Jodoh @MalamTerakhirRamadhan
Tidak mengapa bila aku tidak bersamamu,
asalkan cintamu masih untuk Robbmu. Langkahmu masih teguh pada jalan-jalan
kebaikan yang engkau yakini. Asalkan hari-harimu masih penuh dengan kesibukan
untuk menladani Rasul-Nya, Muhammad.
Tidak mengapa kita tidak bertemu di
Ramadhan tahun ini, bukankah masih ada Ramadhan-ramadhan tahun selanjutnya?
Setidaknya aku punya harapan untuk bertemu dengan Ramadhan selanjutnya.
Aku baik dan aku terus baik-baik saja.
Malam terakhir Ramadhan tahun ini aku sempatkan menulis pesan ini. Cukup tahu
bahwa nafas ini masih berhembus, mengharap Ramdhan tidak berakhir esok hari
saat matahari terbenam dan takbir berkumandang. Aku masih ingin menikmati
Ramadhan lebih lama lagi.
Entah aku menginginkan lebih cepat atau
lebih lama, Ramadhan akan berlalu dan Syawal akan melangkah dengan
kebaikan-kebaikannya. Momen silaturahmi terhebat sepanjang tahun. Berkumpul
dengan keluarga bahkan dengan kerabat yang meski sudah berulangkali dijelaskan
silsilah keturunannya aku masih saja belum paham.
Mengulang sebentar tentang hari-hari
dalam Ramadhan. Momen senja yang biasa banyak berlalu dengan teman-teman untuk
“ngabuburit” dan buka puasa bersama tahun ini berkurang banyak. Entah berkurang
atau meningkat aku juga tidak tahu. Jelas dua tahun lalu waktu menanti buka
puasa aku habiskan bersama anak-anak berkebutuhan khusus di asrama. Hampir
setiap hari berbuka dengan mereka dan sering bercakap dengan orang-orang yang
kebetulan mau berbagi rezeki dengan kami. Percakapan kecil itu aku sebut
silaturahmi sebab kebanyakan dari kami tidak saling kenal dan mulai mengenal. Sedang
mereka yang nyaman ditanah Jawa hanya sesekali bersua lewat kata.
Tahun lalu banyak aku habiskan di asrama
kampus perguruan tinggi di Jakarta. Hapir setiap berbuka puasa menyapa teman seasrama,
menyapa petugas-petugas asrama ketika berbuka baru di momen minggu terakhir aku
masih punya sedikit kesempatan untuk berkumpul dengan kerabat dirumah, dengan
adik-adik binaan TPA dan beberapa teman. Ramadhan kali ini lebih berbeda, aku
menyapa anak-anak yang aku temani dua tahun lalu lewat doa dan sesekali menelfon.
Menyapa teman-teman yang pernah sama-sama singgah di Jakarta lewat medsos dan
beberapa kali bertemu dengan teman-teman di Solo.
Solo, kota yang seakan keramat dan
sakral dalam perjalanan hidup. Ramadhan tahun ini sudah banyak yang tidak
sendiri, mereka telah menenukan pendamping hidupnya. Melengkapi kebahagiaan
keluarga kecil mereka dengan kehadiran buah hati. Keluarga yang sempurna
dimataku. Sedang setiap pertemuan, “jodoh” adalah topik yang selalu menarik
untuk dibicarakan. Bahasan yang tidak pernah luput dari kami yang berada
diangka produktif untuk menikah. Rumah tangga, bayi dan kegiatan rumah hanya
obrolan penyerta meski sesekali diselingi dengan perjalanan karir yang memang
belum sempurna.
Aku akan tetap baik-baik saja meski
semua obrolan itu bagi sebagian orang membuat dada terasa sesak. Bagi jiwa yang
masih setia dalam penantian pendamping hidupnya. Aku baik dan akan selalu
begitu, meski kebanyakan bilang diri ini terlalu egois. Bukan egois bahkan aku
tidak ingin terlalu egois menjalani hidup ini. Aku hanya mencoba menikmati
setiap lagkah yang meski aku lewati. Aku ikhtiarkan apa yang menurutku layak
diperjuangkan dan akan mencoba bersabar bila ketetapan-Nya masih tidak sama
dengan harapku, pun termasuk bila Ramadhan ini banyak kata yang datang “Segera
mencari ojek yang halal”. Semoga segera berjumpa. Tidak ada yang lebih
menenangkan selain jawaban itu.
“Tetaplah pada kesibukanmu dan aku akan
tetap berada pada jalur mimpi-mimpiku. Hingga suatu hari nanti tidak akan
meragu untuk menetap dipersinggahan yang sama.”
Ranselku, buku-buku juga sepatu telah
rindu untuk kembali berkelana. Merindukan perjalanan jauh dan menatap langit
dari sudut bumi yang lain. Bukan untuk menjauh. Bukan untuk lari. Bukan pula
untuk menghindar. Karena kadang tinggal menetap itu tidak lebih mudah dari
sebuah pengembaraan.
Aku tidak tahu dimana semua ini akan
bermuara, jodoh. Sungguh aku tidak tahu dijalan yang mana akan menemukannya.
Sebagaimana aku dilahirkan dan Allah mengirimkan “malaikat-Nya” untukku.
Sebagaimana kematian yang selalu menjadi rahasia kehidupan. Pun begitu dengan
jodoh, samar namun pasti akan berjumpa dalam waktu yang telah dijanjikan-Nya.
Waktu yang tidak aku tahu kapan datangnya.
Aku percaya pada janji-NYA. Janji yang
tidak akan pernah Dia ingkari. Aku akan tetap berada pada jalan-jalan
perjuanganku, tetap berkumpul bersama mereka yang selalu berbicara tentang
jodoh sembari terus memantapkan ilmu. Tidak akan terlupa senjata terindah yang
akan menembus langit. Doa.
Teruntuk kawan-kawanku yang tengah resah
menunggu pendamping hidupnya, jangan bersedih. Ini ujian.
Teruntuk kawan-kawanku yang sering
dibuat sakit dengan tanya “Kapan nikah?” itu hanya pertanyaan dan boleh tidak
dijawab. Atau cukup saja katakan. “Segera.” Sebuah harapan yang menenangkan
bukan?
Teruntuk kawan-kawanku yang ternyata
lebih nyaman dibilang laku dengan label
“Pacaran”. Kembalilah pada jalan yang baik, ingat lagi pada janji Allah
“Laki-laki yang baik adalah untuk peremuan yang baik. Begitu juga sebaliknya.”
Pada akhirnya kita akan dipertemukan dengan seseorang yang benar-benar layak
untuk kita.
Teruntuk kawan-kawanku yang tetap
isiqomah dalam penantiannya, menjaga harga diri dan kehormatannya. Aku akan
terus belajar darimu untuk memperbaiki langkah-langkah ini. Tetaplah bersabar
dalam keteguhanmu. Tetaplah menjadi teladan, sebab ada orang yang diam-diam
mengagumimu.
Malam terakhir Ramadhan tahun ini untuk
cinta. Tetap siapkan yang terbaik untuk hari-hari selanjutnya. Syawal akan datang
dan perayaan silaturahmi akan menjadi keajaiban. Entah esok, lusa atau satu
hari nanti masing-masing dari kita akan bertemu dengan jiwa yang sungguh telah
dipilihkan oleh-Nya.
Karanganyar,
23 Juni 2017
U.
Satiti
Komentar