Postingan

Sebuah Kenangan Tentang Perjalanan

Gambar
Hujan sedari tadi membuatku melamunkan banyak hal. Aku duduk ditepi jalan raya sambil menanti hujan reda, tahukah apa yang muncul dalam bayanganku? Suara air yang berdau dengan aspal menyambutku turun dari bus ditempat yang kini terasa asing bagiku. Aku berteduh disuah bengkel di pinggir jalan. Jalanan yang masih padat dengan lalu lalang kendaraan. Duduk disana, melamun. Ya aku melamun. Nenikmati indahnya gemericik air yang beradu dengan aspal. Sungguh suara itu menjadi nyanyian kedamaian dalam diriku. Hujan semakin deras dan entah lagu apa yang berdendang. Hujan ini mengingatkan aku pada bangunan itu. Sebuah gedung kecil tempat aku singgah. Bangunan berlantai dua itu, entahlah. Aku ingat itu hari  Minggu tanggal satu Januari, sudah hampir satu tahun rupanya. Sungguh waktu ini terlalu cepat berlalu. Sudah hampir satu tahun, tapi peristiwa itu maaaasih jelas dalam bayanganku. Masih sangat aku ingat detailnya yang membuat nafasku sempat terasa berat. Aku percah ceritakan tentang

Tentang Hari Hujan Itu

Hujan. Tirai itu yang akan menahanmu untuk tetap duduk bersamaku. Mendengarkan lagu dari tetes air yang jatuh diatap. Memanjakan diri metap kehidupan dalam bingkai bernama jendela. Telah aku dengar sebuah ceritera tentangmu. Beberapa gambar tersebar di maya. Surat kabar itu menyampaikan pesan padaku setelah kau tinggalkan aku hari itu. Kau lakukan itu juga. Tapi tidak mengapa bagiku. Tidak mengapa kau tinggalkan aku untuk berada disana menulis sendiri kisahmu dan berkawan dengan media. Terimalah itu menjadi bagian dalam perjalanan hidupmu. Sungguh tak seorangpun akan menduga bila kau berani melangkah sampai disana. Batas yang benar-benar telah engkau patahkan. GAris yang telah engkau hapuskan. Lantas kau boleh bangga dengan apa yang telah engkau pilih. Jangan pernah bersedih atas pilihan itu. Jangan pernah engkau menyesalinya. JAngan menangis, cinta. Malam ini bukan kau yang menangis karena ayahmu telah mengetahui. Hadapi itu dan keluarlah dari zona ini yang telah bertahun-tahu

Lomba Menulis-Bentang Pustaka

Gambar

Labirin-labirin Masa Lalu

Gambar
Cuaca yang tidak bersahabat.  Angin bertiup menerpa dedaunan yang mulai cerubus. Rasa dinginnya sampai meresap ke pori-pori. Niatan hati segera saja pulang sebelum terperangkap hujan di bangunan bertingkat ini. Berlahan tapi pasti aku melangkahkan kaki melewati anak tangga hingga sampailah aku di lantai satu. Sejenak aku terdiam di ujung tangga. “Benarkah aku ingin pulang?” Batin hati kecilku. “Ya.” Suara hati itu kembali muncul. Kaki ini kembali melangkah meninggalkan suara sepatu yang terus beradu dengan lantai. Entah kenapa aku mempercepat langkahku dan berbalik menuju rumah singgah. Entahlah. Meski aku ingin segera pulang tapi kaki ini melangkah menuju bangunan itu, yang aku sebut rumah singgah. Seperti ada magnet yang menarikku kesama. Ada sesuatu yang menarik langkahku untuk mendekat dan melihat apa yang terjadi. “Sepi.” Kataku pada diri sendiri saat bisa aku lihat bangunan kecil itu. Seperti tak ada kehidupan. Tak seorangpun mengisi kesepian bangku di serambi.          

Tangis dalam Kebekuan

Gambar
Diammu.... Dimana sedihmu? Hingga yang kau tampakkan hanyalah senyum palsumu yang tak semua orang mengerti. Seolah engkau baik-baik saja. Seolah engkau adalah orang paling bahagia yang ada. Tahukah kau, tidak bisa engkau sembunyikan sedihmu itu dalam senyumanmu. Entah semanis apa engkau tersenyum. Seceria apa engkau tampakkan dirimu dihadapan orang lain. Akan ada yang mengerti engkau lebih dari senyuman palsumu. Aku punya satu kisah indah untukmu cinta. Sempatkan dirimu untuk membacanya. ini tentang seorang gadis yang kini sering bersamaku. Tentu ini akan mengusik ketenanganmu tetapi aku ingin engkau tahu sebuah cerita yang indah dan mampu memilukan hatiku. Dia begitu berbeda dari yang lain. Sungguh dia  tidak seperti kebanyakan perempuan yang aku temui. Sopan tutur katanya, dan supel orangnya. Sangat menyenangkan bila berbicara dengan dirinya. Untuk seusia dia, bagiku dia telah cukup dewasa dan bijak menyikapi kehidupan ini. teman-teman yang menyayangi dia, nilai akademi

Kisah ini, Sampai Kapan?

Gambar
Berat.... Sesak.... Nafas itu tersendat hembusannya Mengiringi langkahku yang terasa kaku Sering membuatku tersenggal Sampai tak aku sadari telah menetes air mataku Kudengar sendiri isak tangis yang tertahan Sampai kapan kisah ini terukir? Sampai kapan cerita ini berputar? Sapampai kapan akan kita rajut kisah ini? Sedari dulu aku tulus menyusunnya Mengumpulkan kepingan demi kepingan Merangkainya menjadi cerita utuh Hingga kelak bisa kita jadikan kenangan Hingga kelak saat perpisahan tiba Aku bisa merelakan waktu kita bersama Tetapi nyatanya.... Aku tidak sekuat dulu lagi Aku tidak setangguh yang kau pikirkan Harus aku akui tentang diri ini Telah mulai rapuh untuk bertahan Tak kuat lagi untuk tempat bersandar Selalu kau bilanbg "bersabarlah" Tetapi diri ini juga punya hati dan rasa ---0--- 08 November 2012 Ary Pelangi Kota Negeri Khayalan

Butir-Butir Air Mata

Mengapa kau menangis lagi? Cinta, tidakkah kau sadari bagaimana indah perjalanan ini? Untuk kesekian kalinya aku melihatmu menangis. Inilah air mata yang engkau tumpahkan semalam? Akhirnya engkau tumpahkan juga sedihmu itu dalam tangis yang tak terdengar seorangpun. Mengapa cinta? Sudahkah engkau lelah menahan sedihmu itu? Sudahkah engkau lelah menahan air mata yang selalu kau sembunyikan darinya? Cinta…. Aku tahu ada banyak hal yang hanya engkau simpan sendiri. Ada begitu banyak kisah yang kau pilih untuk melewatinya seorang diri. Karena engkau tidak ingin mereka khawatir padamu. Dan kau juga selalu mengatakan dirimu baik-baik saja. Padahal tidak satu katapun bisa kau terima dengan jelas. Tetapi selalu kau bilang semua baik-baik saja. Benar semua baik-baik saja bagimu tetapi engkaupun tahu yang sesungguhnya. Sampai kapan akan engkau jalani hidup seperti ini? Dalam pengembaraan dan bertahan dengan kesepian. Sebegitu kejamkah hingga kau pilih untuk menutup dirimu brgitu rap