Keraguan Masa Depan
Keraguan
Masa Depan
Oleh:
Ary Pelangi
Pertanyaan-pertanyaanmu
itu apakah cermin dari hatimu yang ingin menikmati secangkir kopi panas, tetapi
takut tumpah saat hendak menyeduhnya? Sebesar itukah kekhawatiranmu perihal
masa masa depan? Sini, aku temani kamu duduk. Biarkan sejenak kopimu di atas
meja, sebentar lagi mungkin akan menjadi lebih hangat dan kamu dapat
menikmatinya perlahan sembari bertutur tentang keresahan-keresahan hidup.
Tidak
ada musik, hanya alunan gerimis datang sebentar lalu menghilang yang menjadi
temanku menjawab setiap goresan ragumu. Sebelum pertanyaanmu datang, aku sudah
lebih dulu berusaha mencari jawaban atas pertanyaan serupa. Kamu kembali
membawaku berjalan pada hari-hari lalu yang penuh dengan begitu banyak ragu. Aku
percaya bahwa bahagia tidak selalu berarti tanpa duka, lara, luka, atau derita.
Sebab senyumku hari ini bisa jadi adalah persembunyian atas tumpukan duka,
gundukan lara, keping-keping luka, hingga barisan derita.
Ketika
kau bertanya, bagaimana jika bahagia itu ada duka di dalamnya, aku menjawab,
ya, mungkin saja. Namun, bukankah duka itu yang membuat diri semakin menghargai
kebahagiaan? Setiap kali diri merasakan kesedihan, jiwa menjadi lebih kuat,
lebih tegar, dan lebih menghargai setiap momen bahagia yang datang. Tidak ada
yang melarang jika mata tak kuasa menahan tangisnya, biarkan saja dada membebaskan
sesaknya, lalu jangan lupa untuk kembali tersenyum memeluk diri yang harus
tetap berdiri.
Bagaimana
jika bahagia itu ada lara menyertainya? Aku katakan, itulah kehidupan. Hidup juga
tentang menerima segala rasa manis, pahit, asam, dan asinnya kenyataan.
Percikan rasa yang menjadikan perjalanan tak terasa hambar. Lara yang menyertai
kebahagiaan adalah pengingat bahwa manusia memiliki hati yang mampu mencintai
sedalam-dalamnya. Lantas dengan sadarnya raga akan berjuang kembali tegak untuk
menemukan penawarnya. Tidak apa menyandang lara, jika itu mampu membuatmu
kembali tegak dan lebih berharga.
Ketika
kau bertanya tentang luka yang mungkin hadir dalam kebahagiaan, ingatlah bahwa
setiap luka adalah pelajaran. Setiap goresan di hati yang terasa begitu sakit tanda
bahwa pernah mencintai dengan segenap jiwa kemudian terabai oleh waktu. Jika bersama
seseorang yang salah saja bisa setulus itu, pastilah bersama seseorang yang
tepat rasa cintamu akan lebih hebat. Luka-luka itu akan sembuh seiring waktu. Dari
luka-luka itu, cobalah belajar tentang kekuatan cinta yang masih tersisa.
Masihkah ada yang bisa dibagi? Jika tidak, mungkin kau harus menumbuhkannya
kembali.
Lantas
bagaimana jika dalam bahagia itu ada derita menyelimutinya? Sontak aku ingin
berteriak tepat di depanmu agar kau mendengar puisi cinta Panglima Tian Feng
dalam serial Kera Sakti, dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir.
Sudah, seruput saja kopimu sebelum terlanjur dingin.
Dalam
sebuah perjalanan, apapun itu, mungkin akan menghadapi banyak rintangan, tidak
apa. Tidak apa-apa jika jalan hidup yang kamu lewati tidak mulus. Namun,
tetaplah bersama seseorang yang tidak meninggalkanmu saat kau terjatuh. Kamu temukanlah kekuatan hati yang tak
tergoyahkan, keberanian yang semakin menyala, dan ketulusan yang tak pernah
pudar. Lantas jangan kau tinggalkan teman seperjalananmu seorang diri dalam
rintihan.
Sudahkah
kau menebak omong kosong apa lagi yang akan aku tumpahkan selanjutnya? Lebih
baik segera habiskan kopimu sebelum aku menumppahkan isinya di atas meja! Bahagia
seperti apa yang kau cari? Bahagia bukanlah tentang tidak adanya duka, lara, luka,
ataupun derita. Namun, tentang bagaimana kau melewati hari-harimu dalam duka,
lara, luka, dan derita hingga menemukan muara akan tujuan hidup yang kau damba.
Kopimu
sudah habis belum? Di sini gerimis sudah reda. Jari-jariku telah selesai bercerita
untukmu. Kini saatnya mata mengemas kata meski sudah terasa berat untuk
terjaga. Semoga tidak menjadi mimpi indah
yang memporak-porandakan lelapmu.
#30DWC #30DWCJilid46
#Day12
Komentar