Aku Tidak Lahir untuk Menjadi Dirinya

 Aku Tidak Lahir untuk Menjadi Dirinya

- Umi Satiti -



"Aku tidak ingin dibandingkan dengan siapapun, apalagi jika dibandingkan dengan yang lebih unggul. Itu bukan membandingkan, tapi menghina."


Kalimat itu menjadi catatan besar hari ini. Kalimat yang diucapkan oleh seseorang yang pencapaian hidupnya sering dibanding-bandingkan dengan orang-orang sekitar yang lebih unggul. Padahal dia sedang berusaha mengupayakan yang terbaik untuk hidupnya, untuk dirinya sendiri, dan juga keluarganya. Dia sedang bertumbuh menjadi seseorang yang lebih mandiri dan lebih Tangguh dari sebelumnya. Dia hanya bersang dengan dirinya sendiri, tidak sedang bersaing dengan orang lain. 


Serupa, aku juga tidak ingin dibandingkan dengan siapapun. Aku terlanjur paham bahwa setiap kita memiliki titik tolak yang tidak selalu sama. Ada yang garis awalnya mulus dan kakinya kuat sehingga bisa berlari, ada yang jalannya mulus tapi sering terjatuh saat mencoba berdiri, ada pula yang diawal kakinya tak kuat dan harus menempuh jalanan yang terjal. Tidak pernah ada Langkah pertama yang sama untuk setiap kita yang memulai perjalanan.


Jika dipikir-pikir, bertahan sampai hari ini sudah cukup luar biasa. Lebih dari cukup. Aku punya jalan cerita hidup yang tidak sama dengan kebanyakan orang, ritme hidup yang unik, dan cara bertumbuh yang berbeda. Hanya saja aku masih tetap melangkah pada jalanku, menuju finish yang aku yakin juga tidak akan sama dengan kisah kebanyakan orang. Aku tidak membuat lambat tempo langkahku, aku sedang berusaha bersyukur atas setiap pencapaian yang aku dapatkan hari ini. 


Hanya saja lingkungan terlalu sering menghakimi. Ada saja segelintir orang yang memaksa agar aku meniru langkah orang lain. Memaksakan pencapaianku harus sama dengan kebanyakan orang. Bahkan pencapaian-pencapaian kecilku tidak terhitung hanya karena tidak sama dengan pencapaian orang lain. Aku hidup untuk menjalani takdirku sendiri, bukan menuntaskan takdir orang lain. 


Terkadang, aku pun masih membandingkan hidupku sendiri dengan hidup orang lain. Melihat pencapaian mereka, dan mencipta persepsi kebenaran atas pernyataan orang-orang. Aku merasa kecil Ketika melihat kesuksesan orang lain. Padahal aku tidak pernah tahu apa yang telah Allah ambil darinya. Aku tidak pernah tahu seberapa buruk hari-hari yang harus dia lewati. Bisa jadi dibalik tawa mereka hari ini, ada air mata yang belum sepenuuhnya reda.


Sementara dalam sisi yang lainnya, ada orang lain yang memujiku 'hebat'. Hebat dalam arti yang sebenarnya. Katanya menjadi aku sangat menyenangkan, hidup tanpa beban. Sampai seorang teman baikku pernah berkata, aku tidak menyangka kau masih waras sampai di titik ini. Ya, mungkin aku serupa itu. Aku juga sedang menuntaskan ujian hidupku sendiri. Aku sedang memeluk diri sendiri sembari menyusun langkah apalagi yang harus ditempuh esok hari.


Menerima perbedaan dalam pencapaian hidup, membuatku lebih menerima takdirku sendiri. Aku menadi lebih bersyukur atas pencapaian hidup yang telah kuraih. Langkahku juga terasa semakin bersemangat untuk mencapai hal-hal baru. Bukan untuk bersaing dengan orang lain, tapi sedang mengupayakan yang lebih baik untuk hidupku.


Boleh jadi aku berjalan pelan, tapi akan kupastikan langkahku selalu ada hingga sampai tujuan. Boleh jadi pencapaianku tidak tinggi, tapi akan aku usahakan untuk tidak berhenti. Boleh jadi orang lain membandingkanku dengan selain aku, tapi aku akan tetap bertumbuh sesuai versiku, sebab aku bukan orang lain itu. 


Tidak mengapa, sudah sepantasnya kita peluk pencapaian ini. Setiap kita punya durasi yang telah ditetapkan, punya masa dan tanggung jawab yang tidak sama. Tidak apa-apa jika belum sampai pada takdir yang menjadi tujuan. Tetap melangkah, tetaplah tegak, dan tetaplah Bahagia.


Berjanjilah, setelah membaca tulisan ini kamu akan berhenti melihat hidup dari kacamata perbandingan. Belajarlah untuk merasa cukup. Yakinkah dirimu bahwa engkau sedang bertumbuh menjadi versi terbaik dalam hidupmu.


#15DaysNote #15DN #Day2





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menepi dalam Hening

Kebangkitan Novel Indiva

6 Jurus Renang Ala SLB Rahmawati Kholid