Gugur Bersama Luka
Kusaksikan bayangan sendiri,
Tatapan mata mulai pudar,
Senyumnya menggariskan luka,
Anak rambut tergerai menghitung duka.
Melihat sendiri air mata tak pernah tuntas,
Kadang mengering, tapi sering kali banjir,
Tidak ada yang benar-benar pudar,
Dia sebentar hilang lalu datang sebagai kenangan,
Kembali untuk tidak bisa dimiliki.
Di ujung runcing, kugenggam berani,
Satu helai, dua helai, jatuh tanpa suara.
Seperti hatiku yang hancur perlahan,
Kehilangan dia dalam janji yang ingkar,
Melepas mimpi yang dekat untuk jatuh yang kuat.
Potongan rambut ini bukan sekadar gaya,
Toh, tak juga terlihat olehnya,
Ini hanya jalan keluar atas rasa sakit,
Salah satu gambar atas kecewa yang membara,
Seperti rasakuku, yang harus jatuh tanpa ampun.
Dalam tiap potongan, kuputuskan ingatan,
Tentang dia, tentang janji yang patah,
Biar jatuh segala duka lara,
Tanpa tersisa dari kepala.
Sekarang apa lagi yang hendak dirasa?
Duka berserak, orang-orang bersorak,
Siapa yang paham akan isi kepala?
Tampak baik-baik saja padahal memar penuh luka.
Rambut ini pun serupa hati,
Hati tak bisa kupangkas, tapi rambut mewakilinya
Tak pernah benar-benar pulih
Sekalipun telah usai rambut tergerai
Duka tetap duka untuk dirayakan
Bukan sekadar dipasrahkan.
Pati, 6 Oktober 2024
Komentar