Letter

Teruntuk engkau yang masih aku sebut dalam doa.
Semoga setiap jejak perjalananmu masih menyenangkan.


Semoga kekuatan dan kesehatan tetap menjadi nikmat yang mengisi hari-harimu. Aku tahu engkau sakit saat pertama aku mengucap doa itu. Sebuah doa yang sengaja aku tumpahkan dalam senja. Aku tahu beberapa hari engkau terbaring di kontrakan milik temanku, kota Solo. Cukup aku tahu semua itu menjadi penegur akan doa-doaku.
Sedikit pun tidak pernah ada niatan untuk memutus tali diantara kita. Bahkan kita masih tetap saling bertegur sapa, bercerita dan sedikit mengisi percakapan dengan pertengkaran kecil. Semua seakan biasa. Namun perantauanku juga doa yang aku ucap tidak lagi sama, meski masih namamu terucap namun harapku sudah tidak sama lagi. Banyak cerita berubah begitu saja, bukan karena keinginan sesaat. Hanya saja aku sudah tidak tahu lagi harus menjalaninya seperti apa. Senja itu aku memangkas banyak harapan dalam doaku. Senja itu pula aku memiliki banyak harapan untuk kehidupan yang aku sendiri tidak tahu.
Doa itu masih untukmu, masih namamu yang terucap namun harapan tidak lagi sama. Bukan karena ada nama yang lain dalam doaku. Meski itu bagian yang harus aku sebut dalam doaku, nama yang aku semogakan dalam rentetan doaku. Tenanglah, namamu masih aku sebut dalam doa meski harap tidak lagi sama.
Seperti hari-hari yang lalu, kau harus bangun dan menata ulang hidupmu. Aku tahu engkau hanya sedikit lelah dengan kehidupan, tidak mengapa. Semua akan kembali seperti awal adanya. Kau akan baik-baik saja begitu juga diriku.
Kali ini aku tidak akan mengucap kata maaf. Seperti engkau yang hanya sekali mengucap kata “maaf” disaat harusnya kisah ini telah selesai sekian tahun lalu. Tetapi semua menggantung hingga tahun-tahun berikutnya. Tidak satupun cerita menjadi jelas, hanya semburat makna yang nyatanya masih terbaca dalam setiap pertemuan juga percakapan. Kali ini aku tidak akan mengucap kata maaf untuk doa yang aku awali di Ramadhan untuk dirimu, masih namamu namun harap tidak lagi sama. Semoga yang terbaik untukmu.

Kali ini aku tidak akan mengucap kata maaf. Ramadhan sudah berakhir dan aku akan menutupnya disini. Kata yang aku harap akan  engkau temukan sendiri. Tidak akan pernah ada kata terlambat. Pun tidak masalah bila engkau tidak menemukannya.
Semoga yang terbaik untukmu. Tidak ingin aku menyesalinya setiap rangkaian doa yang pernah terucap. Sekalipun akan kau jalani hidup dengan orang terbaik, aku tidak ingin menyesalinya.
Mengakhiri ini bukan berarti memutus segalanya. Pun nyatanya kita tetap erat sebagai kawan baik yang selalu menjaga silaturahmi. Maka tetaplah menjadi kawan baik tanpa beban apapun. Seperti dahulu saat kita masih sering bertemu. Bercakap, bercanda dan biar tetap seperti itu. Semua terasa menyenangkan seperti itu.
Temukanlah mimpi dalam hidupmu. Aku selalu mengharapkan semangatmu yang seperti dahulu.

Solo, 10 Juli 2016

Ary Pelangi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe