Tentang Ego yang Pelan-Pelan Belajar Lembut

 Tentang Ego yang Pelan-Pelan Belajar Lembut

- Umi Satiti -



Tumbuh menjadi perempuan yang terbiasa apa-apa sendiri memang tidak mudah. Diri yang terbiasa kuat, mandiri, dan bisa mengandalkan diri sendiri akan merasa tidak nyaman saat menerima kebaikan atau pertolongan dari orang lain. Aku akan segera berfikir bagaimana bisa membalasnya secepat mungku, bahkan andaikan bisa - seketika itu juga aku membalasnya. Jika tidak, hatiku akan gelisah.

Aku takut dibilang lemah jika terlalu sering menerima kebaiakan orang lain tanpa memberinya balasan balik. Meski seseorang itu tidak meminta, aku akan sesegera mungkin membalas kebaikannya. Aku tidak ingin ada hutang budi.

Semakin hari aku semakin sadar, bahwa kebaikan tidak harus dibayar tunai - seketika itu juga. Ada suatu Waktu dimana kita hanya perlu menerima tanpa buru-buru membalasnya. Bahkan tidak membalasnya juga boleh. Aku belajar menerima tanpa rasa bersalah. 

Semua ini bukan semata tentang gengsi, tapi ada ego seorang perempuan yang apa-apa terbiasa sendiri. Diri yang terbiasa menguatkan orang lain, terbiasa menjadi sandaran, dan terbiasa melakukan banyak hal sendirian. Lantas Ketika hadir seseorang mengulurkan sebuah pertolongan, diri ini akan merasa menjadi manusia yang sangat lemah. Menjadi seseorang yang tidak berdaya, kemudian berfikir, "Apakah aku selemah itu?"

Aku mulai menerima bahwa diri ini juga membutuhkan penguat, butuh bantuan, dan butuh uluran tangan orang lain untuk menuntaskan apa-apa yang memang tidak perlu aku selesaikan sendiri. Ya, aku menerima bahwa diri ini juga manusia biasa yang tidak selamanya akan kuat menjalani segala hal.

Tidak apa-apa jika tidak langsung membalasnya. Toh, masih bisa lain hari kita berikan kebaikan untuk dia. 

Tidak apa-apa jika hanya mengucap terima kasih tanpa membawa buah tangan. Namun,  aku mengingatnya sebagai suatu kebaikan yang utuh.

Aku mencoba memahami bahwa energi kebaikan akan selalu mengalir. JIka bukan hari ini kita membalaskan, kita masih bisa bertemu dengan kesempatan lain yang mungkin saja itu waktunya diri ini yang harus hadir sebagai penolong. 

Terima kasih untuk orang-orang baik yang telah hadir dalam hidupku. Bukannya aku tidak tahu terima kasih, tapi aku cukup tahu diri bahwa ada hal-hal indah yang tidak harus dibayar tunai. Dengan menerima kebaikan-kebaikan darimu, aku sadar bahwa diri ini ternyata juga dicintai. Maka biarkan aku juga menikmati manisnya rasa peduli dari orang-orang baik itu yang ternyata menenangkan.

Terima kasih sudah peduli.

Terima kasih sudah mencintai.

Terima kasih telah menemaniku belajar untuk tenang.



#15DaysNote #15DN #Day3



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menepi dalam Hening

Kebangkitan Novel Indiva

6 Jurus Renang Ala SLB Rahmawati Kholid