Menepi dalam Hening

 



Menepi tanpa pernah ada niat untuk menghilang. Aku mulai langkahlu dengan mengheningkan rasa untuk berjumpa dengan Ramadhan. Tidak perlu berisik lagi perihal luka-luka yang pernah terjadi meski sakitnya belum pergi. Biarlah semua yang telah berlalu tetap ada dalam kenangan, cukup diingat tanpa harus diundang kembali ke dalam dada.


Aku ingin menyambut bulan Ramadhan dengan hati yang lapang, tanpa perlu menaruh dendam pada takdir yang sempat membuatku berantakan. Tentang kamu, tentang kita—biarkan semuanya luruh bersama doa-doa yang kuhaturkan di sepertiga malam. Biar namamu perlahan hilang dari ucapan yang dahulu sempat menjadi semoga. 


Waktu itu, mungkin aku pernah berharap lebih dari yang seharusnya. Mungkin aku pernah menggenggam sesuatu yang memang harus dilepaskan. Memaksanya erat menjadi milikku padahal bukan takdirku. Tapi kini, aku belajar melepaskan, belajar memahami bahwa tidak semua yang hadir harus menetap. Aku akan berusaha terima tentang sesuatu yang datang tidak selamanya akan digenggam.


Aku tak ingin lagi mempertanyakan kenapa jalan kita berakhir di persimpangan lalu berpisah. Aku tak ingin lagi menangisi kehilangan yang, barangkali, memang bagian dari perjalanan menuju sesuatu yang lebih baik. Arahmu dan arahku memang pernah sama, meski akhirnya harus terpisah untuk sebuah kelana yang tak lagi serupa. Kau ubah arahmu dan aku harus meneruskan lagi langkahku. Tapi, tidak mengapa. Perlahan semua akan kembali baik-baik saja. 


Sebentar lagi Ramadhan akan datang. Semoga cahaya yang menenangkan akan membawaku pada keheningan yang selama ini kucari. Hening yang tenang dengan rasa yang tak berantakan. Maka, di bulan ini, aku memilih berdamai—dengan luka, dengan rindu yang tak tersampaikan, dengan namamu yang perlahan ingin kuhapus dari doa. Sesederhana itu inginku.


Semoga perjumpaan ini membawa kelegaan, membawa ketenangan yang tak lagi bergantung pada siapa pun. Aku hanya ingin tenang. Aku ingin beribadah tanpa diganggu bayangan masa lalu, ingin menemukan makna cinta yang lebih luas, lebih utuh—tanpa harus kehilangan diriku sendiri. Biar kali ini aku kembali kepada Rabb-ku dengan harap paling panjang, tenang paling hening. 


Pati, 2 Februari 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Tenggelam di Puncak Menara