Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu Oleh: Ary Pelangi Hei kamu, malam ini kaca rumah bergetar. Hanya beberapa meter dari rumah ada tetangga yang sedang menggelar pesta begitu meriah. Dalam setiap getarnya aku bertanya, apakah akan ada perayaan serupa untuk aku dan kamu? Sepertinya aku mengigau. Aku dan kamu telah kembali asing. Beberapa hari telah berlalu tanpa kabar. Aku tahu banyak yang berubah setelah pertemuan hari itu. Saat kita berada dalam satu ruang pertemuan tapi tak saling bertemu. Hanya sebuah pesan yang terlupakan. Sejak itu aku tidak ingin mengganggumu. Terlebih setelah kau pertegas dengan pesan-pesanmu selanjutnya yang teramat singkat. Aku tidak ingin menyalahkan siapapun. Jarak ini memang sudah semestinya harus ada. Bukan untuk lupa, tapi aku ingin menjaga diriku sendiri. Aku tidak ingin menemani siapapun atau ditemani oleh siapapun jika tanpa kepastian rasa. Jarak ini biar menjadi pemisah, entah untuk sementara atau selamanya. Berpisah bukanlah akhir ...
Jendela Kamar dan Secangkir Kopi Oleh: Ary Pelangi Sepulang kerja hanya ingin merebah di atas kasur tanpa layar ponsel. Berharap dapat mengistirahatkan raga dan jiwa yang selalu saja payah dengan cerita-cerita kehidupan. Diri ini tak ingin mendengar kabar apapun lagi perihal pekerjaan dan berita-berita viral di social media. Tidak ingin pula melihat tayangan-tayang komedi yang biasa menciptakan tawa. Hanya ingin merebah dan hilang segala payah. Hanya saja harapan itu masih sekadar harapan dari hari ke hari yang belum juga terwujud. Kenyataannya sesampainya di kontrakan harus segera mengguyurkan air ke seluruh badan agar terbebas dari keringat. Membersihkan wajah dari make-up yang bercampur debu-debu jalanan. Menggantungkan baju yang telah direndam deterjen, lantas menyiapkan nasi beserta teman-temannya untuk mengisis perut yang butuh asupan nu...
Senja merona, sebentar lagi gulita, istana megah berdiri di batas angkasa. Segumpal rindu tak lagi nyata, sirna terbawa suasana. Aku dan kau pernah mengukir mimpi di pilar-pilar istana, sepenuh tiang menuju langit tak terbatas. Istana itu kini dikepung duri kasih sayang yang pernah kutanam. Kau dan aku, kini hanya serpihan kenangan, lahir dari harapan bercita-cita setara, tapi nyatanya tak seirama. Bukankah hampir sampai ke ujung menara? Lantas bersama menatap senja dalam simpul paling bahagia. Rupanya aku kalah dengan jari-jari tanganmu, jemari paling lihai berjanji pada langit, untuk bersamanya, menanggung hidupnya, seseorang yang kau simpan sempurna. Runtuh aku, berkeping dalam langkah terluka, kau merajuk tuk kembali meniti tangga emas, bukan untuk menuju puncak mimpi, tapi sekadar singgah untuk pergi. Menatap senja sembari bercerita tentang mimpi-mimpi yang laka. Istana itu, kini hanya ruang k...
Komentar