Postingan

Puisi Si Patah Hati

Gambar
Aku masih tertunduk didalam mobil. Mengapa dua kawanku ini rela jauh-jauh dari Yogya dan menculikku. Sekilas tadi aku melihat keramaian senja di tanah lapang. Mungkin sedang ada pasar malam. “Lihatlah keluar!” Arya yang sejak tadi mengemudi turun juga dari mobil. Begitu juga Widya yang sejak tadi duduk disampingku turun tanpa kata.             Entah untuk alasan apa aku dibawa kesini. Ini bukan Solo juga bukan Yogya. Hanya saja aku belum pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Berlahan-lahan kepala terangkat dan mata mulai melihat apa yang terjadi diluar sana.             Ari berdiri diluar jendela, tepat didepan pintu. Wajahnya masih menyisakan warna biru putih, pucat. Matanya masih sembab, merah. Aku dengar dua hari lalu dia dirawat dirumah sakit. Entah apa sakitnya. disamping Ari berdirilah Sanjaya, sahabat kental Ari. Tangan kirinya memegang selembar kertas sedang ditangan kanannya ada microfon berwarna hitam. Aku kembali terunduk didalam mobil. Suara Sanjaya mengudara

Cinta yang Lain

Gambar
“Terima kasih telah mengizinkan aku mencintai yang lain.” Setahun yang lalu ketika aku sampaikan pesan padamu untuk kepergianku jalankan tugas di tanah orang. Aku bilang akan pergi setahun dan mungkin akan sulit mengirim berita padamu. “Ya, hati-hati.” Sebuah jawaban singkat yang sampai mengisi inbox SMS malam sebelum aku berangkat.             Bahkan kita tidak bertmu sebelum perpisahan untuk perjalanan jauhku. Aku mengerti dan baiklah aku cukup mengerti. Kau mungkin terlalu sibuk dengan tugas-tugasmu yang rumit itu. Diri ini cukup mengerti dengan kesibukan tugas akhirmu, Cinta. Aku yakin waktu itu engkau sedang fokus memandang layar notebook-mu. Sebegitunya engkau serius mengetikkan calon skripsi yang akan engkau konsultasikan dengan pembimbingmu. Sampai aku menghibur diri dengan keyakinan itu dan kau baca pesanku sambil lalu. Begitu kau tidak ingin kehilangan fokus tugasmu dan kau hanya sempat menuliskan “Ya, hati-hati.”             Berbulan-bulan aku menikmati perantaua

Ternyata Cinta

Gambar
“Aku melakukan semua pintanya namun tidak jarang aku mengumpat dalam hati.”             Masa itu terlewati begitu cepatnya. Hari yang sekarang terasa begitu jauh meski hanya dalam ingatan. Hari yang tidak pernah akan aku miliki lagi selain dalam kenangan. Semua baik-baik saja dan tidak ada yang berbeda. Seorang anak kecil yang begitu merasakan indahnya hidup di desa. Tidak ada yang lebih indah selain luasnya halaman rumah yang selalu ramai dengan sorak gembira permainan tradisional. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain lumpur-lumpur sisa hujan. Sawah dan pematangnya selalu memberi kesejukan dalam teriknya siang.             Hari itu aku mulai menyadari, aku tidak lagi sama dengan anak-anak yang lain. Meski masih sama dengan sseragam merah putih. Meski masih sama pulang sekolah bersama. Namun semua mulai terasa berbeda. Bangku kelas terakhir, disanalah semua mulai aku rasa berbeda. Aku mulai merasa berbeda.