Postingan

Tanya Tanya dalam Pesan

“Orang-orang yang kini ada didekatmu tidaklah datang dengan kebetulan. Mereka adalah ketetapan terindah untuk mewarnai langkahmu dengan porsinya masing-masing. Pun bila suatu hari satu demi satu porsi itu telah habis, terimalah. Kau tidak akan memiliki mereka selamanya dengan segala alasan kenyamanan yang engkau miliki bersamanya”             Barisan pesan yang sejenak menghentikan segala rutinitas tugas kuliah. Sekali dua kali aku membacanya. Lantas kembali pada tugas kuliah menyusun perangkat pembelajaran, begitu saja lenyap segala ide tentang perangkat-perangkat pembelajaran itu. Tidak satu kata pun aku tambahkan, tidak juga satu tanda titik aku hapus. Terhenti.             Kembali tangan jari-jari membuka lembar pesan. Masih sama. Tidak ada kata yang berubah. Tidak ada kalimat yang terganti. “Sudah siapkah engkau kehilangan lagi?” Sebuah tanya yang tertulis dari jauh entah dimana. “Sudah siapkah engkau melepaskan lagi?” Tanya itu masih berlanjut dengan tanya yang lain. “Sud

Jalanan Ibu Kota

Gambar
Semua kesempatan itu indah. Mengantarkanmu pada perjalanan yang tidak akan pernah terduga sebelumnya. Begitu juga sepetak ruang putih tempatmu kini duduk menatap barisan kata akan menjadi catatan kisah satu semester. Perjalanan "Aksi" mereangkai kata untuk pendidikan. Semangat ya.... Dan kau harus tetap semangat menjalani hidupmu. Ibu Kota tempat yang menyenangkan. Kota rantau yang akan menemani perjalananmu satu tahun menyelesaikan studi. Menempuh jalan-jalan kehidupan. Biarlah langkah ini tetap pada jalan yang indah `sebagaimana skenario terindah yang telah ditentukan-Nya. Berjalanlah terus pada jalan yang telah ditunjukkan-Nya padamu. Jalan yang benar dan engkau yakini kebenarannya. Jalan yang memang benar-benar jalan indah. Jalanan itu memang indah. terlalu banyak tikungan, tanjakan juga turunan. Sudahkah engkau lewati jalanan yang berlubang? Atau sudahkah kau lewati jalanan yang penuh dengan kerikil-kerikil tajam yang indah? Masih kuatkah kaki untuk terus berja

Langit-langit Ibu Kota

Langit-langit Ibu Kota telah berkisah tentangmu. Kincir-kincir dinding kamar berbisik tentangmu. Jarak yang tak terdevinisi dalam kilometer. Dekat yang terasa jauh, mungkin terlalu jauh. Katanya rindu sudah bertaburan. Siapa peduli!   Langit Ibu Kota masih biru walau kadang berselimut mendung. Kita pernah mendekap rindu dalam balutan kabut. Menyemai rindu dalam barisan bukit. Disana, rumah rantau yang dulu. Dan pernah aku memangkas habis segalanya sebelum roda-roda meninggalkan bekas longsor. Mengapa masih menabur rindu? Sudah dekap saja dalam diammu. Seperti rindu yang sudah-sudah. Malam masih berhias bintang. Sedang bulan masih setia menemani bumi. Apalagi yang membuatmu meragu? Biar langit-langit Ibu Kota berkisah tentangmu. Kincir-kincir kamar membisik rindu tentangmu. Mulailah merajut kisah yang kau jalani kini. Bingkai saja masa yang pernah berlalu. Rindu ini hanya untuk dirindu. Rindu yang bukan untuk dimiliki. Bukankah waktu mempertemukan kita? Tulisan takdir dari San

Cinta Untuk Metro

Kaki ini telah siap untuk melangkah Sekali lagi, kampung halaman harus jauh Demi segenggam asa kehidupan Tidak! Aku tidak ingin menyesali perjalanan ini Sebuah langkah yang baru kuawali Tidak ingin menyesali jalan ini Aku hanya pengembara Melewati jalanan ibu kota Menelusuri lorong keramaian

“Apa ada yang mau denganku setelah aku berumur dua puluh enam tahun?”

Gambar
“Semakin lama aku mennggu Untuk kedatanganmu Bukankah engkau telah berjanji Kita jumpa disini Datanglah, kedatanganmu kutunggu Telah lama, telah lama kumenunggu” Sebuah lagu dangdut ciptaan Rhoma Irama berdendang menemani malam. Sisa rintik-rintik hujan masih menetes dari atap. Lagu yang sudah begitu lama mengudara, tiba-tiba kini berputar mengingatkan akan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan. Hujan. Nyanyian yang tak pernah henti untuk memutar rekaman kehidupan. Jejak yang tidak mudah terlupa. Pernah memang jalan ini membuat patah hati, menjadikan raga teramat lelah dan mengahirinya dalam tetesan lembut kelopak mata. Namun dalam jalan ini pula berjumpa denganmu, mengenal senyum dan tawa. Mengurai keresahan menjadi harapan. Esok atau suatu hari nanti akan aku dapati bunga yang tumbuh dari biji yang tersiram hujan. “Apa ada yang mau denganku setelah aku berumur dua puluh enam tahun?” sebuah status yang terpampang jelas di wall sosmed. Sebuah pertanyaan sederhan

Tentang Rindu "Januari"

Gambar
Bukankah Januari sudah berakhir? Bukankah sudah selesai? Aku lebih nyaman berada dalam kegelisahan study -ku yang tidak juga pasti daripada harus peduli tentangmu. Belum mampu lebih dari ini rasa yang aku punya. Hanya sampai kepastian ini yang aku miliki. Aku jalani study- ku dan kau lengkapi hidupmu. Tidak ingin aku mengusiknya lagi. Hati dan fikiran memang susah bersatu, jarang sependapat dan sering berdebat. Itulah kegalauan. Rasa ini tulus padamu, cinta. Enam tahun merajut kisah bersama mustahil bila tanpa rasa. Meski dalam setiap langkahku terisi kisah yang lain, menapak kota yang lain namun saat aku kembali pulang selalu tentangmu. Semua tanya kembali tentangmu. Selalu dirimu dan hanya dirimu yang mereka tanyakan. Sekali ini biarkan semua berjalan seperti dahulu. Anggap tidak pernah ada yang tahu, meski nyatanya mereka terus menanyakanmu, perjalanan kita yang terpisah jarak. Biarkan waktu tetap bersahaja, memudarkan senyum dan merajut kerinduan. Biarkan jarak tetap pad

Pendidikan Untuk Semua

Anak-anak.. Mereka sangat berharga dalam kehidupan ini. Penerus peradaban yang akan membawa pada kejayaan. Bukan hanya kota-kota tempat mereka belajar. bukan hanya gedung-gedung sekolah, seragam juga sepatu. Tetapi aku pernah menyapa pendidikan dalam rimba. Mereka yang masih terabai. Bersama sukseskan pendidikan Indonesia Ary Pelangi