Postingan

Menampilkan postingan dengan label cerita

Aku, Kau dan Rumah Singgah

Gambar
“Aku akan S2. Kuliah disini tidak harus menjadi guru bukan?” Kata Alif hari itu. Entah itu hari yang keberapa disemester yang keberapa. Hanya saja kalimat itu jelas masih ada dalam ingtan Sasa.             Sudah dua tahun lalu Sasa mendapatkan gelar sarjananya. Hari ini dia kembali duduk dibawah pohon memandang rumah singgah. Ada seorang teman yang dinantikan kehadirannya. Sore ini Sasa akan menemui seorang teman yang setahun lebih tidak ditemuinya. Seorang teman yang setia mendengar cerita Sasa saat diperantauan.             Sebotol air mineral dan sekotak permen coklat. Sebuah novel telah dibacanya beberapa halaman. Lantas dia teringat akan ucapan Alif yang membuatnya kembali memandang rumah singgah. Sebuah bangunan yang dulu mempertemukannya dengan Alif dan juga sahabat-sahabat terbaiknya di universitas. “Aku anak pertama dan masih punya dua adik perempuan. Bagaimana bisa aku hidup sesuka hatiku.” Kata Alif “Aku harus bisa hidup hemat disini.”             Hari itu Sasa m

Merindu Januari

Gambar
Rindu ini bukanlah hutang yang harus kau lunasi. Bukan pula janji yang harus kau tepati. Rindu ini hanya tentang hujan di lereng Lawu. Kenangan lama yang hanya terjamah dalam ungkapan kata “Rindu”. Enam tahun Cinta. Waktu yang kini hidup dalam kenangan. Bait-bait masa lalu yang tidak akan mungkin akan terungkap dalam kejujuran. Kaupun tidak ingin mengakuinya bukan? Kita sama Cinta. Melewetkan enam tahun yang seakan hanya biasa. Kini angin mendesah mengingatkan akan lembaran-lembaran masa lalu. Masihkah kau mengingkarinya? Ya, aku masih mengabaikannya meski jelas isyarat-isyarat itu terlukis untukku. Mungkinkah aku yang salah mengerti? Aku berharap satu hal Cinta, aku salah mengartikan isyaratmu. Hujan hari kemarin mengingatkan aku akan pertemuan hari pernikahan sahabat kita. Pesta yang begitu sederhana untuk orang yang begitu istimewa. Sahabatku yang juga sahabatmu, Cinta. Tentang undangan bulan Januari tahun yang akan datang. Aku hanya merindu Januari.

Kenangan

Gambar
Bukan jarak yang membuat aku berhenti memikirkanmu. Sama sekali bukan. Aku sudah pergi jauh ke ujung barat Indonesia. Terbang dengan burung besi melintasi lautan. Lantas menempuh perjalanan semalam untuk menjacapi tempat jauh yang jauh dari keramaian kota. Daerah terpencil. Sudah sejauh itu aku pergi tetapi tidak cukup untuk menghapus cerita tentangmu. Bukan gunung yang tinggi yang akan membuatku lupa akan dirimu. Aku bersembunyi dibalik Seribu Bukit. Memendamkan diriku setahun disana. Tetapi itu tidak cukup untuk melepaskan bayangan tentang dirimu. Bukan hujan yang menghalangi kita untuk saling bertemu. Hujan justru mendekatkanku dengan semua kenangan yang pernah aku lalui bersamamu. Membuka tirai kenangan yang tertutup hingga semua masa lalu menjadi jelas. Sejauh apapun aku pergi. Sejauh apapun kaki ini melangkah pada akhirnya aku tahu, lari bukanlah jawaban dari rasa sakit yang aku rasa. Mungkin rasa sakit ini sudah terlalu lama. Sudah terlalu sering aku rasakan. Hingg

Aku Sahabat “Terbaik”mu

Gambar
Tulisan yang engkau janjikan. Benar kau telah menepati janjimu untuk pertemuan kita kemarin. Sebuah kisah yang engkau tunjukkan pada semua orang bahwa akulah sahabat terbaikmu. Terima kasih.             Aku baru saja turun dari bus. Duduk diemperan toko pinggir jalan raya sambil meneguk air puih dari botol. Belum lama dan aku mencoba mengirim pesan untuk sahabat yang setahun hidup seatap denganku di Gayo Lues. Hari itu aku memang telah berjanji berkunjung kerumahnya. Mengabarkan padanya di tempat yang telah dia janjikan akan menjemputku. Yogyakarta, aku membaca kisahmu di kota yang selalu meninggalkan kenangan saat aku menapak disana. Jari-jari tanganku lincah menyentuh layar handphone lantas mengetikkan beberapa huruf hingga tertulis nama kerenmu. Benar saja catatan terbarumu yang pertama aku baca. Catatan yang berjudul “ Dia” Sahabatku . Aku membacanya dikeramaian, masih menunggu sahabatku di depan toko. Paragraf-paragraf yang sungguh romantis. Air mataku jatuh dikeramain kat

Tentang Suatu Masa "Lawu"

Lawu... Lawu... Darinya aku belajar kepercayaan Tentang arti sebuah impian Kerelaan melepas cinta demi cita Lawu... Darinya aku mengerti arti sebuah keluarga Disana ada pertengkaran dan penerimaan Tentang berjuta perbedaan Sakit yang berbuah luka dalam senyuman Kerelaan ciptakan jarak demisekeping harapan Lawu... Darinya belajar ketangguhan Kala tetes hujan menari beriring rintihan hati Kepercayaan seakan tiada arti Hanya tawa dalam lambaian tangan Sudahi cerita ini Kerelaan pergi tuk ciptakan kedamaian Lawu.. Akankah menjadi saksi perjalanan kita Saat kita rela menerima kedewasaan Saat jarak menghubungkan cita Saat waktu merangkumnya dalam kenangan Lawu... Sudahkah kau dapati citamu? Sudahkah kau temukan cintamu? Lawu... Atau kita akan kembali duduk bersama Berbicara tentang cita dan cinta Karanganyar, 26 Oktober 2015 Ary Pelangi

Bintang Lawu

Lawu pun pernnah berbintang. Aku memandangnya dari surau kecil perkampungan. Aku telah lupa dimana catatan itu. Hanya saja pernah ada cerita disana. Dia. Benar dia mengajarkan aku tentang langit dan bintang-bintang. Tentang malam juga dingin yang selalu mendekap. Diajarkannya ketulusan cinta padaku. Kisah suatu perjalanan hidup yang tak pernah mudah. Hari itu hati terlanjur bicara mengisahkan ceritanya. Lawu pernah berbintang. Ada cerita langit yang masih menggema. Apa kau mendengarnya? Percakapan di surau kecil. Masihkah kau mengingatnya? Tentang langkah-langkah yang terus menapak. Tentang gerimis yang tak jadi hujan. Cinta. Mengapa kata itu tertulis? Namanya hadir dalam bayanganku kemarin. Dia yang mengajarkan aku. Tentang langit dan bintang-bintang Lawu. Karanganyar, 25 Oktober 2015 Ary Pelangi

Pudarnya Waktu dan Jarak

Gambar
“Kuliah di Yogya saja, biar kita bisa sama lagi.” Katamu waktu itu. “Aku tetap di Solo.” Jawabku. “Apa iya? Pikirkan lagi.” Pintamu meyakinkanku. Dan aku hanya mengiyakan. Persimpangan jalan membuatku mengakhiri kebersamaan dalam perjalanan.  sebuah kisah yang tak kutahu awalnya. Hanya hari itu kta mengakhirinya dengan lambaian tangan saat aku berdiri di trotoar dan kau masih dalam bus menuju sekolahmu. (Catatan tahun 2009_ Putih Abu-abu) ***              Dia adalah sahabat yang begitu istimewa. Mengenalnya ditahun terakhir saat kuberbangga dengan seragam biru putih. Semakin dekat dengannya dan kakraban terjali begitu saja. Dirinya meminta aku bersamanya satu sekolah untuk mengisi masa putih abu-abu bersama. Hanya jelas itu tidak mungkin. Aku tidak secerdas dirinya juga tak ada uang saku untuk dua kali naik bus setiap pagi dan dua kali lagi saat pulang. Dijanjikannya sepeda motor agar tidak perlu keluar uang untuk perjalanan sekolah tetapi aku bukan orang yang menggant

Puisi Si Patah Hati

Gambar
Aku masih tertunduk didalam mobil. Mengapa dua kawanku ini rela jauh-jauh dari Yogya dan menculikku. Sekilas tadi aku melihat keramaian senja di tanah lapang. Mungkin sedang ada pasar malam. “Lihatlah keluar!” Arya yang sejak tadi mengemudi turun juga dari mobil. Begitu juga Widya yang sejak tadi duduk disampingku turun tanpa kata.             Entah untuk alasan apa aku dibawa kesini. Ini bukan Solo juga bukan Yogya. Hanya saja aku belum pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya. Berlahan-lahan kepala terangkat dan mata mulai melihat apa yang terjadi diluar sana.             Ari berdiri diluar jendela, tepat didepan pintu. Wajahnya masih menyisakan warna biru putih, pucat. Matanya masih sembab, merah. Aku dengar dua hari lalu dia dirawat dirumah sakit. Entah apa sakitnya. disamping Ari berdirilah Sanjaya, sahabat kental Ari. Tangan kirinya memegang selembar kertas sedang ditangan kanannya ada microfon berwarna hitam. Aku kembali terunduk didalam mobil. Suara Sanjaya mengudara

Cinta yang Lain

Gambar
“Terima kasih telah mengizinkan aku mencintai yang lain.” Setahun yang lalu ketika aku sampaikan pesan padamu untuk kepergianku jalankan tugas di tanah orang. Aku bilang akan pergi setahun dan mungkin akan sulit mengirim berita padamu. “Ya, hati-hati.” Sebuah jawaban singkat yang sampai mengisi inbox SMS malam sebelum aku berangkat.             Bahkan kita tidak bertmu sebelum perpisahan untuk perjalanan jauhku. Aku mengerti dan baiklah aku cukup mengerti. Kau mungkin terlalu sibuk dengan tugas-tugasmu yang rumit itu. Diri ini cukup mengerti dengan kesibukan tugas akhirmu, Cinta. Aku yakin waktu itu engkau sedang fokus memandang layar notebook-mu. Sebegitunya engkau serius mengetikkan calon skripsi yang akan engkau konsultasikan dengan pembimbingmu. Sampai aku menghibur diri dengan keyakinan itu dan kau baca pesanku sambil lalu. Begitu kau tidak ingin kehilangan fokus tugasmu dan kau hanya sempat menuliskan “Ya, hati-hati.”             Berbulan-bulan aku menikmati perantaua

Ternyata Cinta

Gambar
“Aku melakukan semua pintanya namun tidak jarang aku mengumpat dalam hati.”             Masa itu terlewati begitu cepatnya. Hari yang sekarang terasa begitu jauh meski hanya dalam ingatan. Hari yang tidak pernah akan aku miliki lagi selain dalam kenangan. Semua baik-baik saja dan tidak ada yang berbeda. Seorang anak kecil yang begitu merasakan indahnya hidup di desa. Tidak ada yang lebih indah selain luasnya halaman rumah yang selalu ramai dengan sorak gembira permainan tradisional. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain lumpur-lumpur sisa hujan. Sawah dan pematangnya selalu memberi kesejukan dalam teriknya siang.             Hari itu aku mulai menyadari, aku tidak lagi sama dengan anak-anak yang lain. Meski masih sama dengan sseragam merah putih. Meski masih sama pulang sekolah bersama. Namun semua mulai terasa berbeda. Bangku kelas terakhir, disanalah semua mulai aku rasa berbeda. Aku mulai merasa berbeda.

Masa Kecilku

Gambar
Ingin rasanya aku kembali pada masa itu. Suatu masa yang yang sangat menyenangkan dalam detik-detik kehidupan ini. Kala aku bisa tertawa riang. Saat aku bisa berlari sekencang-kencangnya. Saat itu aku tahu, tak perlu aku bersedih karena lelah. Tak perlu aku berfikir setelah ini akan terlelap dimana. YAng aku tahu, saat itu aku sangat bahagia. Bermain, berlari, tertawa dan bersenang-senang. Namun aku tahu, masa itu tidak akan terulang kembali. Masa itu kini hidup dalam kenangan. Sebuah narasi untuk aku ceritakan pada anak cucu suatu hari nanti. Suatu masa yang membuatku merasakan betapa bahagianya aku hidup di dunia ini. Kini telah ada cerita yang lain. Saat aku jalani langkah-langkahku. Bukan lagi aku berlari bebas sesuka hatiku. Bukan lagi aku bermain dan bergurau sampai aku tak sanggup lagi bermain. Bukan lagi tawa riang yang akan memecah kesunyian. Aku jalani kebahagiaaanku yang sudah berbeda dari masa-masa bermainku. Bukan lagi dengan mereka berselimutkan lumpur, Bukan pula