Jangan Makan Cinta (Bagian Dua)
Ary
Pelangi, - Pagi yang membuatku enggan beranjak terbangun
lagi setelah kewajiban pagi tertunaikan. Hari libur memang, hingga tidak perlu
beraktifitas untuk cepat-cepat sampai di ruang kerja. Sederet agenda full hari sabtu telah tertata dengan
janji-janji yang telah lama disepakati. Nyatanya aku harus beranjak juga menuju
kota Bengawan untuk menuntaskan janji-janji temu yang telah disepakati.
Undangan pernikahan seorang teman
membuat tema berbeda dipagi yang tidak lagi sejuk. Antara menghadiri undangan
atau tidak, dilema. Teman-teman sekampus sudah jauh dengan takdir kehidupan
masing-masing. Pekerjaan dan pernikahan banyak menghadirkan kisah baru. Pernikahan
adalah pembicaraan yang tidak pernah habis. Begitu juga dengan gadis yang
teman-temannya sudah menggandeng suami dan anak ke acara kondangan. Pasangan
adalah topik emas untuk ditabuh menjadi inti percakapan.
Dalam sebuah chat pesan bersama seorang kawan ada sebuah percakapan yang
membuat enggan beranjak untuk melukis seutas senyum, pilih sik cedak iso mboncengne opo sik adoh
ga iso mboncengne? Hidup ini sudah rumit mengapa harus dibuat rumit
lagi, begitu pikirku. Memilih antara siapa dan siapa dengan perbandingan. Namun
begitulah hidup seakan tidak lepas dari sebuah perbandingan. Sik
anyar durung kenal tapi apikan (ketoke) opo sing wis suwe tapi taunya gawe lara
ati? Sebuah tanya yang
kembali tidak aku jawab dalam pesan gadis itu. Sahabat satu kota namun kami
selalu sibuk masing-masing. Aku mulai paham kemana arah pesannya, merujuk
kepada sebuah nama yang tidak lagi asing dalam hidup. Nama seorang lelaki yang
orang-orang bilang pantas untuk disemogakan. Nama itu pula yang menjadi teman
bercakap dalam tulisan ini dibagian ketiga, lelaki yang hidupnya begitu realistis.
Hayo
penasaran dengan Jangan Makan Cinta Bagian Tiga?
Ikuti sampai akhir ya. Akan banyak
kejutan untuk kamu.
Hujan mengantarkan hari ini menuju
malam. Ya, senja terbalut begitu rapat oleh tetesan air langit yang telah lama
dirindu bumi. Tidak terlalu deras memang tapi cukup untuk membasahi permukaan
tanah yang telah seharian penuh tersengat matahari. Aku pulang dari Solo,
sebuah kota dimana banyak kenangan terajut disana. Oktober sama dengan
bulan-bulan lainnya, melakukan sebuah pertemuan yang rutin dengan seorang
konselor. Jika tidak bisa sebulan sekali bertemu maka bulan berikutnya harus
terbayar dengan pertemuan.
Dua tahun belakangan ini pembicaraan
kami adalah karir dan jodoh. Tidak pernah jauh dari cerita-cerita tentang itu.
Jodoh dan pernikahan selalu menjadi bagian yang paling banyak menyita waktu.
Disana ada deret-deret cerita yang sering mengobrak-abrik ketenangan. Pertemuan
dengan konselor cantik itu selalu membuatku terpaksa meluangkan waktu. Ada
bagian dari pikiran ini yang terus mengusikku. Ada satu cerita darinya yang
belum mampu aku terima, tentukan kriteria
pasangan idaman. Tentukan pilihan sejelas mungkin, detail dan spesifik.
Hujan dan cerita perjodohan adalah
kumpulan keresahan. Keresahan yang pastinya akan mengantarkan pada malam-malam
panjang untuk sebuah perenungan. Harapanku adalah membiarkan diri basah oleh
guyuran hujan hingga tak setetes air mata pun terlihat oleh orang-orang yang
lalu lalang. Nyatanya aku hanya mampu mengenang percakapan dengan seorang teman
yang jauh. Teman merantau di rimba Sumatra, dia telah memiliki suami dan
seorang anak. Pesannya yang membuatku kembali teringat betapa beratnya membuat
pilihan untuk menerima atau menolak
sebuah pinangan.
Memilih
pasangan hidup itu tidak hanya karena cinta. Karena hidup setelah menikah tidak
cukup hanya dengan makan cinta. Begitulah yang aku tulis pada wall status dari hasil pertemuan ngopi alit barsama teman-teman FLP
Karanganyar.
Setuju. Harus satu visi misi.
Sampai pola pengasuhan pun harus di pikir kan sebelum menikah.
Begitu dia menulis dalam sebuah chat.
Awal dimana sebuah percakapn panjang perkara jodoh.
Bersama dirinya aku banyak belajar. Kami
sama-sama perempuan yang pernah dua kali menandatangani perjanjian diatas
materai. Kami sama-sama pernah menandatangani kontrak untuk tidak menikah
selama tugas. Satu kali ketika tugas di daerah 3T, terdepan, terluar dan
tertinggal serta satu kali lagi ketika menjalani pendidikan profesi.
Karena
untuk jadi orang tua itu ga ada sekolahnya.
Aku
wae kudu sinau ndulang bocah.
Sampe
kadang potek hati saat kita masak bener, ujung-ujung di remes di
hambur-hamburkan. Padahal dari situ kita banyak belajar, ada ilmunya.
Kalo
jaman dulu anak diserahkan sepenuhnya keibu, tapi kalo sekarang NO . Lah buat berdua ngurus ya berdua.
Cek
riwayat penyakitnya, psikologinya, gimana “problem solving” dia saat menghadapi
masa sulit, soal keuangan, soal orang tua,dan soal anak harus tau setidaknya ada gambaran.
Ya, itulah hasil rangkuman chat dari
percakapan kami malam itu. Malam tepat settelah acara Ngopi Alit. Diakhir percakapn kami dia kembali mengingatkan bahwa
diri ini harus mampu menjatuhkan pada pilihan yang tepat dan diiringi untuk selalu
meminta petunjuk Allah. Mengikuti komunitas emak-emak bisa menjadi solusi untuk
belajar dan menguatkan diri.
Perempuan
pemilih, label yang tidak luput dalam perjalanan ini. Tidak
sedikit teman yang nyebut bagitu. Tetapi biarkan itu semua terjadi. Biarkan itu
menjadi sebutan dan doa bahwa memilih
yang terbaik adalah bagian usaha untuk mendapatkan yang terbaik. Doa yang
akan membantu kita mentuk menjatuhkan diri pada pilihan terbaik.
Karanganyar, 12 Oktober 2019
Ary Pelangi
***
Jangan
Makan Cinta akan saya tulis menjadi empat bagian.
Bagian pertama adalah tulisan ini yang
kita awali dengan nasehat ibu bidan cantik tentang memilih pasangan yang tidak
hanya karena cinta. Udah selesai nih dan ini link yang bisa kamu kunjungi http://arypelangi.blogspot.com/2019/09/arypelangi-janganmenikah-hanya-karena.html
Bagian kedua tentang nasehat seorang kawan
yang baru menikah dan memiliki seorang anak. Ini adalah cerita yang sedang kamu
baca sekarang.
Cerita dibagian ketiga adalah tentang
diskusiku bersama seorang teman lelaki yang begitu realistis perihal
pernikahan. Menikah itu tidak hanya dengan satu hati kawan, tetapi dengan
segala hiruk pikuknya kehidupan yang juga siap dipinang.
Kisah keempat adalah tentang pertemuan
dengan seorang konselor muda dihari pernikahannya. Bagian keempat ini akan
banyak saya tulis tentang bagaimana move
on dan memantapkan hati dalam memilih.
Ikuti sampai akhir ya, biar kamu tidak
salah paham perihal cinta. Biar tidak salah resep dalam makan cinta.
Terima kasih ya gaes, sudah mampir dan
sharing.
Komentar