Postingan

Terlanjur Berjanji

Kita sudah terlanjur berjanji untuk tidak saling jatuh cinta disini. Sesering apapu menghabiskan waktu bersama. Seberapa sering pun kita saling tertawa. Kita sudah terlanjur berjanji untuk tidak saling jatuh cinta disini. Sesering apapun perjalanan mengantarkan pada pertemuan Seberapa sering pun kita saling melepas bosan. Kita sudah terlanjur berjanji untuk tidak saling jatuh cinta disini. Setidaknya kita saling tahu makna pertemuan, arti sebuah kebersamaan Setidaknya kita saling tahu makna sebuah pengertian, arti sebuah kepedulian Kita sudah terlanjur berjanji untuk tidak saling jatuh cinta disini Jakarta, 22 Mei 2016 Ary Pelangi

Goresan Pena Si Patah Hati

Goresan si Patah Hati Ramadhan selalu datang dengan cinta. Kenangan juga kisah pengiringnya. Tiga liter telah tumpah di senja hari. Habis? Tidak! Aku hanya menumpahkannya. Menyiapkan ruang kosong agar terisi. Tiga liter telah tumpah di senja hari. Sengaja memang, sengaja. Melunturkan bekas hujan yang tak jadi. Tiga liter telah tumpah disenja hari. Mengantarkan kilat yang tiada bercahaya. Menghapus guntur yang senyap menggelegar. Ramadhan selalu datang dengan cinta. Jika hanya tiga liter yang tumpah apa ruginya. Mungkin esok, lusa atau suatu hari nanti Meski ribuan liter telah tumpah Pada akhirnya hanya akan tersisa satu liter. Jakarta, 11 Juni 2016 Ary Pelangi

Mengenalmu Lagi

Gambar
             Setelah banyak musim berganti             Setelah banyak senja yang saling berganti             Betelah begitu banyak kebersamaan yang harus terhenti             Setelah ribuan kilometer jarak membuat bertemu lagi             Setalah banyak hujan berganti pelangi Setelah janji-janji pernah terucap             Aku ingin mengenalmu lagi, lagi dan sekali lagi             Aku ingin mengenalmu lagi dan sekali lagi

Angka Itu “26”

Gambar
Begitu saja segalanya meleleh malam itu. Air bening begitu hebatnya menembus kokohnya kelopak mata. Bahkan dia tidak tahu malam itu untuk siapa air mata itu tumpah. Air mata yang deras mengalir untuk nama yang belum dia tahu. Untuk wajah yang belum pernah dia temui. Malam yang mulai larut mengantarkan canda pada percakapan indah. Dia tidak menanggapinya karena baginya lelaki itu hanya seorang kawan yang keterlaluan bercanda. “Mau ga? Temenku ada yang siap nikah nih.” Lelaki itu menulis sebuah komentar di akun sosmednya.             Resah. Malam itu hanya dengan membaca komentar sederhana itu dia mengakhiri canda dalam tulisan di akun. Seorang lelaki seperti itu, teman yang mampu memposisikan diri dalam bercanda. Dia kira lelaki itu sangat keterlaluan. Sudah bukan sepantasnya lagi bercanda tenang pernikahan.             Angka dua puluh enam mengajarkannya tentang kedewasaan yang membuat lebih memahami betapa indah dan rumitnya perjalanan cinta. Rasa yang telah mengombang ambi

Diam “Untuk Jalanan”

Gambar
“Mbak kangen jalanan ga?” Agh, adik. Bahkan aku jarang sekali menampakkan diriku dijalanan seperti dirimu. Hanya sesekali saja, dan tidak sering. Bahkan aku tidak ingin bila sampai tertangkap kamera. Kau tahu kenapa? Suatu hari hari nanti kau juga akan tahu, seperti mereka yang dengan mudahnya memahami pertanyaanmu. Dan seiring hari berlalu bahkan aku tidak disisi kalian meyiapkan perbekalanan untuk berada dijalanan. Apa kau kira aku sudah berubah? Kau kira aku tidak lagi peduli? Bahkan sekalipun aku jelaskan semua itu mungkin tidak akan berarti. Bukahkah aku tidak harus menjelaskan tentang siapa diriku. Bahkan dengan bebas kau bisa menilai bagaimana diriku dengan caramu sendiri atau dengan cara orang-orang yang ada disekitarmu.

Letter

Gambar
Teruntuk engkau yang masih aku sebut dalam doa. Semoga setiap jejak perjalananmu masih menyenangkan. Semoga kekuatan dan kesehatan tetap menjadi nikmat yang mengisi hari-harimu. Aku tahu engkau sakit saat pertama aku mengucap doa itu. Sebuah doa yang sengaja aku tumpahkan dalam senja. Aku tahu beberapa hari engkau terbaring di kontrakan milik temanku, kota Solo. Cukup aku tahu semua itu menjadi penegur akan doa-doaku. Sedikit pun tidak pernah ada niatan untuk memutus tali diantara kita. Bahkan kita masih tetap saling bertegur sapa, bercerita dan sedikit mengisi percakapan dengan pertengkaran kecil. Semua seakan biasa. Namun perantauanku juga doa yang aku ucap tidak lagi sama, meski masih namamu terucap namun harapku sudah tidak sama lagi. Banyak cerita berubah begitu saja, bukan karena keinginan sesaat. Hanya saja aku sudah tidak tahu lagi harus menjalaninya seperti apa. Senja itu aku memangkas banyak harapan dalam doaku. Senja itu pula aku memiliki banyak harapan untuk ke

Sebuah Kepasrahan (UTN ULANG 2 PPG SM-3T)

Gambar
Ketenangan itu tiba-tiba saja menjelma menajadi sebuah ketakutan yang hebat. Ya, kira-kira empat puluh lima menit berlalu setelah pukul 08.30. Kepercayaan diriku yang sejak malam tadi cukup untuk dipertaruhkan mengantarkan kalian menuju UTN Ulang kedua. Jujur ditengah waktu yang dijadwalkan keresahan-keresahan itu menjelma, ketakutan yang tiba-tiba saja mengisi mata, pikiran juga hati. Meski begitu aku coba mengembalikan keyakinanku seperti diawal aku melangkah meninggalkan asrama, memenuhi janji menemani kalian hingga masuk ruang ujian. Kumohonkan pertolongan pada-Nya. Aku meminta kelulusan untuk kalian yang tengah berjuang melawan kata. “Semoga lulus.”             Tidak ada yang bisa aku berikan lagi ketika aku lihat wajah-wajahmu yang lelah oleh perjuangan. Mendengar cerita-ceritamu aku hanya bisa katakan “Ikhlaskan yang telah diperjuangkan.” Tidak ada yang bisa aku berikan, maka aku biarkan kalian melelehkan air mata. Aku tidak ingin menahan air matamu yang harus menemani per