Jangan Makan Cinta (Bagian 4)


Ary Pelangi,- Masih ingat dengan seorang konselor yang pernah aku sebut dalam tulisan sebelumnya? Tulisan yang tahun lalu aku janjikan empat bagian dan baru terselesaikan tiga diantaranya. Tulisan ini adalah jawaban janji untuk melengkapinya. Jangan Makan Cinta (Bagian 4) dan teman-teman bisa kembali membaca bagian sebelumnya.
Masih ingat dengan pernikahan tahun lalu tentang peristiwa membongkar rasa yang katanya isi jiwa. Sebuah kabar bahagia perlu dibagi, pengantin yang hari itu menikah, kini telah berbahagia gengan kelahiran putri pertama mereka.
Kembali fokus dalam aksara jangan makan cinta. Sebenarnya perbincangan kami terlalu panjang jika dijabarkan. Tentang tuan konselor itu, hari pertama bertemu namun seakan sudah lama sekali berjumpa. Bicara tanpa ada basa-basi dan seakan tidak peduli pada tatanan hati yang baru saja apik terbentuk.
Setidaknya dia adalah manusia kesekian, entah nomer berapa aku tak lagi ingat (karena saking banyaknya) yang merekomendasikan agar kelak aku menjalani kehidupan bersama seorang teman lelaki yang hari itu juga menghadiri pernikahannya. Katanya ada kecocokan (entah ini kalimat pengulangan dari orang ke berapa aku juga tidak ingat)  yang hadir diantara kami. Tentu saja, cocok dan "klop" itu ada diantara aku dengan seseorang yang dimaksudkannya. Jika tidak bagaimana bisa begitu lama menjalin pertemanan dengan dia. Toh sudah terlalu lama rasanya menjadi teman berbincang, sejak di kampus hingga saat ini meski hanya lewat sepetak layar. Cocok menjadi teman bercakap, ngerumpi, saling berbalas pesan di grup whatsapp bagiku tidak cukup menjadi indikator cocok untuk menjalani kehidupan bersama.
Serangkaian panjang itu hanya pembuka diskusi kami. Tentang kecocokan dan kata pantas hanya menjadi gerbang pembuka percakapan saja. Ilmu paling mendaging hari itu adalah tentang sebuah keikhlasan. Ilmu tingkat dewa yang pencapaiannya tidaklah mudah. Memang mudah mengatakan ikhlas di mulut tapi hati entah bagaimana menjalaninya.
Keikhlasan akan selalu diawali dengan penerimaan. Lantas berlanjut dengan kelapangan hati yang sering dikenal dengan legowo. Cakap demi cakap mengerucut pada kriteria. Dia berkisah bagaimana seorang lelaki memilih teman perempuan untuk hidup bersama. Juga menyampaikan apa yang kebanyakan perempuan harapakan dari diri seorang lelaki. 
Sebuah hadis dia sampaikan dengan begitu jelas. Aku juga sering mendengarnya di beberapa taklim. Bahkan lebih sering terdengar ketika mengikuti diklat pranikah akhir tahun 2018 lalu. Hadis yang diriwatkan oleh Imam Bukhori, Wanita dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.
Dia membawaku menjelajah pada kehidupan seseorang yang dia maksudkan, lelaki yang juga menjadi temanku. Tidak dan Entah adalah jawaban sakti waktu itu. Jelas saja bagaimana mungkin dengan teman sendiri yang telah nyaman berkawan. Hanya merusak suasana yang telah lama terbangun saja.
Hari itu tuan konselor bawakan aku oleh-oleh untuk dibawa pulang. Hati yang baru saja tertata apik dibiarkannya berserak lagi. Dia titipkan bahwa aku harus membersihkannya lagi lantas menatanya dengan rapi hingga tidak ada kerak-kerak yang tertinggal. Memastikan tidak lagi ada jamur yang hanya akan menjadi parsit rasa. Dia titipkan pada pendengaranku untuk selanjutnya disimpan dalam memori dan dilaksanakan.
Bermula dengan dengan sebuah kalimat ajaib, Tidak akan sakit jika tidak ada rasa. Dengan kalimat singkat itu dia minta aku menjelajah pada hatiku sendiri. Benarkah hanya sekedar teman atau ada yang terselip? Selanjutnya mencoba menemukan jawaban dalam dua rakaat istiqarah.
Aku merangkum resep yang selanjutnya aku bagi dengan teman-teman yang lain. Beberapa sukses melakukannya. Namun aku tidak sanggup menelan setiap pahitnya. Nah ini cocok buat yang ingin memilih atau memutuskan untuk melupa.
Memulai dengan niat. Niat ingin menetap bersama atau mengakhiri. Sebuah pilihan yang harus tegas dan siap menanggung segala konsekuensi. Niat menerima segala kurang dan lebihnya tanpa menuntut. Atau memilih mengakhiri dengan melupakan segala bentuk cerita dan rasa yang mungkin ada. Tegas. Niatnya ingin seperti apa.
Melakukan istiqarah dua atau tiga kali selama tiga bulan. Selama ini pula niat harus konsisten. Niat awal ingin menetap atau melupa dengan mengakhiri. Tiga bulan, entah mengapa menjadi waktu yang dia pilihkan. Mungkin ini ada kaitannya dengan teori psikologi. Aku pernah mendengar bahwa rasa suka yang hadir antara laki-laki dan perempuan bertahan maksimal empat bulan. Jika bisa lebih dari itu sisanya adalah ketulusan, entahlah.  Aku belum membuka lagi teori ini. Mungkin ada yang ingin membantu menjelaskan.
Sholat wajib di awal waktu lantas menyebut namanya sesuai dengan niat yang telah terikrar. Selalu ucap harap, berulang-ulang. Setidaknya langkah ini anak membawa benarkah hati dan lisan selaras dalam berharap.
Perkuat ibadah sunah. Salat dzuha, salat rowatib, puasa senin kamis, tilawah juga sedekah. Tilawahlah sampai hati merasa tenang. Larut saja dalam ayat-ayat Allah. 
Lantas mengisi hari-hari dengan kegiatan positif dan menghindari kontak dengan seseorang yang dimaksudkan itu. Sederhana dan mudah bukan?
Yups.... Sangat sederhana dan mudah bagi pemilik hati yang tangguh. Dan aku bilang hebat untuk teman-teman yang sukses dengan cerita ini. Sementara disini hati masih berjuang menuju damai sebuah pilihan. 
Ada teman yang mengaku ini adalah resep paling kejam dari konsultan cinta macam diriku yang terlalu banyak berteori. Aku justru dapatkan resep ini dari seorang yang dengan suka rela membaginya. Itulah alasan kenapa dengan suka rela pula aku bagi resep ini. Tetapi pada akhirnya mereka mendapat jawaban yang sungguh diluar dugaan. Kemantapan hati yang sungguh dan jalan yang indah meski kaki harus penuh darah perjuangan.
Aku? Tunggu dulu.
Bukan masalah aku atau kamu. Bukan pula masalah tuan konselor atau dia yang menjadi teman. Tetapi aksara ini kembali kepada diri. Bukannya mau curhat tanpa tahu arah. Hanya saja harusnya aku menulis ini tahun lalu, hingga tidak banyak yang bertanya bagaimana kelanjutan tulisannya. Disinilah penyembuhan hati, maka kuatlah.
Pesan-pesan sederhana ini amalkan saja. Semampunya, yang terbaik. Mendekat saja pada Allah agar Allah lebih dekat dengan hati kita.
Temukan rasamu sendiri dalam setiap upayamu. Temukan rasamu dalam setiap ayat yang kau baca, doa yang kau ucap. Jodoh memang ada di tangan Allah namun kita berhak memintanya, mengharapkannya datang dengan cara terbaik. Semoga yang terbaik hadir dengan cara terbaik. Ingatlah, tidak akan sakit jika tidak ada rasa. Berikan usaha terbaik agar cinta datang dengan cara yang baik pula.

Karanganyar, 26 Juni 2020
Ary Pelangi
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Cinta // Suami Istri Lyfe

Menghilang di Batas Rasa

Menikah Denganmu // Suami Istri Lyfe