Haruskah Aku Percaya Berita?

 

Haruskah Aku Percaya Berita?

Oleh: Ary Pelangi

 


Percayalah, aku tidak sepercaya itu jika kamu sejatuh cinta itu padaku, meski orang-orang bilang begitu. Aku berdiri di tengah keramaian, mendengar bisik-bisik di sekitarku, ucapan-ucapan yang mengatakan bahwa kamu mencintaiku dengan sepenuh hatimu. Namun, benarkah begitu? Atau ini hanya ilusi yang diciptakan oleh orang-orang yang melihat kita dari kejauhan?

Aku ingat malam-malam kita berbicara tentang masa depan, tentang mimpi-mimpi yang ingin kita raih bersama. Namun, di setiap cerita, aku selalu merasa ada yang kurang. Mungkin karena aku terlalu sering mendengar kata-kata orang lain, yang mengatakan bahwa kamu begitu mencintaiku. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kita. Mereka hanya melihat tampilan luar, tanpa memahami perasaan yang sebenarnya.

Kadang-kadang aku merasa, kamu hanya bermain dengan kata-kata, mengucapkan apa yang ingin aku dengar, tanpa benar-benar merasakannya. Cinta, bagi mereka, mungkin sesuatu yang sederhana, sesuatu yang bisa diukur dari seberapa sering kita bersama, atau seberapa sering kamu mengucapkan kata cinta.

Ada saat-saat ketika aku melihatmu, dan aku merasa ada jarak yang tidak terlihat, sebuah tembok tak kasat mata yang memisahkan kita. Meski kamu ada di sampingku, aku merasa kita berada di dua dunia yang berbeda. Dunia di mana cinta adalah sesuatu yang pasti dan bisa diukur, dan dunia di mana cinta adalah sesuatu yang dirasakan dengan sepenuh jiwa.

Aku mencoba untuk percaya, mencoba untuk meyakinkan diriku bahwa semua ini nyata. Namun, setiap kali aku mendengar bisik-bisik itu, aku merasa ada yang mengganjal di hatiku. Aku ingin percaya bahwa kamu sejatuh cinta itu padaku, bahwa semua kata-kata manismu bukan sekadar bualan. Namun, rasa ragu itu selalu ada, menggerogoti keyakinanku. Mengingatkan untuk tidak terlalu kenyang dengan makan cinta.

 

  #30DWC #30DWCJilid46 #Day10

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Tenggelam di Puncak Menara