Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Oleh: Ary Pelangi



            Sepulang kerja hanya ingin merebah di atas kasur tanpa layar ponsel. Berharap dapat mengistirahatkan raga dan jiwa yang selalu saja payah dengan cerita-cerita kehidupan. Diri ini tak ingin mendengar kabar apapun lagi perihal pekerjaan dan berita-berita viral di social media. Tidak ingin pula melihat tayangan-tayang komedi yang biasa menciptakan tawa. Hanya ingin merebah dan hilang segala payah. Hanya saja harapan itu masih sekadar harapan dari hari ke hari yang belum juga terwujud. 

            Kenyataannya sesampainya di kontrakan harus segera mengguyurkan air ke seluruh badan agar terbebas dari keringat. Membersihkan wajah dari make-up yang bercampur debu-debu jalanan. Menggantungkan baju yang telah direndam deterjen, lantas menyiapkan nasi beserta teman-temannya untuk mengisis perut yang butuh asupan nutrisi. Sesekali tangan harus meraih ponsel untuk kembali mempercakapkan pekerjaan dan membuat jadwal untuk esok hari. Rutinitas sederhana yang polanya bisa dengan mudah terbaca oleh suasana.

            Malam di rumah kontrakan akan selalu sunyi. Terlebih jika aku sudah mengasingkan diri ke dalam kamar. Sepetak ruang harus tabah mendengar ocehanku lewat lagu-lagu dari ponsel. Menatapku bertutur perihal hari-hari panjang dan semrawut. Seberantakan itu hari-hari di perantauan yang berulangkali mencipta payah.

Jendela kamar menjadi celah untuk mengingatkan bahwa masih ada mimpi yang esok harus diperjuangkan. Celah yang sering kali menampar diri untuk tidak tumbang saat malam semakin gulita. Sesekali mengingatkan untuk meracik secangkir kopi dan menikmatinya sembari menatap bintang-bintang. Ya, sesekali diri merasa lebih baik dan kembali terisi dengan energi yang menenangkan. Membuat nafas lebih ringan dan mata lebih tabah.

Secangkir kopi akan selalu menjadi pengingat tentang rasa yang harus tuntas, perihal cerita yang menuntut untuk diaksarakan, juga tentang temu yang harus diupayan. Perihal sebuah nama yang hanya muncul dalam pesan kemudian menghilang. Perihal jiwa yang sempat menaruh banyak harap lantas kembali tiada. Perihal hari-hari yang berat dengan rasa yang menyesakkan.

Semua hanya tentang suasana hati seorang perempuan yang terjebak dalam kata “independent”.

   #30DWC #30DWCJilid46 #Day1

           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu

Tenggelam di Puncak Menara