Mungkinkah Hatimu Tertaut Hatiku

 

Mungkinkah Hatimu Tertaut Hatiku

Oleh: Ary Pelangi

 


Mungkinkah hatimu tertaut hatiku? Pertanyaan itu sering berputar dalam benakku, menghantui malam dengan keraguan yang tak kunjung sirna. Aku ingat, bagaimana senyummu kala menyapa di stasiun kereta. Kau tidak berhasil menyihir seluruh duniaku, tidak ada yang istimewa, biasa. Hanya saja, ada tatapan matamu yang berbeda, seolah-olah ada cerita yang sengaja kau sembunyikan. Mungkin serupa tanyaku, mengapa rela bertemu di stasiun kereta?

Tidak banyak cerita bertutur. Kursi tempat dudukmu tidak berdampingan dengan kursi tempat dudukku. Aku dan kamu tidak saling berhadapan, sesekali menoleh tanpa suara mengudara. Aku menatap jendela dan bercakap dengan isi kepalaku sendiri. Rasanya masih tidak percaya saja, mengapa aku terima perjalanan asing ini? Perjalanan yang hanya mengikuti jalur kereta dengan tujuan stasiun akhir pemberhentian.

Sialnya, berulang kali aku mendapati dirimu mencuri tatap akan diriku. Aku hanya bisa menerka tentang apa yang kau cari. Mungkin juga kau memang tidak menemukan pencarianmu, sebab aku tidak membawa sesuatu yang istimewa.

Hari itu pun berlalu, aku mencari tanda dalam setiap ceritamu. Aku menemukan getar dalam suaramu. Begitu juga aku menemukan pelarian dalam percakapan denganmu. Apakah hatimu juga merasakannya? Kadang, aku merasa seyakin itu, saat menjawab panggilan darimu.

Sebuah basa basi hanya dapat kuterjemahkan dalam sebuah canda. Aku tidak setertarik itu dengan hidupmu. Aku pun tidak terlalu ingin tahu perihal hari-harimu yang mungkin saja lebih gaduh dari hari-hari milikku. Pun aku tidak ingin tahu kebiasaan-kebiasaan yang rutin kau jalani. Bahkan aku tidak tertarik dengan orang-orang yang sempat teristimewa dalam hidupmu.

Ada jarak antara kau dan aku, membuatku meragu. Kau pun pasti tak juga ingin mengaku. Berhenti mencari tahu, lantas pura-pura sibuk dengan hari-hari baru. Sialnya, justru rindu yang katanya datang menggebu. Sebuah rasa yang meminta ruang untuk didengar tanpa tahu waktu.

Mungkinkah kita bisa berjalan beriringan, menghadapi segala tantangan bersama? Apakah hatimu cukup kuat untuk bertaut dengan hatiku yang sempat berserak? Apakah hatiku pun cukup tegar untuk bersanding denganmu yang sempat terkoyak?

Setiap malam, sebelum tidur, aku kirim doa untukmu. Doaku sederhana, semoga hatimu tak jatuh kepada hatiku. Dengan begitu, kau tidak perlu menanggung rindu atau pun menawar temu. Cukup yakinkan hatimu untuk sabar kemudian berlalu. Pun begitu denganku.

Akhirnya, sebelum mata benar-benar terpejam. Sebelum kuucap amin untuk menutup rangkaian harap, aku tambahkan satu pinta tentang takdir hidupku. Ada harapan yang terus tumbuh. Mungkin, suatu hari nanti, hatimu dan hatiku benar-benar akan tertaut, tanpa sanggahan dan hanya ada pengakuan. Mungkinkah?

  #30DWC #30DWCJilid46 #Day11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpisah dan Berharap Kembali Bertemu

Jendela Kamar dan Secangkir Kopi

Tenggelam di Puncak Menara