Sebuah Rumah yang Runtuh
Sebuah
Rumah yang Runtuh
Oleh:
Ary Pelangi
Jauh-jauh hari sebelum aku dan kamu seakrab ini, pernah ada sebuah rumah sederhana yang aku impikan. Hanya sebuah bangunan sederhana di pedesaan. Orang-orang menyebutnya rumah dua lantai.
Lantai
bawah akan menjadi ruang terbuka dimana aku dapat mengisinya dengan serangkaian
hobiku bersama anak-anak. Membuat sebuah taman baca sederhana dengan rak-rak
yang penuh dengan buku cerita. Akan ada sebuah taman kecil di depannya dimana
kenyamanan akan semakin terasa. Lantai atas akan menjadi rumah pada umumnya.
Menjadi tempat untuk menikmati hari-hari bersama keluarga dan aktivitas domestik
rumah tangga. Hanya saja, aku mengkhayalkan ada serambi yang akan menjadi
tempatku bersama seseorang dengan leluasa menikmati secangkir teh panas sambil memandang
senja yang merona. Sesederhana itu rumah yang sempat aku impikan.
Rumah
itu runtuh sebelum dibangun temboknya. Pondasinya tidak pernah tertuntaskan,
tapi justru porak poranda dihajar gempuran kehidupan yang teramat kuat. Rumah
impian itu tidak pernah terwujud dan aku tidak ingin memperbaiki pondasinya.
Impian itu, kini hanya tinggal impian yang dengan sengaja aku tinggalkan.
Pondasinya mungkin tidak lagi ada, tapi reruntuhannya masih tersisa.
Jika
nanti kamu bertanya tentang rumah itu, mungkin aku sudah lupa bagaimana cara
menuju ke sana. Mungkin juga aku tidak ingat lagi tentang detail denah
ruangannya. Namun, jika seseorang datang dan menunjukkan pecahan materialnya,
mungkin saja aku akan ingat bagaimana pondasi itu remuk digempur kenyataan.
Lantas aku akan melemparnya dengan bongkahan pondasi yang dibawanya.
Setelah
itu, aku memilih pergi. Beberapa orang menyarankan agar aku kembali dan
menatanya lagi. Namun, setelah aku pergi jauh, aku tidak ingin kembali memungut
bongkahan reruntuhan. Aku tahu, itu bukan lagi pondasi, tapi reruntuhan yang
kapan saja dapat melukai. Aku tidak pernah lagi berniat untuk kembali.
#30DWC #30DWCJilid46 #Day6
Komentar