Perundungan di Sekolah Luar Biasa: Apakah Zona Abu-Abu?

 Perundungan di Sekolah Luar Biasa: Apakah Zona Abu-Abu?

Oleh: Umi Satiti

Gambar dibuat dengan Canva


Perundungan atau bullying menjadi salah satu masalah yang serius di lingkungan pendidikan, termasuk di Sekolah Luar Biasa (SLB). Perundungan tidak hanya merugikan korban secara fisik, tetapi juga memengaruhi kesehatan mental, emosi, dan rasa percaya diri. Bagi siswa berkebutuhan khusus, dampak bullying bisa lebih berat karena mereka seringkali memiliki tantangan tambahan dalam berkomunikasi, bersosialisasi, atau mengekspresikan diri.


Mengingat pentingnya melindungi setiap siswa di SLB, sekolah memiliki peran penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Rasanya ingin sekali membahas langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru, siswa, dan seluruh ekosistem sekolah dalam rangka memerangi dan mencegah perundungan. Hanya saja, pelaksanaannya tidaklah mudah.


Ada yang lebih menarik untuk di bahas, sebelum saya banyak beropini tentang langkah-langkah dalam memerangi perundungan. Ada sebuah zona yang harus diperhatikan lebih jelas tentang bentuk-bentuk dan pelaku perundungan terhadap anak-anak disabilitas di Sekolah Luar Biasa. Tampak sederhana, tetapi cukup rumit ketika harus diterjemahkan. Bahkan ketika saya mencoba mempelajari panduan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah masih banyak hal-hal yang mengganggu pikiran.


Bentuk kekerasan yang terdiri atas kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, kebijakan yang mengandung kekerasan, serta bentuk kekerasan lainnya. Berpijak pada beberapa bentuk kekerasan tersebut dirasa perlu kembali ada uraian panjang tentang batasan-batasan bahwa peristiwa yang terjadi merupakan bentuk perundungan.


Seperti sebuah kasus, seorang anak dengan autistik memiliki perilaku mengulang kata-kata yang diucapkan. Dia melihat temannya yang mengalami hambatan fisik dan mobilitas dengan kursi roda. Kemudian, dia menangkap informasi tentang temannya tersebut dan berusaha menyampaikannya dengan bahasa dia sehingga kalimatnya berulang. “Dia cacat! Dia Cacat! Dia cacat!” Kalimat itu terus diucapkannya.


Apakah kasus termasuk perundungan? Padahal anak dengan autistic tersebut masih belum mampu mengontrol ucapannya. Dia tidak akan berhenti bila tidak ada seseorang yang memintanya berhenti. Peristiwa pengulangan kalimat itu dianggap sebagai perilaku alami anak autistic dan berada di luar kendalinya. Sedangkan anak dengan hambatan fisik dengan kecakapan intelektual yang bagus menganggap hal tersebut menyakiti dirinya.  


Kasus lain, anak dengan hambatan intelektual. Usianya sudah memasuki pubertas dengan tanda-tanda kedewasaan yang turut serta berkembang. Setiap bertemu teman di sekolah akan memeluknya dan kadang mencium pipi. Hal ini dilakukan kepada teman yang juga berbeda gender. Kebanyakan orang tua menganggap hal itu biasa dilakukan dan tidak berbahaya. Sementara kaca mata guru berbeda, hal tersebut tetap membahayakan pelaku dan korban. Apakah ini juga termasuk perundungan?


Kasus ketiga, ketika seorang anak dengan hiperaktivitas tantrum saat mengikuti pembelajaran. Guru berusaha memisahkan anak tersebut dari teman-temannya. Namun, anak tersebut melawan dan tetap ingin bersama teman-temannya dengan menarik teman lainnya. Sehingga guru menarik paksa anak tersebut untuk berpisah dari temannya. Apakah ini juga perundungan? Atau masuk diskrimanasi karena manerik paksa anak tersebut dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung?


Hal di atas baru tiga contoh kasus. Masih banyak kasus lainnya yang sebenarnya terjadi, bukan hanya melibatkan siswa dengan siswa, tapi juga dengan peran orang-orang di sekitar siswa. Kejadian-kejadian luar biasa yang melibatkan anak-anak istimewa menjadi PR tersendiri dalam penangannya. Terlebih lagi dalam kita sedang berasa dalam era Merdeka Belajar.

 

Semoga kita bisa saling berbagi cerita.

#30DWC #30DWCJilid47 #Day1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Tenggelam di Puncak Menara