Surat Cinta
“Dear
diary, hari ini aku senang sekali karena aku bisa berkumpul bersama-sama di
Griya Kreatif. Disana aku diajari oleh guru-guru yang baik hati, sabar dan suka
bercanda. Disana aku diajari sampai bisa. Aku senang sekali les di Griya
Kreatif, karena tempatnya nyaman buat saya. Saya betah disana.”
(1 November 2013)
(1 November 2013)
Malam
mulai larut. Kesepian mulai menyapa diantara tumpukan kertas yang berserakan.
Rasanya ingin terpejam saja mata ini yang sudah berhari-hari berjaga menatap
tulisan-tulisan yang kadang sulit tuk dimengerti artinya.
Baru
saja aku membongkar map merah yang setiap hari aku bawa ke tempat kerja juga
kampus tempat aku selesaikan tugas akhirku. Hanya berniat mencari catatan
revisi bimbingan hari kemarin yang aku tulis dalam selembar kertas. Tidak
ketemu juga padahal sudah aku keluarkan semua isi yang ada dalam map. Lantas
jari-jariku mulai meraba kantong-kantong kecil si black, ransel hitamku yang setia menemani hari-hari indahku. Selembar kertas putih
kecil telah ada dalam genggaman tanganku. Tapi aku tahu itu bukan catatan yang
aku cari.
Ada
rasa haru.
Aku sadari ada yang
membuat nafasku tiba-tiba terasa sesak sesaat setelah aku baca tulisan dalam
lembar itu. Tanpa mengulang lagi untuk membaca segera aku meletakkannya diatas tumpukan buku yang berserakan.
Meski
sering terisi dengan teriakan, tangis juga tawa. Jiwa yang telah lama berada
dalam satu ikatan. Dan hari itu
entah dengan senyuman yang terasa seperti apa rasanya,
kuucap kata perpisahan. Aku tak menjanjikan apapun, tidak juga menjanjikan akan
kembali mengukir cerita disana, bersamanya yang telah menjadi bagian dari
hidup.
Hati
yang telah lama bersama melewati hari-hari yang teramat sangat padat. Meski
terbatas waktu dalam durasi detak jarum
jam tetapi hati tidak terbatas untuk saling mengisi.
Apapun bentuknya dan bagaimanapun datangnya akan terus
mengisi dan tidak akan pernah penuh meski hanya untuk sebentar saja.
Aku
tahu masih diri ini tidak sempurna. Meningkalkan jejak yang tidak sempurna
pula. Rasanya teramat sulit untuk berpisah. Terlebih bila aku ingat dia yang
dengan manjanya merengek minta ini dan itu. Menarik tanganku untuk
mengikutinya. Atau saat dia rangkulkan kedua tangannya dileherku dan
menggoyang-gayangkan tubuh ini dari belakang. Belum lagi saat dia sambut
kehadiranku dengan teriakan dan pelukan. Meski kadang sikap manjanya membuatku
sedikit lebih lelah. Bandelnya dia membuat
suaraku serak. Tetapi semua itu adalah satu
warna yang teramat indah dan mengagumkan.
Maka
aku ucap kata maaf yang semoga mampu menggenapi diri ini yang tak bisa
sempurna. Untuk segala salah, khilaf juga luka yang mungkin pernah membuat
kecewa dan tersakiti. Maka izinkanlah keikhlasan untuk menemaniku selanjutnya.
Dalam
senyuman ini aku ucapkan terimakasih untuk yang telah memberi begitu banyak
cerita indah dalam hidup. Meski kadang terbatas oleh keadaan. Tetapi biarlah,
biar saja kita terus berada dalam senyuman yang teramat tulus untuk saling
membagi rasa bahagia kehidupan ini. Sehingga mampu kita rasakan bahwa hidup ini
penuh dengan
kebahagiaan.
Mengingat
lagi wajah yang teduh, mampu aku lihat ada sedih diwajahnya, bisa aku rasakan
ada hati yang kehilangan. Jelas saja itu terlihat disisa waktu yang terlalu
cepat. Sebab terlalu lama aku bersamanya, aku tahu kapan dia sedih, marah,
ngambek, bercanda ataupun senang. Namun dirinyapun mengerti saat aku harus
pergi. Aku lihat senyumnya mulai kembali mengembang dan salam itu bersama
lambaian tangan yang akan aku rindukan.
Kembali
aku lihat kertas
yang masih terlipat diatas tumpukan buku yang berserakan.
Lantas aku teringat akan kertas-kertas sebelumnya. Kertas-kertas kecil dengan
tulisan yang teramat singkat. Barisan huruf yang tidak mengenal basa-basi
cinta. Disitulah kata cinta terucap begitu jelasnya. Ingin membalas surat-surat
kecilnya, semoga nanti akan ada kesempatan itu. Kertas-kertas yang masih aku
simpan, terselip dalam buku yang berjajar.
Sekali
lagi terima kasih
untuk hati yang telah saling mengisi. Maafkan diri yang tidak sempurna. Semoga
mimpi-mimpi kita yang kini masih menggantung mampu kita raih. Kita akan
sama-sama lebih giat lagi belajar hingga bertemu kembali dalam suatu muara yang
indah.
Masih
aku simpan gambar orange dua minggu lalu. Semoga nanti bisa kita tempel di
dinding yang pernah kau inginkan, dan bersama-sama akan kita lihat gambar itu.
Aku ambil lagi kertas kecil darinya, membukanya dan kembali membacanya. Kalimat
yang teramat sederhana namun teramat istimewa. Meski bukan surat cinta yang
pertama, namun tetap indah maknanya.
“Pelangi-pelangi
alangkah indahmu
Merah
kuning hijau di langit yang biru
Pelukismu
Agung siapa gerangan
Pelangi-pelangi
ciptaan Tuhan”
Pelangi akan selalu memberikan
warnanya
Menemani langit melukis dunia
Menemani hujan tuk ucapkan
perpisahan
Menemani matahari beranikan diri tuk
bersinar lagi
Solo, 7 November 2013
Ary Pelangi
Komentar