Postingan

Ombak Samudra Hindia

Gambar
“Melamun, Sa.” Begitu saja Wayang duduk disampingku.             Aku hanya mengangguk menanggapi kehadiran Wayang. Sedikitpun aku tidak meliriknya. Mataku masih tertuju pada langit yang menyatu dengan laut dihadapanku. Menatap ombak yang terus saja berlomba menepi. Menikmati kesejukan angin samudra yang telah lama tak mengusap ragaku.             Aroma laut ini masih saja sama dengan setahun yang lalu saat aku duduk di tepi samudra ini juga. Tetap saja laut masih biru. Awan masih putih bersih. Meski banyak pemandangan sekitar yang belum berubah. Hanya saja payung-payung tenda itu dulu tidak ada. Kuda-kuda juga semakin banyak. Anjing penjaga pantai masih tetap saja agresif berpatroli.             Hari ini tidak akan aku temui senja disini. Karena sebelum senja itu menyapa munngkin aku sudah akan pergi meninggalkan deburan ombak yang kini bersahabat. Aku tahu tidak akan aku nikmati senja seperti setahun yang lalu saat semua kisah itu menjadi awal yang berbeda. Ketika keramahan

Sajak tentang Hujan

Gambar
Hujan... Dia tidak memenjarakan aku Tidak pula menahanku dari kebebasan Terlebih lagi menghalangiku dari impian Hujan... Tidak membuatku kecewa Tidak membuatku bersedih Tidak juga aku menangis karenanya Hanya membiarkan aku duduk sejenak Menikmati merdu nyanyiannya Memandang indah tariannya Lantas tersenum dalam kedamaian Aku hanya ingin bertanya padamu Ayah, mengapa harus begini? Sebentar lagi impian impian itu nyata Indah dalam genggamanku Tetapi mengapa terlalu jauh? Sangat jauh dari mataku Ayah, kenyataan itu Telah dekat dengan telinga Cerita cerita indah dan juga do'a Tetapi aku kembali meragukannya Karena sikap yang membuatku jenuh Meski sekedar menapakkan kaki disana Pulang dengan tawa riang Salahkah aku, Ayah? Bila terlalu sering air mataku tumpah Salahkah aku. Ayah? Saat aku pulang dalam diam Salahkah aku, Ayah? Sebab tak mampu aku marah padamu 6 Januari 2014 *Ary Pelangi 

Surat Cinta

Gambar
“Dear diary, hari ini aku senang sekali karena aku bisa berkumpul bersama-sama di Griya Kreatif. Disana aku diajari oleh guru-guru yang baik hati, sabar dan suka bercanda. Disana aku diajari sampai bisa. Aku senang sekali les di Griya Kreatif, karena tempatnya nyaman buat saya. Saya betah disana.”  (1 November 2013)             Malam mulai larut. Kesepian mulai menyapa diantara tumpukan kertas yang berserakan. Rasanya ingin terpejam saja mata ini yang sudah berhari-hari berjaga menatap tulisan-tulisan yang kadang sulit tuk dimengerti artinya.             Baru saja aku membongkar map merah yang setiap hari aku bawa ke tempat kerja juga kampus tempat aku selesaikan tugas akhirku. Hanya berniat mencari catatan revisi bimbingan hari kemarin yang aku tulis dalam selembar kertas. Tidak ketemu juga padahal sudah aku keluarkan semua isi yang ada dalam map. Lantas jari-jariku mulai meraba kantong-kantong kecil si black, ransel hitamku yang setia menemani hari-hari indahku . Sele

Tentang Cinta

Gambar
"Bukan karena kau, aku dan mereka." Selama ini semua baik-baik saja. Perjalanan ini begitu menyenangkan denganmu. Langkah ini teramat nyaman menapak seiring dengan langkahmu. semua itu karena ada ada cinta. Benar, ada cinta yang terlanjur mengisi ruang dalam hati. Ada cinta yang selalu terasa dalam nafas yang tak sempurna. Perjalanan ini teramat istimewa. Saat dengan sadarku aku rela ada kehidupan lain mengisi relung-relung yang dulunya hampa. Kedua mataku terbuka dengan jelas dan aku pandangi wajah yang teramat asing dalam ingatan. Hingga semua menjadi biasa karena telah terbiasa memandang. Telinga telah biasa mendengar detak langkah kakinya. Suara-suara sumbang yang turut mengusik ketenangan senja. Cinta, mungkinkah cinta ini terlalu cinta yang melampaui batasnya? Maafkan aku wahai Sang Pemilik Cinta. Kenyataannya memang seperti itu. Bagaimana bisa terus berbohong dengan kata yang tak sempurna. Membiarkan metafora terus beradu dengan kenyataan. Semua ini kadang

Impian Masa Lalu

Gambar
Kaki ini melangkah menelusuri lorong panjang. Aroma ini yang selalu aku rindukan. Terlebih lagi bila ada di lorong panjang ini. aroma yang sangat nyata bisa aku rasakan. Meski bagi orang-orang ini bukan aroma yang menyenangkan. Bagiku ini adalah bagian dari kehidupan yang pernah aku impikan. Lorong panjang yang membuat aku mengingat ketukan langkah sepatu terburu-buru dan roda yang berdecit memekakan telinga beriring rasa cemas orang-orang yang memandangnya. Tatapan yang menyisakan rasa iba dalam hati lantas beriring nama yang Maha Kuasa dalam ucap dzikir yang menenangkan jiwa.             Pagi ini kembali aku terhanyut dalam suasana yang telah lama hilang dari kehidupanku. Memang sudah aku siapkan diri ini sejak beberapa hari lalu untuk mengingat semua detil ini. Aku yakinkan diri ini bahwa akan mampu untuk mengingatnya tanpa menyisakan rasa luka. Aku telah siap melewati lagi lorong-lorong itu. ”Aku benar-benar siap.”             Langkah kakiku  telah menyatu dengan langkah-l

Masihkah Ada Cinta?

Gambar
“Perenungan Kecil dalam Malam yang Semakin Larut” Perantauanku hampir saja berakhir. Itu harapan kedua orangtuaku. Mereka ingin aku segera pulang dan memasuki dunia baru. Harapan itu ada dalam hari-hari mereka. Tetapi aku masih menikmati pengembaraanku, Cinta. Setelah dari sini aku telah memilih tempat untuk menjadi tanah perantauan. Aku memilihnya karena disana ada begitu banyak cerita yang menarik perhatianku. Ada begitu banyak kisah yang membuatku ingin berada disana.            Tengah malam sebentar lagi namun mata ini belum juga ingin memejamkan mata. Adikku telah tertidur pulas. Mungkin karena sudah terlalu lelah seharian mengerjakan tugas-tugas kuliah. Adikku? Benar Cinta. Malam ini aku ada di rumah. Maaf tidak aku katakana padamu kalau aku pulang. Sudah dua hari aku melepas rindu di pondok kedua orang tuaku. Aku berharap mampu menemukan lagi kebersamaaan yang telah lama tidak bisa penuh aku rasakan. Maaf, aku tidak berani mengetuk pintu kamarmu. Padahal aku tahu

Aku, Engkau dan Mereka dalam Kereta

Gambar
Pertemuan dengan dirimu yang ternyata aku rindukan. Bukan karena apa-apa. Mungkin aku yang terlalu mengenang perjalanan ini. Engkau yang pernah hadir dalam langkah kaki ini. mengiringi derap-derap langkah yang pernah ada. Dan mungkin inilah jawaban yang mampu aku berikan atas surat-suaratmu selama ini. Surat-surat panjang yang telah engkau tulis. Pesan-pesan yang kini hanya bisa aku baca ulang. Karena dulu aku tidak tahu harus mengirimkan jawabannya kepada siapa, kecuali hanya pada barisan angka yang ada disana. Hari ini aku kembali memandang kotak besi yang biasa hanya bertahta diatas almari buku di sudut kamar. Awalnya tidak ada niatan sedikitpun untuk aku menuliskan barisan kata ini. Hanya ada niatan untuk menata ulang kamar yang sudah beberapa bulan ini aku abaikan. Bahkan lebih sering aku lepaskan lelahku diruang depan. Terlelap dikursi panjang yang hanya cukup nyaman untuk aku rebahkan badanku disana. Aku hanya menyingkirkannya dan mengabaikankan kotak besi yang ternyata s