Nostalgia UTN PPG SM-3T
Perjalanan
ini akan selesai sebagaimana aku memberi tanda titik untuk cerita-ceritaku.
Tanda
titik yang bukan untuk selesai. Hanya sebuah tanda untuk mengakhiri sebuah
paragraf. Lantas membuka lembaran baru untuk cerita yang lain.
Malam ini seperti
kembali pada akhir tahun lalu. Sebuah kamar yang di pintunya tertulis 4B8. Sepetak ruang di lantai empat yang
penuh dengan drama kehidupan rantau. Jum’at 16 Desember 2017. Subuh yang terasa begitu menyesakkan.
Seorang kawan
membangunkanku, mengatakan pengumuman UTN telah keluar. Belum benar-benar aku
tersadar dari lelapnya malam, namun jari-jari seakan lincah memainkan layar handphone mencari lembar pengumuman.
Terang saja hari kemarin aku sudah mendapat info hanya ada satu orang yang
lolos untuk jurusanku. Kala itu kami hanya 22 orang di negeri ini dan kebetulan
merapat di Ibu Kota. Satu nama itu adalah temanku kuliah S1 di Kota Bengawan.
Yuups dia menjadi satu-satunya yang lulus untuk jurusan kami untuk UTN utama.
Tidak ada yang kedua dan selanjutnya.
Rutinitas pagi yang
seperti biasa kala pengumuman. Mereka yang lulus memberi kabar pada keluarga
dengan riang dan beriring tangis haru. Pun begitu yang tidak lulus kala itu ada
yang masih histeris berteriak, menangis sesenggukan dan luapan kesedihan yang
lainnya. Sementara aku memilih kembali menarik selimut usai kewajiban subuh
tertunaikan. Seakan tidak peduli dengan tangis bahagia dan kecewa teman-teman yang
cukup terdengar dilorong asrama. Kami hidup dengan rasa masing-masing. Itu
kataku. Nyatanya aku memainkan handphone dan mengetik beberapa kalimat yang
mengabarkan ketidaklulusanku pada sahabat-sahabatku.
Hasil dari ujian hanya
ada dua hal “lulus” dan “tidak lulus”. Dua kenyataan yang tidak bisa dipilih.
Kejadiannya adalah takdir yang telah ditetapkan. Menerimanya adalah kewajiban
seorang hamba. Nyatanya subuh hari itu aku tidak benar-benar paham bahwa aku
telah nyata tidak lulus. Hingga waktu menuju Dhuha menjelaskannya
berlahan-lahan. Menjelaskan sejelas-jelasnya tentang sebuah kata “TIDAK LULUS” sebuah kenyataan bahwa aku
harus “MENGULANG”
Gagal!
Berhenti!
Selesai!
Namun jauh disana ada
yanng menjelaskan, ada yang mengatakan tiga hal yang membuat semua ujian selalu
LULUS.
Soal
selalu benar.
Yang
mengoreksi selalu benar.
Jawabanmu
benar.
Dan seandainya kau TIDAK
LULUS hanya ada satu kemungkinan yang sebenarnya itu adalah benar.
Jawabanmu
salah
atau
Jawabanmu
berbeda dengan kunci jawaban
Aku sedih dan aku
sempat kecewa dengan diri sendiri. Usaha maksimal seakan tidak ada artinya.
Menyalahkan soal yang terlalu rumit juga pilihan jawaban yang seakan tidak
masuk akal. Aku menyalahkan kata-kata dalam layar yang seakan tidak berpihak
dengan perjalanan belajarku. Bahwa aku memahami banyak hal tentang diriku kala
itu.
Tentang cara belajarku
yang berubah. Tentang siang dan malam yang banyak aku habiskan untuk memasukkan
materi ke dalam otakku. Padahal biasanya aku tidak akan belajar dengan keras
dua hari sebelum test. Aku lebih banyak beristirahat dan tidak terlelap hingga
malam. Aku sadar terjaga hingga larut berkawan dengan kopi itu bukan caraku
memasukkan materi dalam pikiranku.
Tidak hanya UTN yang
harus aku hadapi kala itu. Ada cerita yang lain yang kala itu mengusik
hari-hari menjelang ujian. Hingga aku tidak fokus dengan UTN. Aku harus membagi
diri untuk sesuatu yang lain juga. Hingga saat UTN aku tidak tahu mengapa bisa
ada sesuatu yang lain yang mengisi otakku.
Aku tidak siap UTN.
Benar aku belum siap untuk ujian hari itu. Aku tidak siap bila harus ujian
dihari itu. Diriku sudah kacau sebelum masuk ruang ujian. Aku tidak menemukan
ketenangan diriku lagi. Ada yang hilang dari fokus ujianku.
Ujian pun tetap
berjalan dengan durasi yang terhitung mundur. Berakhir setelah aku lelah
menyalahkan waktu yang berdetak terlalu cepat. Ujian hari itu selesai dan
dihari pengumuman aku menyadari semua kesalahan-kesalahan itu.
Menyenangkan
bukan bila kita LULUS?
Bagaimana
seandainya engkau lulus namun teman-temanmu tidak lulus?
Untuk lulus dan tidak
lulus itu pun kita harus bersiap. Tetap bersiap untuk lulus dan melapangkan
hati untuk tidak lulus. Sebab LULUS UTN itu juga sebuah ujian. Dan TIDAK LULUS
bukan sebuah petaka.
Bersiaplah untuk sebuah
kenyataan. Sebuah takdir dalam perjalanan. Tentang berita-berita UTN yang
sampai ditelingaku hingga malam ini aku tidak tahu pasti kebenarannya. Namun
apapun itu, engkau yang telah berjuang menuju UTN PPG SM-3T pasti lebih
mengerti. Lebih paham. Hingga mampu mempersiapkan yang terbaik.
Aku tidak kecewa pada
banyak lembar buku yang aku babat habis di Ibu Kota kala itu. Aku tidak kecewa
pada banyak halaman ebook yang membuat
mata ini tetap terjaga. Aku tidak
keberatan dengan banyaknya catatan yang harus aku warnai untuk mengingatnya. Aku
tidak menyalahkan berapa banyak latihan yang membuat tangan-tangan ini mengajak
berhenti saja. Aku tidak kecewa dengan semua langkah yang mengantarkanku harus
LULUS pada UTN ULANG 1.
Pun aku tidak ingin
engkau kecewa dengan “lembar” yang nantinya akan engkau terima diakhir
perjalananmu. Lembaran yang akan menemani perjalanan karir selanjutnya menjadi
guru profesional.
***
Berjuanglah
dengan cara yang semestinya. Sesulit apapun itu. Seberat apapun itu. Jangan mengotori
kemurnian perjuangan dengan noda-noda yang menghapus indahnya ikhtiar. Jangan
sampai ada hati yang terluka disaat perjuangan terbaik sedang dilakukan. Belajarlah dengan Tenang dan Sabar.
(Catatan
Kecil UTN Ulang 2 // Sabtu, 7 Januari 2017)
***
Nostalgia
cerita lalu
*Belajar Berserah (Menuju UTN Ulang 2 PPG)
* Sebuah Kepasrahan UTN Ulang 2 PPG SM-3T
Sebait harap dari kaki Lawu untuk
pejuang pendidikan bumi pertiwi.
Nyalakan lagi api semangatmu.
Karanganyar, 9 November 2017
U.Satiti
Komentar