Belajar Berserah (Menuju UTN Ulang 2 PPG SM-3T)
“Perjalanan kita tidak mudah untuk
didefinisikan meski telah berulang kali memutar otak, memilih kata yang tepat. Nyatanya
aku selalu belajar dari kebersamaan kita. Perjalanan yang hampir satu tahun.
PPG SM-3T PLB UNJ.”
(Karanganyar, 30 Desember 2016)
Malam
sudah larut hanya saja tangan-tangan ini masih sibuk dengan rangkaian tugas
yang belum juga selesai. Bukan tugas kuliah seperti yang biasa dikerjakan
diasrama. Saat itu aku sengaja pulang kerumah menyelesaikan apa yang mesti
diselesaikan. Kepulangan yang sudah aku rencanakan berbulan-bulan lamanya.
Jari-jari tanganku lincah
membalas pesan-pesan yang tampak dalam layar handphone. Beberapa teman yang
lama tidak bertemu, setdaknya aku hanya mengabarkan kepulangan dan mungkin bisa
meluangkan waktu untuk berjumpa, membagi ilmu yang rasanya terlalu rumit aku
pelajari di ibu kota. Agh, mungkin saja mereka mampu mencairkannya, setidaknya
membantu membahasakan hingga aku mengerti. Aku masih berdiskusi lewat akun yang
sama-sama kami miliki, terbatas memang makanya aku berharap mampu bertemu, dan
esoknya adalah waktu yang kami janjikan untuk kembali bertemu setelah beberapa
hari sebelumnya kami telah sedikit berbincang.
Grup yang anggotanya hampir
semua teman-teman satu asrama begitu saja tampak banyak percakapan. Penasaran
memang, tapi aku tidak kunjung membukanya. Mungkin masih seputar keributan yang
sebelumnya pengumuman hasil UTN Ulang 1 yang kabarnya tertunda sampai tahun
baru. Masa bodoh dengan semua itu, toh aku masih penasaran dengan
jawaban-jawaban yang belum aku temukan. Aku masih harus membereskan buku-buku
pegangan waktu kuliah S1 sambil masih diskusi dengan beberapa teman lewat akun
sosmed. Begitulah biasa kami bercakap tanpa harus bertemu.
“Mbak Umi, Selamat ya. Usaha
tidak akan menghianati hasil.” Sebuah pesan BBM membuatku ternganga. Pesan dari
teman satu kamar di ibu kota.
“Pengumuman UTN Ulang.”
Otakku secepat mungkin memberikan bahasa yang entah apa namanya.
Jari-jari tanganku
segera beralih pada akun yang mungkin menampung informasi yang memungkinkan.
Aku masuk ruanng sosmed dan mencari sumber berita itu. Setelah menunggu
beberapa detik aku baru bisa membuka lembar pengumunan. Terlalu banyak nama dan
jurusan membuatku semakin penasaran, rasanya tidak mudah menemukan kalimat “Pendidkan
Luar Biasa” sebelum akhirnya aku baca tiga kata itu dengan jelas. Diawal lembar
aku bersyukur karena ada satu nama diawal dengan tulisan “tidak mengulang”
sedikit mulai ciut hatiku ketika membaca kata “mengulang” pada deret yang
terlalu panjang sampai akhirnya aku temukan dua kata “tidak mengulang” dan itu
satu baris dengan namamu. Langsung meleleh, ucapan syukur atas doa-doa yang
terkabulkan. Rasa syukur ini tidak mudah hilangnya.
Aku kembali membalas
pesan teman satu kamarku tadi. Kalau bukan karena pesan ini mungkin akan lebih terlambar
mendengar berita itu.
Kawan, ini tidaklah
mudah. Karena ini adalah amanah yang dengan sengaja aku minta pada-Nya dalam
setiap doaku. Aku sengaja memintanya setelah
aku terhempas dari UTN utama yang hanya meluluskan satu orang di kelas
kita, dia yang juga teman satu kelasku dulu saat menempuh pendidikan S1. Aku
hampir tidak sanggup menyampakan hasil ini pada bapak dan emak dirumah.
Ketidaklulusan yang sangat mengecewakan. Saat aku membaca pengumuman itu, saat
itu teman sekamar yang membangunkan. Mengatakan hasil ujian utama telah keluar.
Tanpa banyak berfikir aku langsung membuka HP mencari namaku namun hanya satu
nama itu yang lulus. Aku hempaskan HP diatas kasur lantas melangkah
meninggalkan kamar, meneteskan air dari kelopak mata lantas aku mengguyurnya
dengan air wudhu. Seakan semua tidak adil dan aku mengadukan ketidak adilan itu
dalam sholat subuhku. Hingga aku lelah dan mendapat ketenangan untuk kembali
memulai hari.
Sampai aku mampu
menghubungi beberapa teman dan meminta saran, bagaimana mengabarkan
ketidaklulusan itu pada mereka yang ada dirumah. Tetapi mereka justru membuatku
tertawa. Ada yang bilang katakan saja apa adanya, ada juga yang bilang tahan
saja sampai UTN Ulang yang lulus. Kalian tahu mereka adalah sahabat-sahabat
yang tidak pernah setengah hati menertawakan kegagalan UTN Utama yang membuatku
teriris. Tetapi dari sana aku mengerti bahwa Allah masih memberi satu
kesempatan yang mereka sebut “Remidi” dan kita menyebutnya “UTN Ulang”. Mereka
yang aku tahu selalu mengirimkan doa-doa dan nasehat untukku. Menertawakanku
dengan puasnya dan itulah semangat yang membuatku tidak berlalut dengan
kegagalan dan menguatkanku untuk mengambil kesempatan yang masih ada.
Mereka yang jauh dari
ibu kota pun turut menertawakan, orang-orang yang aku temui di Solo ikut
tertawa, menertawakan ketidaklulusanku. Disini aku tahu kita merasakan nasib
yang sama ditertawakan karena ketidaklulusan, tetapi mereka benar. Mereka benar
karena menertawakan ketidaklulusanku. Setidaknya aku tahu bagaimana rasa ini
diuji. Tetapi disitu aku justru tidak sanggup marah, sebab setiap kali mereka
menertawakanku, bila mereka satu bidang kajian ilmu denganku justru aku ajak
bercakap dengan soal-soal yang masih aku ingat. Aku tagih mereka dengan doa
agar turut mendoakanku dikelulusan UTN ulang 1.
Amanah lulus itu yang
aku terima dengan rasa syukur masih harus aku pertanggungjawabkan untuk
hari-hari selanjutnya. Disana ada doa banyak jiwa yang turut memohonkan
kelulusanku. Ada banyak harapan setelah pendidikan ini berhasil terlewati. Aku
berharap mampu memegang amnah ini hingga aku mampu mempertanggungjawabkannya
suatu saat nanti, waktu yang belum mampu untuk terdefinisikan.
Kawan, bukan maksud
menggurui namun hanya ingin mengingatkan bahwa Allah tidak akan menguji diluar
batas kemampuan kita. Masih Sembilan belas orang dalam kelas kita. Aku yakin
kalian mampu memanfaatkan kesempatan yang masih tersisa. UTN Ulang 2 yang lusa
harus teman-teman hadapi. Disini aku tidak ingin menjelaskan siapa diriku
karena aku yakin kalian lebih cerdas dari diriku, kalian lebih dewasa dan mampu
melewati ini sampai akhir. Maka ambillah kesempatan yang masih bersisa,
kesempatan yang tidak akan datang lagi dalam waktu yang dekat. Ambillah, karena
waktu tidak akan pernah kembali. Waktu tidak akan pernah bisa ditukar.
Aku mengerti kawan,
ikhtiar maksimal telah sama-sama kita lakukan. Membaca ratusan halaman modul,
bembaca entah sudah berapa buku juga catatan-catatan yang bisa kita bagi. Tidak
tertinggal slide presentasi yang tidak terhitung lagi ditambah puluhan artikel
yang tidak mampu kita sebutkan. Berbagai disiplin ilmu telah kita pelajari.
Pedagogig, ortopedagogig, kedokteran, bahasa, psikologi, fisioterapi dan juga
entah berapa banyak cabang ilmu yang telah kita coba untuk dipamami. Kita pun
sudah coba berdiskusi dengan ahli yang ada disekitar kita, bapak dan ibu dosen
kita yang tentunya mereka tidak kita ragukan tingkat keilmuannya. Namun ternyata
menjadi guru profesional menuntut lebih dari itu semua.
Entahlah, mungkin semua
prasangka yang kita miliki masih sama. Tentang kriteria lulus, tentang
nilai-nilai yang kita peroleh di UTN utama juga UTN ulang dan semua prasangka
tentang soal-soal yang kita hadapai. Semua itu masih sama, misteri yang belum
mampu kita urai. Lupakan semua prasangka buruk itu setidaknya untuk membuat
hati kita menjadi lebih tenang. Bukannya aku tidak peduli karena sudah
memperoleh kata “tidak mengulang” hanya saja teman-teman kita yang senasib juga
belum memperoleh jawaban dari semua prasangka yang sudah berubah menjadi sebuah
tanya.
Setelah semua usaha maksimal
yang kita lakukan, kita sama-sama tahu kemana semua akan bermuara. Kita masih
punya Allah yang tidak akan meninggalkan kita. Milikilah keyakinan itu,
memintalah kepadanya dengan kerendahan hati. Mendekatlah padanNya agar Dia
semakin mendekat kepadamu. Seandainya engkau lelah beristirahatlah jangan
bilang engkau telah bosan, jangan mengatakan semua ini tidak masuk akal
terlebih setelah hari kemarin kita berdiskusi bersama diruang sidang. Ketika
ada banyak kata membuatmu semakin lemas, tetaplah percaya bahwa kepastian hanya
dimiliki olehNya bukan pada yang lain. Memintalah pada-Nya, sebab Dialah yang
menentukan takdir kita. Sebuah nasehat yang pernah aku dapat dari seorang kakak
dan aku belum tahu riwayat sahihnya “yang mampu mengubah takdir adalah DOA”.
Bukan maksud ingin
menggurui, hanya ingin sekedar mengingatkan bahwa semua yang kita punya adalah
milik Allah dan akan kembali padaNya. Yang ada pada kita harus kembali kita
ingat bahwa semua amanah yang setiap waktu bisa diambilNya lagi. Bukankah semua
itu sudah cukup jelas? Bacalah Al-Qur’an, sebab disana ada petunjuk. Kembali
mengingatkan lagi untuk kembali meminta restu pada Ibu dan Bapak di rumah,
sebab ridho Allah tergantung pada ridho orang tua. Pastikan lagi bahwa orang
tua kita ridho terhadap jalan hidup yang kita inginkan, ridho kalau kita lulus.
Maka satu lagi untukmu kawan, pahami lagi dirimu yang juga butuh ketenangan,
badanmu yang butuh sehat juga jiwamu yang butuh nutrisi. Bahwa didalam diri
kita juga ada hak untuk orang lain. Penuhilah hak mereka yang melekat pada
dirimu hingga lancar dan terpenuhi semua rezekimu.
Sekali lagi pahami
dirimu. Ragamu yang harus tetap sehat, terpenuhi asupan makan juga
istirahatnya. Fisik yang harus tetap kuat. Mata yang harus tetap sehat, kaki
dan tangan yang tidak boleh terlalu lelah. Jangan mendzalimi diri senjdiri.
Juga jiwamu yang harus terjaga. Menjaganya dari prasangka yang mungkin akan
membuat hati takut dan keruh, menjaganya agar tetap tenang dengan sholat wajib,
sholat sunah (lail dan dhuha), ngajinya juga dzikirnya. Biarkan hati tetap
berdoa memohon apa yang diinginkan.
Setelah semua usaha
terbaik kita, maka semua itu tinggal menunggu keputusan Allah. Takdirnya selalu
yang terbaik. Ikhlaskan semua usaha dan perjuangan kita, ikhlaskan doa-doa yang
kita langitkan. Takdirnya adalah yang terbaik. “Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang engkau dustakan?” IKHLASkan kawan. Ikhlaskan semua yang telah kita
perjuangkakn, berserah padanya dalam ketaatan. Semoga kita lulus 100% seperti
doa-doa yang selalu kita langitkan.
Selamat berjuang
teman-teman. Ingatlah bahwa kita tidak akan pernah sendiri. Kita akan melewati
apa yang semestinya kita lewati. Percayalah, jangan pernah ragu akan doa yang kita
langitkan.
Belajarlah
dengan TENANG dan SABAR.
Jakarta,
5 Januari 2017
Ary Pelangi
Komentar