Jalanan Ibu Kota
Semua
kesempatan itu indah. Mengantarkanmu pada perjalanan yang tidak akan pernah
terduga sebelumnya. Begitu juga sepetak ruang putih tempatmu kini duduk menatap
barisan kata akan menjadi catatan kisah satu semester. Perjalanan
"Aksi" mereangkai kata untuk pendidikan.
Semangat
ya.... Dan kau harus tetap semangat menjalani hidupmu. Ibu Kota tempat yang
menyenangkan. Kota rantau yang akan menemani perjalananmu satu tahun
menyelesaikan studi. Menempuh jalan-jalan kehidupan. Biarlah langkah ini tetap
pada jalan yang indah `sebagaimana skenario terindah yang telah ditentukan-Nya.
Berjalanlah
terus pada jalan yang telah ditunjukkan-Nya padamu. Jalan yang benar dan engkau
yakini kebenarannya. Jalan yang memang benar-benar jalan indah. Jalanan itu
memang indah. terlalu banyak tikungan, tanjakan juga turunan. Sudahkah engkau lewati
jalanan yang berlubang? Atau sudahkah kau lewati jalanan yang penuh dengan
kerikil-kerikil tajam yang indah?
Masih
kuatkah kaki untuk terus berjalan hingga akan kau rasakan bagaimana terjatuh
ditikungan depan sana? sudah siapkah bila suatu saat nanti lelah dan kau
terjatuh? Atau kau ingin mengakhiri disini dengan kaki yang sudah mulai bengkak
merasakan jalanan yang berkerikil? Menghentikan langkah tanpa hasil apapun.
Begitukah?
Tetaplah
berjalan, cinta. Sebagaimana kau selalu mendamba perantauan. Hanya saja kini
perantauanmu bukan gunung dan hutan yang menghijau. Bukan langit dengan
sejuknya hembusan angin. Rantaumu kini hutan beton yang mengalirkan
sungai-sungai kesendirian, pohon-pohon keangkuhan. Rimba yang menyembunyikan
kekuasaan istana. Masihkah kau bertahan disana?
Berhentilah
sebentar cinta. Berhentilah melangkah sekarang juga. Lihat apa yang ada pada
dirimu. Lihat apa yang ada dihadapanmu? Apa yang melekat ditubuhmu?
Menangislah....
Menangislah
seperti engkau pernah menangis dulu. Tumpahkan saja air matamu bila itu mampu
membuatmu lebih tegar dalam bertahan. Apa salahnya menangis di minggu kedua
perantauanmu? Tidak akan ada yang menyalahkanmu. Bahkan orang tuamu tidak akan
tahu. Hanya dirimu sendiri dan kesendirian digelapnya malam. Melangkahlah
mendekat pada-Nya cinta. Mendakatlah, karena Dia tidak akan meninggalkanmu.
Sesulit apapun jalanmu, ingatah Dia yang akan selalu mengingatmu.
Mulailah
kehidupan barumu. Gapailah citamu dengan perjuangan yang terindah. Lakukan yang
terbaik cinta. Meski engkau telah kehilangan cinta seorang manusia. Ibu kota
akan membingkai masa lalu yang pernah engkau miliki. Membungkus indah rindu
yang engkau dekap dalam doa. Mungkin kini engkau telah kehilangan dia, tapi dia
pun kehilangan dirimu.
Perantauanmu
bukan pelarian. Perantauanmu adalah perjalanan untuk menemukan kehidupan. Suatu
masa yang akan memiliki cerita tersendiri dalam setiap jengkalnya. Seorang
manusia itu kini telah berjuang untuk kehidupannya. Bila dia meninggalkanmu dan
memintamu untuk hidup sendiri itu karena dia memang belum mampu hidup
bersamamu. Dia butuh waktu untuk menata lagi hidupnya, menyiapkan segala
sesuatu untuk masa depan. Bila dia kini meninggalkanmu itu karena dia tidak
ingin membawamu pada kehidupannya yang memang tidak mudah. Seorang manusia itu,
dia tidak ingin membuatmu bersedih. Lebih merelakan hidup sendiri tanpamu. Dia
terlalu menyayangimu.
Tidak
ingatkah kau bagaimana sedihnya dia mendengar serentetan impian yang kau
miliki? Betapa sedih hatinya karena tahu impian sudah tidak sejalan. Dia
seorang lelaki yang begitu realistis untuk kehidupan. Sedang kau terlalu
idealis menjalani hidupmu. Bahkan bukan dia yang meninggalkanmu tetapi kau yang
meninggalkannya. Berdalih merantau menunggu dia selesai dengan studinya dan
lanjutkan studimu. Padahal jelas kau tahu dia tidak akan pernah menyelesaikan
gelar sarjananya. Kau bilang akan menunggu dia lulus. Benarkah? Dia sudah
memilih jalannya. Meninggalkan pendidikan yang terlalu idealis.
Perantauanmu
cinta. Cinta. Aku masih memanggilmu cinta sebab masih ada rasa cinta itu untuk
kehidupan imajiku.
Bila memang dirinya yang dirindu.
Maka biarlah seperti malam-malam yang telah lalu. Rindu yang hanya tersampaikan
dalam barisan doa. Bukankah tidak pernah ada kata cinta?
Andaikan engkau pulang dan mendapati
dirinya datang menjemput maka semua perjalanan tidak akan pernah sama lagi. Kau
harus mengenal dia lagi. Karena satu tahun perantauanmu dan satu tahun dia
dengan dunianya tidak akan pernah sama. Semua memiliki kisah hitam dan putihnya
masing-masing. Perlu ada yag mendengar dan perlu ada yang berkisah. Bukan untuk
mempertanyakan rasa yang pernah berlalu. Bukan untuk menanyakan rindu yang
pernah datang menghampiri. Namun kembali untuk menjadi seorang sahabat, kembali
berkawan dan menata kehidupan.
Bila suatu hari nanti engkau pulang
dan mendapati dia telah bahagia dengan hidupnya maka kunjungilah sebagai
sahabat. Karena dia adalah orang yang mencintamu. Seseorang yang rela engkau tinggalkan
untuk mimpi yang engkau miliki. Datanglah dengan senyuman dan kabarkan engkau
baik-baik saja. Bersikap baiklah padanya dan orang-orang yang dia cinta.
Cinta. Tidak akan ada doa yang
sia-sia. Setidaknya engkau berdoa untuk dirinya dan untuk dirimu sendiri.
Persahabatan yang begitu lama terjalin tidak akan mudah pudar. Hanya saja
perantauan ibu kota tidak boleh ada luka tentang dia yang pernah engkau
tinggalkan. Meski dia yang mengakhirinya tetapi engkau yang meninggalkan dia
lebih dulu.
Berhentilah sejenak cinta.
Berkemaslah. Bungkuslah rapat-rapat semua rasa yang pernah engkau tinggalkan.
Milikilah rasa yang baru dengan kehidupan ibu kota. Impian yang tidak boleh
tersamarkan. Niat yang tidak boleh berubah. Perjalanan menuntut ilmu yang tidak
boleh terkotori oleh prasangka-prasangka kehidupan.
Kalau pun jalan yang kau tempuh
harus membuatmu lebih tangguh maka kaki-kakimu tidak boleh lelah. Ragamu tidak
boleh merasakan sakit dan hatimu tidak boleh terluka. Jagalah jiwamu agar tetap
lembut namun tangguh. Jiwa yang selalu hidup dan terjaga kesuciannya.
Biar saja lampu-lampu kota menyala.
Nikmati saja sebagaimana adanya tetapi jangan pernah terpesona oleh redup
sinarnya yang berwarna-warni. Nikmati saja lampu-lampu kota sebagai penerang
jalan. Bukan sebagai jalan utama yang harus kau lewati. Bila harus melewati
tikungan-tingungan jalan maka lewatilah agar engkau merasakan bertapa jalanan
ini indah.
Aku menemanimu di ibu kota. Lihatlah
keluar jendela kamarmu. Bukankan ujung masjid terlihat dari sana? Kau tidak
perlu ragu ataupun takut, aku kembali hadir dalam hidupmu bukan menjadi
bayang-bayang. Aku hanya hari ini merapat di ibu kota memastikan engkau
baik-baik saja meski yang aku dapati tidaklah begitu. Bila bukan aku yang
menulis pesan ini maka engkau harus menuliskannya untuk dirimu sendiri. Kau
seorang gadis yang memiliki batas kebebasan namun tidak seorangpun akan
membatasi mimpimu.
Bila engkau sudah selesai berkemas.
Sudah waktunya engkau melangkah lagi. Hapus sisa air matamu dan mulailah
tersenyum sebagaimana perjalanan sebelumnya. Ibu kota tidak menjanjikan
kenyamanan untuk mereka yang lemah. Ibu Kota hanya berjaya untuk mereka yang
tangguh. Lukislah sendiri kisahmu dan nikmati harimu. Berbahagialah cinta.
Sebab kebahagiaan itu pilihan hidup.
Jakarta,
26 Maret 2016
Ary
Pelangi
Komentar