Postingan

Kau Juga Pernah Jatuh Cinta, Bukan?

Gambar
  Kau Juga Pernah Jatuh Cinta, Bukan? Oleh: Umi Satiti   Aku juga tahu kau pernah meletakkan harapmu pada seorang gadis, dan itu bukan aku. Meski bukan pertanyaan langsung, tapi aku mendengar kau mengakuinya. Hari itu dalam sebuah percakapan sederhana selepas aku pulang dari perjalanan. Aku tidak tahu banyak tentang gadismu itu, hanya saja berita-berita sampai padaku. Aku cemburu? Oh, tentu saja tidak. Dia adalah bagian perjalanan yang kau miliki. Bagian dari masa yang membentukmu menjadi seperti hari ini. Mungkin juga dia masih menjadi bagian kisah yang belum hilang dari ingatanmu. Terbukti dari senyummu yang tak bisa menipu ketika seseorang bertanya tentang gadismu itu. Tenang, aku tidak ingin mengusiknya. Dia adalah bagian dari ceritamu yang aku tidak harus tahu kebenarannya. Tidak mungkin jika tanpa cerita. Kau berhak memiliki ceritamu tanpa harus bercerita kepadaku. Jika itu perihal perasaan yang sempat istimewa, aku tidak bisa memintamu untuk melupakannya. Aku juga tida

Sebuah Rumah yang Runtuh

Gambar
  Sebuah Rumah yang Runtuh Oleh: Ary Pelangi               Jauh-jauh hari sebelum aku dan kamu seakrab ini, pernah ada sebuah rumah sederhana yang aku impikan. Hanya sebuah bangunan sederhana di pedesaan. Orang-orang menyebutnya rumah dua lantai. Lantai bawah akan menjadi ruang terbuka dimana aku dapat mengisinya dengan serangkaian hobiku bersama anak-anak. Membuat sebuah taman baca sederhana dengan rak-rak yang penuh dengan buku cerita. Akan ada sebuah taman kecil di depannya dimana kenyamanan akan semakin terasa. Lantai atas akan menjadi rumah pada umumnya. Menjadi tempat untuk menikmati hari-hari bersama keluarga dan aktivitas domestik rumah tangga. Hanya saja, aku mengkhayalkan ada serambi yang akan menjadi tempatku bersama seseorang dengan leluasa menikmati secangkir teh panas sambil memandang senja yang merona. Sesederhana itu rumah yang sempat aku impikan. Rumah itu runtuh sebelum dibangun temboknya. Pondasinya tidak pernah tertuntaskan, tapi justru porak poranda dihaj

Kamu dan Aku Punya Rencana

Gambar
  Kamu dan Aku Punya Rencana Oleh: Ary Pelangi               Kamu pernah berencana, tapi gagal. Banyak tempat indah yang ingin sekali kamu kunjungi. Kamu juga pernah ingin mengunjungi tempat-tempat indah yang ada di negeri ini. Menyaksikan keindahan alam yang tak biasa dipandang. Katamu, mencari ketenangan sembari menghibur diri juga harus diupayakan. Berkelana sembari mensyukuri anugerah Sang Pencipta juga tak boleh dilupakan, begitu pesanmu.             Aku juga pernah punya wacana, meski hingga kini ada yang belum terwujud. Aku suka suara air yang menentramkan, entah itu sungai atau laut. Bahkan suara air hujan pun aku menyukainya. Banyak tempat yang ingin aku kunjungi, tapi tempat-tempat itu tidak murah. Hanya jalan yang diguyur hujan, itulah yang bisa kunikmati dengan gratis.             Kamu dan aku pernah membuat rencana, berbagi pesan perihal suasana alam yang mendamaikan. Gunung dengan kesejukannya, pantai dengan debur ombaknya, laut dengan keindahan karangnya, dan

Masa Lalu

Gambar
  Masa Lalu Oleh: Ary Pelangi   “Masa lalu saya adalah milik saya, masa lalu kamu adalah milik kamu, tapi masa depan adalah milik kita.”             Rangkaian kata dari B.J. Habibie memang tidak pernah gagal untuk memberikan penyemangat dalam kehidupan ini. Beliau selalu punya cara untuk menghadirkan inspirasi bagi jiwa-jiwa yang patah hatinya. Bagaimana tidak? Kisah hidupnya begitu indah digambarkan dalam sebuah film yang laris di pasaran.             Siapa yang tidak tahu dengan romantisnya kehidupan Bapak Habibie bersama Ibu Ainun. Tentang perjuangan Bapak Habibie di negeri orang hingga kembali lagi ke pangkuan Ibu Pertiwi dan memimpin negeri ini. Nyatanya, kisah cinta beliau turut memberi warna dalam perjuangan hidup. Tidak mungkin tanpa badai. Bahkan dalam film yang memuat kisah beliau, ada begitu banyak badai yang menjadikan cinta keluarga semakin kokoh. Jika bukan karena jiwa-jiwa dalam keluarga yang kokoh, apakah akan sekuat itu menerima ujian?             Aku perna

Badai yang Mana Lagi?

Gambar
Badai yang Mana Lagi? Oleh: Ary Pelangi             Katakan padaku badai mana lagi yang harus aku lewati? Bukan bermaksud menyombongkan diri sembari mengatakan aku sangat kuat. Aku hanya sedang meratapi diri mengapa cobaan hidup ini begitu bertubi-tubi? Sungguh, hari-hari terasa begitu berat untuk sekadar disambut dengan semangat. Langkah pun terasa hampa menapaki rutinitas yang rodanya selalu serupa, rumah kontrakan, tempat kerja, dan kembali lagi ke rumah kontrakan. Sementara ponsel masih menjadi hiburan paling favorit jika dibandingkan tumpukan buku. Mungkinkah telah mati rasa?             Kehilangan demi kehilangan menjadi penggungah suasana yang menjadikan hari berwarna   dengan rasa pahitnya. Membuat mataku terjaga untuk menikmati tengah malam yang berganti dini hari. Diri menyaksikan bintang-bintang yang sesekali ditemani purnama meski tak lama. Sampai pagi menjemput dan mata baru merasakan kantuknya. Mengapa kehilangan juga merenggut lelap yang harusnya memeluk lelah?

Aku Tidak Mengejarmu

Gambar
Aku Tidak Mengejarmu Oleh: Ary Pelangi ~ Aku cukup tahu diri untuk tidak mengejarmu yang berlari menjauh. ~ Diri ini entah kenapa kadang terlalu peka dengan suasana. Tanpa perlu dijelaskan   pun aku sudah paham bahwa antara aku dan kamu yang sedang akrab harus menjauh. Harus memudarkan jarak dan menyamarkan pertemuan meski hanya melalui pesan-pesan kata. Terlalu rapat justru berbuah cerita yang tak sedap untuk dijalani. Banyak kejanggalan yang mulai menjadi beban dalam pikiran. Banyak kata yang terlalu mengoyak perasaan.   Sejak awal harusnya aku tak memberi ruang untukmu bercakap denganku tentang hal-hal yang sangat pribadi. Seharusnya memang hanya cukup sebatas jalinan professional dengan dunia kerja yang saat ini sedang aku jalani. Menjadi rekan kerjamu yang berbeda kota. ‘Harusnya’ dan banyak ‘harusnya’ lainnya yang membuat aku harus   menganggapmu berlalu begitu saja. Bukankah sudah cukup dengan deret cerita perihal pendidikan, petualangan, dan sesekali sibuk dengan keteta

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Gambar
Jendela Kamar dan Secangkir Kopi Oleh: Ary Pelangi             Sepulang kerja hanya ingin merebah di atas kasur tanpa layar ponsel. Berharap dapat mengistirahatkan raga dan jiwa yang selalu saja payah dengan cerita-cerita kehidupan. Diri ini tak ingin mendengar kabar apapun lagi perihal pekerjaan dan berita-berita viral di social media. Tidak ingin pula melihat tayangan-tayang komedi yang biasa menciptakan tawa. Hanya ingin merebah dan hilang segala payah. Hanya saja harapan itu masih sekadar harapan dari hari ke hari yang belum juga terwujud.              Kenyataannya sesampainya di kontrakan harus segera mengguyurkan air ke seluruh badan agar terbebas dari keringat. Membersihkan wajah dari make-up yang bercampur debu-debu jalanan. Menggantungkan baju yang telah direndam deterjen, lantas menyiapkan nasi beserta teman-temannya untuk mengisis perut yang butuh asupan nutrisi. Sesekali tangan harus meraih ponsel untuk kembali mempercakapkan pekerjaan dan membuat jadwal untuk esok ha