Badai yang Mana Lagi?

Badai yang Mana Lagi?

Oleh: Ary Pelangi




           
Katakan padaku badai mana lagi yang harus aku lewati? Bukan bermaksud menyombongkan diri sembari mengatakan aku sangat kuat. Aku hanya sedang meratapi diri mengapa cobaan hidup ini begitu bertubi-tubi?

Sungguh, hari-hari terasa begitu berat untuk sekadar disambut dengan semangat. Langkah pun terasa hampa menapaki rutinitas yang rodanya selalu serupa, rumah kontrakan, tempat kerja, dan kembali lagi ke rumah kontrakan. Sementara ponsel masih menjadi hiburan paling favorit jika dibandingkan tumpukan buku. Mungkinkah telah mati rasa?

            Kehilangan demi kehilangan menjadi penggungah suasana yang menjadikan hari berwarna  dengan rasa pahitnya. Membuat mataku terjaga untuk menikmati tengah malam yang berganti dini hari. Diri menyaksikan bintang-bintang yang sesekali ditemani purnama meski tak lama. Sampai pagi menjemput dan mata baru merasakan kantuknya. Mengapa kehilangan juga merenggut lelap yang harusnya memeluk lelah?

            Meski berulangkali harus kehilangan, tapi setiap kehilangan selalu punya rasa yang tak serupa. Selalu saja ada rasa sakit yang baru dan perih yang tak biasa. Andaikan setiap rasa sakit yang berbeda itu dapat dengan mudah diterjemahkan, mungkin aku bisa meracik sebuah buku berisi kumpulan rasa sakit yang tidak pernah sama itu. Hanya  saja, setiap sakit tidak mudah untuk aku jelaskan. Lebih tepatnya hanya sedikit orang-orang yang peduli padanya. Seakan rasa sakit adalah hal biasa dalam kehidupan.

            Lantas bagaimana perihal sakit saat dirimu hilang dari rutinitasku? Kamu yang terbiasa ada lantas tidak bisa disapa. Layar ponselmu aktif terbaca, tapi setiap pesan seolah tak menemukan tuannya. Lantas bagaimana bisa aku menamainya selain hilang?

            Sangat menyebalkan memang, tapi lagi-lagi aku harus terbiasa. Terbiasa kehilangan untuk sesuatu yang hanya singgah demi menemukan arah. Diri harus menerima bahwa yang datang kemudian hilang hanyalah titipan, bukan hak milik. Ya, hanya sebuah titipan yang harus dijaga untuk selanjutnya diserahkan kepada yang punya.

            Andaikan aku tahu, kehilangan mana lagi yang akan datang, aku akan lebih bersiaga menjaganya agar tak hilang. Setidaknya aku bisa menyerahkannya dengan ringan tanpa direbut paksa yang membuatku harus mencari ketidakpastian. Sesederhana itu yang aku inginkan. Namun, cobaan selalu datang menawar kesabaran.s

            Setiap hilang akan berlalu. Sakitnya pun akan sembuh. Namun, lukanya mungkin akan berbekas. Serupa kamu yang hilang meninggalkan begitu banyak angan yang kini terbungkus kenangan. Jangan tanya seberapa perih sakitnya! Mungkin nanti kau akan berjumpa dengan bekas lukanya yang menjelma kata-kata.

 

   #30DWC #30DWCJilid46 #Day3

           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Tenggelam di Puncak Menara