Postingan

Menepi dalam Hening

Gambar
  Menepi tanpa pernah ada niat untuk menghilang. Aku mulai langkahlu dengan mengheningkan rasa untuk berjumpa dengan Ramadhan. Tidak perlu berisik lagi perihal luka-luka yang pernah terjadi meski sakitnya belum pergi. Biarlah semua yang telah berlalu tetap ada dalam kenangan, cukup diingat tanpa harus diundang kembali ke dalam dada. Aku ingin menyambut bulan Ramadhan dengan hati yang lapang, tanpa perlu menaruh dendam pada takdir yang sempat membuatku berantakan. Tentang kamu, tentang kita—biarkan semuanya luruh bersama doa-doa yang kuhaturkan di sepertiga malam. Biar namamu perlahan hilang dari ucapan yang dahulu sempat menjadi semoga.  Waktu itu, mungkin aku pernah berharap lebih dari yang seharusnya. Mungkin aku pernah menggenggam sesuatu yang memang harus dilepaskan. Memaksanya erat menjadi milikku padahal bukan takdirku. Tapi kini, aku belajar melepaskan, belajar memahami bahwa tidak semua yang hadir harus menetap. Aku akan berusaha terima tentang sesuatu yang datang tida...

Bijaksana

 Di singgasana megah, Raja termenung,   kerajaan yang dulu berkilau, kini redup.   Perang telah usai, sisakan luka, goreskan kecewa, harapan musnah seketika. Raja memandang pusakanya, ingatannya jauh pada suatu masa, hari ketika mahkota tertanam di kepala. Berjanjilah ia kala itu, akan bijak bertahta, ramah menyapa, welas asih dan perkasa. Tertunduklah ia bukan karna payah, kekalahan tak hanya kepayahan, tapi pelajaran.   Ia tak lagi berselimut kesedihan,   diangkatnya cawan, lalu menata lagi kerajaan. Perang telah berakhir, hati telah remuk, luka-luka tergores dalam, rintihan ada dalam kelam. Ia berkata dengan suara yang tenang dan lantang.   "Keberanian, meski di tengah jatuh,  tekad harus utuh." Kepada ribuan semangat yang sempat sambat, ia gelorakan tekad untuk kuat, meski kecewa telah terpahat. Luka akan sembuh bila diobati,  kecewa akan berlalu seiring waktu, tapi jika menyerah, perjuangan akan sudah. Luka akan berte...

Perlawanan di Bawah Langit Harapan

  Negeri ini terbangun dari serpihan harapan,   kerajaan emas bermahkota perlawanan,   barisan prajurit tegak dengan luka di dada,   tak gentar, tak tunduk pada bayang kecewa, sekalipun duania menyangkal kemerdekaan. Di benteng-benteng kecewa yang retak,   langkah menggaungkan gema perang,   melawan sepi yang berkuasa di ufuk gelap,   di tanah yang dahulu subur akan cinta,  kini kelam berserak prasangka.   Kerajaan ini bukanlah mimpi,   ia tumbuh dari keteguhan hati,   dari raja yang tak ingkar janji   untuk bangkit meski tertatih,  untuk bertahan meski berdarah.   Di puncak bukit, bendera duka berkibar,  menyadarkan ada luka yang harus diobati, ada gaduh yang harus disudahi,  ada darah yang harus dipendam dalam tanah. Prajurit dengan pedang karat melawan sepi,   Prajurit gagah, menghunus pedang keyakinan,   menghancurkan tembok ragu ...

Tenggelam di Puncak Menara

 Senja merona, sebentar lagi gulita, istana megah berdiri di batas angkasa.   Segumpal rindu tak lagi nyata,  sirna terbawa suasana.   Aku dan kau pernah mengukir mimpi di pilar-pilar istana, sepenuh tiang menuju langit tak terbatas. Istana itu kini dikepung duri kasih sayang yang pernah kutanam.   Kau dan aku, kini hanya serpihan kenangan, lahir dari harapan bercita-cita setara, tapi nyatanya tak seirama. Bukankah hampir sampai ke ujung menara? Lantas bersama menatap senja dalam simpul paling bahagia. Rupanya aku kalah dengan jari-jari tanganmu, jemari paling lihai berjanji pada langit, untuk bersamanya, menanggung hidupnya, seseorang yang kau simpan sempurna.  Runtuh aku, berkeping dalam langkah terluka,   kau merajuk tuk kembali meniti tangga emas,   bukan untuk menuju puncak mimpi,  tapi sekadar singgah untuk pergi.  Menatap senja sembari bercerita tentang mimpi-mimpi yang laka. Istana itu, kini hanya ruang k...

Gugur Bersama Luka

  Kusaksikan bayangan sendiri,   Tatapan mata mulai pudar,   Senyumnya menggariskan luka,   Anak rambut tergerai menghitung duka.   Melihat sendiri air mata tak pernah tuntas, Kadang mengering, tapi sering kali banjir, Tidak ada yang benar-benar pudar, Dia sebentar hilang lalu datang sebagai kenangan, Kembali untuk tidak bisa dimiliki.   Di ujung runcing, kugenggam berani,   Satu helai, dua helai, jatuh tanpa suara.   Seperti hatiku yang hancur perlahan,   Kehilangan dia dalam janji yang ingkar, Melepas mimpi yang dekat untuk jatuh yang kuat.   Potongan rambut ini bukan sekadar gaya, Toh, tak juga terlihat olehnya,   Ini hanya jalan keluar atas rasa sakit,   Salah satu gambar atas kecewa yang membara, Seperti rasakuku, yang harus jatuh tanpa ampun.   Dalam tiap potongan, kuputuskan ingatan,   Tentang dia, tentang janji yang patah, Biar jatuh segala duka lara, Tanpa...

Takdir Membawa Kau Pergi

  Kepada langit senja aku menatap,   Tidak ada jingga, tak aja juga camar, Singkatnya tak akan ada lagi cinta kita, Hanya tinggal aksara berlanjut nostalgia Kisah kita tergantung di langit-langit,  Meski semoganya selalu aku kirim ke langit, Tapi takdirmu mematahkan harapku, Kau memilih dia, bukan aku yang kau panggil,   Doa-doa kita mungkin tak pernah bertemu, Apalagi bertarung untuk saling mendapatkan, Namun, akulah yang akhirnya harus belajar pergi,  Walau patah masih bersuara tentang kecewanya, Semesta tak lagi memberi ruang bagi kita,   Menjadi sepasang takdir yang tertulis di langit,   Takdir memilihkan jalanmu menuju dia,   Sedang aku terseret waktu untuk belajar lupa. Kau yang menuntun langkah kepada kata-kata,   Memesan tiket perjalanan cerita dan mencipta tawa, Meski aku yang akhirnya harus mati-matian menghentikan air mata,   Pergi bukanlah pilihan, tapi kewajiban bagiku yang paham tata krama...

Kerajaan di Lembah Khayalan

  Di lembah khayalan yang tak terjamah,   Pesona kerajaan ajaib tanpa nama berkisah,   Di sana, waktu berjalan tanpa batas,   Tarian cahaya hadir di setiap helaan napas, Damai adalah citra tanpa perusak suasana Langitnya jingga keemasan,   Awan-awan melukis impian tak terucap,   Burung-burung bernyanyi tanpa takut keliru,   Angin berhembus seiring melodi hidup tanpa gugup, Tak perlu risau akan datangnya gelap,  Sebab cahaya yak  tak pernah padam. Di tengah istana, di lembah khayalan Sersebutlah seorang gagah duduk dalam takhta,   Matanya memandang cakrawala tak berujung,   Di tangannya, keajaiban terbentuk dari debu bintang,   Menghidupkan barisan nama-nama dari ingatan yang terlupa. Setiap langkah di tanah ini adalah sihir,   Setiap napas adalah tepukan lagu sendu kehidupan,   Di kerajaan lembah khayalan, segalanya mungkin,   Di sana, dunia tak mengenal...