memenuhi janji untuk bertemu lagi setelah perantauan panjangku. Kita menikmati sisa “musim gugur” dalam dekapan senja. Berkisah tentang perjalanan satu tahun hidup masing-masing saat tidak berjumpa. Sedikit mengenang masa lalu, dan namanya masih sama dengan dahulu yang engkau sebut dalam asmara. Satu nama yang berhasil engkau tebak saat aku mulai bercerita tentang pertemuan bulan kemarin. Kita sama-sama tertawa setelah kau sebut namanya diatas sepeda motormu. Mengapa tidak ada berubah tenang nama itu sedang kita telah berubah menyikapi masa lalu dan kenangan yang terlukis dirumah singgah?
“Senyum, canda, tawa dan kemesraan yang mungkin engkaku lihat itu hanya pelengkap sandiwara cinta. Sedang ketulusanku hanya tentang kesederhanaan kasih sayang yang terlanjur melekat dalam kedamaian persahabatan.”
            Tahun depan aku akan memulai lagi perjalanan panjang. Aku akan masuk dalam kehidupan asrama dan kita akan semakin sering untuk tidak bertemu. Tetapi aku berharap setidaknya akan bertemu sekali lagi sebelum aku merangkai hidup dengan keluarga baru yang aku dapatkan dirantau nanti. Aku tidak tahu apa setelah perantauan panjang kedua nanti asmara ini akan tetap sama sedang karir kita mungkin telah berubah dan orang-orang disekitar kita tidak lagi sama.

Karanganyar, 16 November 2015

A.Pelangi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe